APH Didesak Seret Pemberi Perintah Oknum BPN Terbitkan Sertifikat Laut Tangerang: Jangan Bawahan Terus Dikorbankan!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Januari 2025 16:48 WIB
Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf (Foto: Dok MI)
Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, mendesak agar aparat penegak hukum (APH) dan pihak terkait agar menyeret pemberi perintah dalam penerbitan sertifikat laut di Tangerang. Dia meminta agar oknum pegawai ATR/BPN tidak dikambinghitamkan atau dikorbankan dalam kasus ini.

Tercatat, sudah 8 orang yang dipecat buntut daripada kasus pagar makan lautan itu. Yakni:

1. JS, mantan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang

2. SH, mantan Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran

3. ET, mantan Kepala Seksi Survei dan Pemetaan

4. WS, Ketua Panitia A

5. YS, Ketua Panitia A

6. NS, Panitia A

7. LM, mantan Kepala Survei dan Pemetaan setelah ET

8. KA, mantan Plt Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran

"Jangan dikorbankan dong mereka itu. Jangan dikambinghitamkan. Apa cukup memecat kalangan bawah saja?. Apa pejabat setempat ikut bermain juga? Apalagi di laut, Menteri? Kala Menteri itu pembantu presiden, kira-kira  bosnya tahu nggak?," tanya Hudi begitu disapa Monitorindonesia.com, Kamis (30/1/2025).

Agar bawahan tidak selalu menjadi tumbal perbuatan pimpinan ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu menolak secara tegas melakukannya. "Menolak secara halus dengan mengatakan "apa ini tidak melanggar UU Pak?" Apabila pimpinan "memaksa" maka bawahan mengerjakan aja," katanya.

Hal diatas dapat menyelamatkan bawahan tidak terkena masalah karena ada "penolakan", sehingga apa yang dilakukan bawahan dianggap perintah jabatan karena dipaksa oleh pimpinan. "Kalau tidak ada penolakan dianggap turut serta. Bahkan dapat dianggap pelaku utama jika pimpinan lepas tanggung jawab," tutur Hudi.

Di lain sisi pihak, mantan Menko Polhukam Mahfud MD mendesak aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera mengambil langkah hukum terkait kasus pagar laut di Tangerang.

Mahfud menegaskan bahwa perkara ini telah memenuhi unsur pelanggaran pidana, terutama dalam hal penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas wilayah perairan. "Kalau sudah keluar sertifikat resmi di atas laut, pasti ada permainan antara dunia usaha dan pejabat terkait," tegasnya.

Ia menilai hal tersebut sebagai bukti adanya praktik penipuan atau penggelapan, mengingat laut seharusnya tidak dapat disertifikatkan. "Itu kejahatan, dan kalau ada unsur suap kepada pejabat, maka KPK, Kejaksaan Agung, serta Polri bisa langsung bertindak," katanya.

Sependapat dengan Mahfud, Hudi berharap jika bangsa ini ingin maju seyogyanya penguasa terpilih tidak dapat di "kendalikan" oleh penguasa hitam. 

"Jadilah pilihan rakyat sejati dan bekerja untuk kepentingan rakyat buatlah regulasi populis bukan elitis," tegasnya.

Sementara itu, mantan Wakil Ketua KPK, La Ode Muhammad Syarif begitu dikonfirmasi Monitorindonesia.com, pada Rabu (29/1/2025) kemarin, menyatakan bahwa penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK dapat mendalami perkara tersebut, misalnya dalam proses pemberian izin sertifikat. Apakah diperoleh sesuai prosedur atau tidak.

"Apakah diperoleh dengan menyuap. Tentunya ini bisa ditarik ke arah tindak pidana korupsi," kata La Ode, pria kelahiran Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) itu.

Kendati begitu, Hudi yang juga advokat dari Justice Law Office (JLO) menduga ada tindak pidana pencucian uang (TPPU) di balik penerbitan sertifikat laut itu.

"Misalnya kita ambil contoh yang mudah, apabila dana kampanye di danai oleh pengusaha hitam maka penguasa yang diberikan sponsor oleh pengusaha hitam apabila terpilih memiliki kewajiban mengembalikan dana tersebut dengan cara memberikan proyek-proyek yang dapat melunasi biaya sponsor plus keuntungannya," beber Hudi.

