Rawan Kabur, Kejagung Didesak segera Periksa Nicke Widyawati dan Alfian Nasution

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Maret 2025 14:59 WIB
Alfian Nasution (kiri) dan Nicke Widyawati (kanan) (Foto: Kolase MI/Diolah)
Alfian Nasution (kiri) dan Nicke Widyawati (kanan) (Foto: Kolase MI/Diolah)

Jakarta, MI - Nicke Widyawati dan Alfian Nasution merupakan saksi penting dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) antara tahun 2018 hingga 2023.

Nicke Widyawati diketahui pernah menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) periode 2018-2024. Sementara Alfian Nasution pernah menjabat Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga (PPN) periode 2018-2021. Alfian saat inu menjabat sebagai Direktur Logistik dan Infrastruktur PT Pertamina.

Dalam periode tersebut merupakan waktu terjadinya tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang saat ini diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan menetapkan 9 tersangka. 6 tersangka adalah petinggi Pertamina.

Dari banyaknya saksi yang dipanggil untuk diperiksa, kedua nama tersebut belum sama sekali masuk daftar saksi yang perlu didalami penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus).

Pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf begitu disapa Monitorindonesia.com, Kamis (13/3/2025) khawatir jika Nicke dan Alfian tak kunjung diperiksa berpotensi menghilangkan barang bukti. 

Sebab selama mereka menjabat begitu rapi kasus di Pertamina tak dilaporkan ke aparat penegak hukum, khususnya pada tata kelola minyak mentah yang menyeret PT Pertamina Patra Niaga itu.

"Karena itu untuk ada kepastian bagi semua seyogyanya segera diperiksa Nicke dan Alfian ini," tegas Hudi.

Hudi Yusuf
Pakar Hukum Pidana, Hudi Yusuf (Foto: Dok MI)

Hudi menjelaskan bahwa jabatan sebagai Dirut tentunya mengetahui bisnis PT Pertamina, baik ke luar maupun ke dalam. "Dirut itu mewakili perusahaan ke luar dan ke dalam perusahaan sehingga mustahil kalau tidak mengetahui," lanjut Hudi.

"Karena itu mereka tetap harus diperiksa sejauh mana keterlibatan dalam kasus itu atau tidak terlibat, jangan alergi dengan sebutan "diperiksa" karena belum tentu bersalah, semua yang terlibat dalam kasus itu harus diproses hukum," timpal Hudi.

Hudi pun mengingatkan agar Kejaksaan Agung tak pandang bulu memeriksa saksi-saksi dalam kasus ini. Di lain sisi dia berharap kesaksian mantan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina Basuki Tjahja Purnama (Ahok) pada hari ini menjadi pintu masuk memeriksa Nicke, Alfian dan lainnya. "Kita percayakan kepada Kejagung, berani bongkar sampai tuntas nggak. Periksa semua diduga terlibat atau mengetahui kasus ini," tanda Hudi.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menyatakan pemeriksaan saksi tergantung pada kebutuhan penyidikan dan untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara. "Apakah (Alfian Nasution) dipanggil atau tidak, tergantung kebutuhan penyidikan," kata Harli.

Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) telah mengungkapkan modus blending yang dilakukan oleh para tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023 itu.

Bahwa menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, berdasarkan hasil penyidikan dan pemeriksaan terhadap para tersangka, fakta yang ada di transaksi RON 88 dan RON 90 (Pertalite) di-blending dengan RON 92 dan dipasarkan di SPBU seharga RON 92 (Pertamax).

“Para tersangka sengaja menurunkan produksi kilang dan produksi minyak mentah dalam negeri, dan mengutamakan impor,” kata Qohar di Jakarta, yang dikutip Jumat (28/2/2025).

Untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional mengimpor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang.

Harga pembelian impor minyak mentah tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri karena di markup oleh pejabat Pertamina yang ditetapkan sebagai tersangka.

Kemudian, dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, melakukan pembelian atau pembayaran untuk RON 92. Padahal, sebenarnya hanya membeli RON 90 atau yang lebih rendah RON 88.

Selanjutnya RON 90 tersebut di-blending di storage atau depo untuk dijadikan RON 92 dan dipasarkan di SPBU. Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan.

Dua tersangka baru, yaitu Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, melakukan modus yang sama melakukan blending tersebut.

Kedua tersangka baru itu dengan persetujuan Riva Siahaan melakukan pembelian RON 90 atau yang lebih rendah dengan harga RON 92, sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang.

Kemudian Maya Kusmaya memerintahkan atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) agar dapat menghasilkan RON 92.

Proses blending tersebut, kata dia, dilakukan di terminal atau storage PT Orbit Terminal Merak milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) atau anak Riza Chalid selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, dan milik Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Total tersangka saat ini sembilan orang, yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, serta Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

Selanjutnya, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

Topik:

Kejagung Korupsi Pertamina PT Pertamina