Korupsi PLN Diusut: Polri PLTU I Kalbar, KPK PLTU Sumbagsel, Kejagung Tower Transmisi Nihil Tersangka!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 Maret 2025 19:16 WIB
Ilustrasi - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Foto: Dok MI/Aswan)
Ilustrasi - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi kembali menyelimuti tubuh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di tengah hangatnya pengusutan korupsi PT Pertamina, mencuat dugaan rasuah di Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Kasus itu menjadi sorotan setelah Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri mengonfirmasi tengah melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat.

Dugaan kasus korupsi di PLN ini disebut merugikan negara hingga Rp1,2 triliun. Bahwa pada tahun 2008, PLN menggelar lelang proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar berkapasitas 2x50 MW dengan pendanaan dari PT PLN (Persero). 

Lelang tersebut dimenangkan oleh KSO BRN, meskipun perusahaan ini diduga tidak memenuhi syarat prakualifikasi serta evaluasi penawaran administrasi dan teknis.

Pada tahun 2009, kontrak proyek senilai USD 80 juta dan Rp507 miliar (sekitar Rp1,2 triliun dengan kurs saat ini) ditandatangani oleh RR selaku Direktur Utama PT BRN dengan FM selaku Direktur Utama PT PLN (Persero). 

Namun, PT BRN kemudian mengalihkan proyek tersebut kepada pihak ketiga, yaitu PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok. Sejak itu, proyek ini mengalami berbagai kendala hingga akhirnya gagal dan terbengkalai pada tahun 2016. 

Hingga kini, proyek tersebut tidak berjalan, dan negara mengalami kerugian yang sangat besar.

Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, Brigadir Jenderal Arief Adiharsa, mengonfirmasi bahwa penyelidikan masih berlangsung. “Masih tahap penyelidikan ya,” kata Arief Adiharsa belum lama ini.

Selain PLTU di Kalimantan Barat, Kortastipidkor Polri juga tengah menelusuri dua kasus lain yang berkaitan dengan PLN.  Namun, Arief masih belum memberikan informasi lebih lanjut terkait struktur tindak pidana korupsi dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. “Belum bisa saya konfirmasikan sekarang,” tegasnya.

Pihak PLN sendiri belum memberikan tanggapan resmi terkait penyelidikan ini. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, begitu dikonfirmasi Monitorindonesia.com, hingga saat ini belum memberikan pernyataan terkait pemeriksaan yang dilakukan oleh Kortastipidkor Polri.

Penting diketahui, bahwa dugaan rasuah bukan kali saja menyelimuti perusahaan pelat merah itu. Tercatat, kasus korupsi PLTU Riau-1 yang melibatkan Direktur Utama PLN; korupsi PLTU Cirebon yang melibatkan Bupati; kasus korupsi proyek pengadaan bahan bakar minyak (BBM) jenis high speed diesel (HSD) yang melibatkan mantan Direktur PT PLN Nur Pamudji hingga kasus perjanjian jual beli batubara yang melibatkan mantan Direktur PT PLN Batubara Khairil Wahyuni.

Selain di Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya mengusut dugaan rasuah di PT PLN itu. 

Bahwa di Kejaksaan Agung mulai menyidik kasus dugan korupsi pengadaan tower transmisi PLN berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.

Namun hingga saat ini tak ada atau nihil tersangka. Padahal sebelumnya Kejagung telah memeriksa sejumlah saksi-saksi. Sesuil duduk perkaranya adalah PT PLN pada tahun 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran sejumlah Rp2,2 triliun lebih.

Dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang melibatkan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 penyedia pengadaan tower itu, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Senin (25/6/2022) silam menyampaikan, awalnya Kejagung menyelidiki pengadaan tower transmisi PLN tersebut. Hasilnya, penyelidik menemukan peristiwa pidana atas pengadaan tower itu.

“Adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,” jelasnya.

Adapun indikasi perbuatan pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi PLN ini, yakni dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. 

Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.

Selanjutnya, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO sehingga memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

“PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%,” tandasnya.

Sementara di KPK, mengusut kasus dugaan korupsi retrofit sistem soot blowing atau penggantian komponen suku cadang di PLTU Bukit Asam PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan. 