Sehingga, tambah dia, semua yang dilakukan pasti melanggar banyak aturan itu contoh sederhana. Begitu juga jika ada kepentingan lain selain kampanye, namanya juga pencucian uang jadi uang yang di cuci itu adalah hasil kejahatan dan pastinya ada pidana awalnya, walau pencucian tidak perlu membuktikan pidana awalnya karena dapat berdiri sendiri.

"Dengan dugaan melanggar banyak aturan jika terbukti maka hukumannya tidak cukup 12 tahun, apalagi jika perbuatan itu bila dilakukan berulang maka hukuman terberat dapat dilakukan, banyak contoh koruptor-koruptor yang di hukum berat di luar negeri walau jumlahnya tidak fantastis."

Untuk mengusut dugaan TPPU itu, Hudi mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan. Jangan saling menunggu siapa duluan atau menunggu laporan dulu. "Dugaan saya seperti itu tapi butuh penyelidikan yang dalam, karena hal itu sulit dibuktikan," tukasnya.

Siapa yang menerbitkan?

Proses pengurusan SHGB, sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. Dalam Permen ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2022, kewenangan pemberian hak atas tanah dapat didelegasikan berdasarkan tiga tingkatan.

Mulai dari Menteri, Kepala Kantor Wilayah, dan Kepala Kantor Pertanahan. Lalu siapa yang menangani pengurusan penerbitan SHGB terkait dengan pagar laut di Tangerang?

Kementerian ATR/BPN mengungkapkan sertifikat untuk wilayah yang dipasang pagar laut tersebut diterbitkan pada 2023. Adapun pembangunan pagar itu sudah dimulai sejak Juli 2024, yang kemudian viral di media sosial pada Januari 2025 usai dikeluhkan para nelayan.

Jika mengacu pada penerbitan sertifikat pada 2023, maka saat itu posisi Menteri ATR/BPN ditempati oleh Hadi Tjahjanto. Hadi diketahui menjabat sebagai Menteri ATR/BPN sejak 15 Juni 2022 hingga 21 Februari 2024, sebelum akhirnya dia bergeser menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan sepanjang 21 Februari-20 Oktober 2024.

Meski begitu, Hadi mengaku tidak mengetahui bahwa pagar laut di wilayah Tangerang yang dipersoalkan memiliki SHGB dan SHM. Dia bahkan baru mengetahui bahwa dokumen terkait aset itu ternyata terbit pada 2023, ketika dia menjabat sebagai Menteri ATR/BPN, usai ramai diberitakan 

"Saya baru mengetahui berita ini dan mengikuti perkembangannya melalui media," kata Hadi, Selasa (21/1/2025).

Senada dengan Hadi, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sempat menjabat sebagai Menteri ATR/BPN sepanjang 21 Februari-20 Oktober 2024, juga mengaku tak mengetahui keberadaan pagar laut di Tangerang tersebut. 

Ketua Umum Partai Demokrat ini mengklaim tidak mengetahui terkait penerbitan SHGB dan SHM maupun proses pembangunannya, sebab baru memimpin Kementerian ATR/BPN setelah sertifikat itu terbit.

Dia juga mengaku tak mengetahui keberadaan pagar laut di Tangerang saat menjabat Menteri ATR/BPN karena memang tidak ada laporan dari pihak tertentu maupun masyarakat.

"Saya tidak tahu, tentunya ini sudah terjadi sebelumnya, untuk yang HGB itu kan 2023. Dan sekali lagi karena itu sudah keluar, saya masuk kan 2024, tentu tidak semuanya kan kita review, kecuali ada pelaporan, kecuali ada yang disampaikan oleh masyarakat atau pihak manapun," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (21/1/2025)

Sementara itu, mantan Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Raja Juli Antoni, menyatakan keyakinannya bahwa penerbitan SHGB atas pagar laut di Tangerang dilakukan tanpa sepengetahuan Menteri yang saat itu menjabat.

Raja Juli mengungkapkan bahwa proses penerbitan sertifikat tersebut berada di luar pengetahuan Menteri dan pejabat kementerian lainnya. "Saya haqqul yaqin penerbitan sertifikat-sertifikat tersebut di luar pengetahuan menteri, wamen dan para pejabat di kementerian," kata Raja Juli, Sabtu (25/1/2025).

