GMNI Jaksel Laporkan Dugaan Korupsi Libatkan 5 Direksi PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia ke Polri

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Maret 2025 09:54 WIB
Mabes Polri (Foto: Dok MI)
Mabes Polri (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Selatan melaporkan kasus dugaan korupsi yang melibatkan lima direksi PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk. (ATPI), anak usaha PT Pertamina, ke Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri.

Laporan ini mengungkap dugaan penyalahgunaan anggaran perusahaan untuk pembelian mobil mewah senilai miliaran rupiah yang kemudian didaftarkan sebagai aset pribadi.

GMNI menuding lima petinggi ATPI sebagai pihak yang diduga terlibat dalam skandal ini:
Tatang Nurhidayat (Presiden Direktur) – Mercedes Benz GLE 450 2023 senilai Rp 2,32 miliar (LHKPN RP 4,9 Miliar)
Emil Hakim (Direktur Keuangan & Layanan Korporat) – Toyota Alphard 2023 senilai Rp 1,385 miliar (LHKPN RP 14 miliar)
Ery Widiatmoko (Direktur Pemasaran Asuransi) – Toyota Alphard 2023 senilai Rp 1,385 miliar(LHKPN Rp 6,1Miliar)
Sudarlin Uzir (Plt. Direktur Teknik) – Toyota Alphard 2023 senilai Rp 1,385 miliar(LHKPN Rp 11,1Miliar)
Edi Yoga Prasetyo (Plt. Direktur Kepatuhan & Manajemen Risiko) – Toyota Alphard 2023 senilai Rp 1,385 miliar(LHKPN Rp 12 Miliar)
GMNI menemukan indikasi bahwa kendaraan mewah ini dibeli menggunakan anggaran perusahaan, tetapi kemudian didaftarkan atas nama pribadi tanpa melalui prosedur resmi.

Pembelian mobil mewah ini dilakukan pada tahun anggaran 2023, di mana setiap pengeluaran strategis perusahaan seharusnya mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Namun, dugaan transaksi ini dilakukan tanpa persetujuan resmi dan tidak tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

GMNI mengungkap empat indikasi utama pelanggaran dalam kasus ini:

1. Tidak Ada Alokasi Anggaran dalam RKAP 2023 – Pembelian mobil mewah tidak mendapat persetujuan pemegang saham.
2. Didaftarkan sebagai Aset Pribadi – Kendaraan yang seharusnya menjadi aset perusahaan justru tercatat atas nama direksi.
3. Ketidaksesuaian Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) – Dua direksi tidak melaporkan kepemilikan kendaraan ini ke Komisi 4. 4. Pemberantasan Korupsi (KPK), sementara tiga lainnya mendaftarkan sebagai aset pribadi.

Potensi Kerugian Negara Rp 7,86 Miliar – Jika terbukti, tindakan ini masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.

GMNI melaporkan kasus ini berdasarkan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Regulasi ini mengatur mengenai penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sendiri.

Melalui laporan ini, GMNI mendesak Kortas Tipikor Polri untuk segera melakukan penyelidikan dan memberikan sanksi tegas bagi pihak yang terbukti bersalah. 

“Kasus ini menjadi cerminan buruk tata kelola BUMN. Kami berharap aparat penegak hukum segera bertindak agar tidak ada lagi praktik serupa yang merugikan keuangan negara,” harap Deodatus Sunda Se, Ketua DPC GMNI Jakarta Selatan.

Topik:

polri Kortas Tipikor Polri