Menurutnya, wewenang untuk menerbitkan SHGB di wilayah tersebut sepenuhnya berada di tangan Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Kabupaten Tangerang.

"Sesuai Permen 16 tahun 2022, terutama Pasal 12 secara terang-benderang  menjelaskan bahwa penerbitan SHGB di lokasi tersebut adalah wewenang Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Kabupaten Tangerang. Begitulah regulasi yang berlaku. Sekitar 6-7 juta penerbitan sertifikat tiap tahunnya didelegasikan wewenang penerbitannya kepada Kakantah di Kabupaten Kota se-Indonesia dari Sabang sampai Merauke," jelasnya.

Untuk diketahui, berdasarkan Pasal 7 ayat 2, Kepala Kantor Wilayah menetapkan keputusan mengenai Hak Guna Bangunan untuk orang perseorangan di atas Tanah Negara atau di atas tanah Hak Pengelolaan yang luasnya lebih dari 10.000-20.000 meter persegi atau 1-2 hektare.

Selain itu, Kepala Kantor Wilayah juga menetapkan keputusan Hak Guna Bangunan untuk badan hukum di atas Tanah Negara atau di atas tanah Hak Pengelolaan yang luasnya lebih dari 30.000-250.000 m2 atau 30-250 hektare.

Kemudian berdasarkan Pasal 12, Kepala Kantor Pertanahan menetapkan keputusan Hak Guna Bangunan untuk orang perseorangan atau badan hukum di atas Tanah Negara atau di atas tanah Hak Pengelolaan yang luasnya sampai dengan 10.000 m2; atau 10 hektare.

Sedangkan di Pasal 14 mempertegas jika Kementeri ATR/BPN tidak masuk dalam pengurusan SHGB di Desa Kohod, Pakuhaji, Tangerang.

Pasalnya pengukuran tanah tidak dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN.

Berikut bunyi Pasal 14 tersebut:

Dalam rangka optimalisasi tenaga dan peralatan pengukuran, serta dengan mempertimbangkan penguasaan teknologi oleh petugas pengukuran maka:

a. pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya sampai dengan 25 ha (dua puluh lima hektar) dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan;

b. pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya lebih dari 25 ha (dua puluh lima hektar) sampai dengan 1.000 ha (seribu hektar) dilaksanakan oleh Kantor Wilayah; dan

c. pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya lebih dari 1.000 ha (seribu hektar) dilaksanakan oleh Kementerian.

Mengacu pada aturan tersebut, maka pengurusan SHGB pagar laut di Tangerang tidak dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN, melainkan Kantor Wilayah. 

Sebelumnya, Kuasa Hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid membantah kepemilikan seluruh pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km).

Dia menyampaikan, anak perusahaan Agung Sedayu Group itu hanya memiliki SHGB di dua desa Kohod yang terletak di Kecamatan Pakuhaji.

“Dari 30 km pagar laut itu, kepemilikan SHGB anak perusahaan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) dan PIK non-PANI hanya ada di dua Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji aja, ditempat lain dipastikan tidak ada,” kata Muannas.
Pembatalan Sertifikat HGB dan SHM

Sebelumnya, pada Jumat (24/2/2025), Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengumumkan bahwa 50 sertifikat bidang tanah, baik SHGB maupun SHM, di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, resmi dicabut. “Hari ini, kami bersama tim melakukan proses pembatalan sertifikat, baik itu hak milik SHM maupun itu Hak Guna Bangunan (HGB),” kata Nusron saat mengunjungi daerah itu, Jumat (24/1/2025).

"Satu satu, dicek satu-satu, karena pengaturannya begitu. Ini aku belum tahu ada berapa itu yang jelas Hari ini ada lah. Kalau sekitar 50-an ada kali," ungkapnya.

50 sertifikat yang dibatalkan tersebut terdiri dari sebagian milik SHGB PT Intan Agung Makmur atau IAM, serta sebagian SHM atau perorangan. Sebelumnya, ada 263 SHGB dan 17 bidang SHM di kawasan pagar laut Tangerang.  Jumlah SHGB tersebut IAM sebanyak 243 bidang, 20 bidang PT Cahaya Intan Sentosa atau CIS bidang, serta 17 bidang SHM milik perorangan. (an)

Topik:

Pagar Laut ATR/BPN