Pada Selasa 9 Juli 2024 silam, KPK lantas menahan tiga tersangka itu di Rutan Cabang KPK. Tiga tersangka dimaksud adalah Bambang Anggono (BA, mantan General Manager PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan; Budi Widi Asmoro (BWA), mantan Manager Engineering PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan; dan Nehemia Indrajaya (NI) Direktur PT Truba Engineering Indonesia.

"Kami menetapkan tersangka sekaligus juga untuk melakukan penahanan terkait pekerjaan retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam PT PLN Persero Sumatera Bagian Selatan. KPK telah menetapkan 3 tersangka yaitu BA, BWA, dan NI," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2024) saat itu.

Alex mengatakan mereka akan ditahan selama 20 hari ke depan. Alex menyampaikan tiga tersangka itu ditahan di Rutan Cabang KPK. "Para tersangka dikakukan penahanan untuk jangka selama 20 hari pertama sejak hari ini 9 Juli 2024 sampai 28 Juli 2024 penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK," jelasnya.

Kronologi

Pada 17 Januari 2018, PT PLN (Persero) Pusat menyetujui usulan anggaran yang diajukan PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumbagsel. Diantaranya, memuat anggaran pengadaan retrofit sootblowing sistem PLTU Bukit Asam tahun 2018 sebesar Rp 52 miliar.

Kemudian, para tersangka itu lalu bertemu dan membahas mengenai teknis material supply dan harga penawaran sootblower untuk rencana pekerjaan retrofit sistem sootblowing. Lalu, Budi Widi Asmoro, menunjuk Nehemia Indrajaya sebagai calon pelaksana pekerjaan tersebut.

Selanjutnya, Nehemia mengirimkan spesifikasi teknis sootblower type blower F149 dengan harga penawaran sebesar Rp 52 miliar kepada Budi. Lalu, Budi pun meminta PLTU Bukit Asam untuk menindaklanjuti.

Pada pertengahan 2018, Nehemia dan Budi menyepakati pengerjaan pekerjaan retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam akan dibuat penambahan harga sekitar Rp 25 miliar dari penawaran awal sebesar Rp52 miliar. Penambahan anggaran itu lalu dibuat seolah-olah tersapat perubahan spesifikasi teknis produk jenis sootblower.

Pada Agustus 2018, Bambang Anggono mengajuan penambahan anggaran sebesar Rp 25 miliar dengan dasar seolah-olah terdapat perubahan spesifikasi teknis sootblower dari Type Smart Canon ke Type F149 (eksisting) sehingga terbit SKAI nomor: 4407/KEU.01.01/DIR/2018, tanggal 7 November 2018 dimana diantaranya disetujui perubahan/penambahan anggaran pekerjaan Retrofit Sistem Sootblowing PLTU Bukit Asam menjadi Rp 75 miliar.

Lalu, Nehemia menyiapkan data spesifikasi teknis dan harga penawaran blower type F149 (eksisting) yang telah di-markup dari harga asli pabrikan, sehingga nilai keseluruhan pekerjaan sebesar Rp 74,9 miliar yang dijadikan dasar pembuatan KKP ke-3 secara backdate Tahun 2017 oleh pihak PLTU Bukit Asam. Dokumen itu lalu dijadikan dasar pelaksanaan pengadaan bagian perencanaan pengadaan dan pelaksanaan pengadaan PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumbagsel.

"Hal ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa di BUMN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 dan Edaran Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 0010.E/DIR/2016 Tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Barang/Jasa PT PLN Persero," jelas Alex.

Proses lelang pengadaan dilaksanakan Oktober-November 2018, dengan hasil PT Truba Engineering Indonesia (TEI) ditetapkan sebagai pemenang. Namun, ada sejumlah pengaturan dan kelemahan dalam pelaksanaan tersebut. Yakni:

1. Budi Widi mengarahkan Pejabat Perencanaan Pengadaan agar nilai Harga Perkiraan Engineering dan nilai Harga Perkiraan Sendiri sesuai dengan Harga Penawaran tanpa dilakukan pengecekan harga pasar wajar di mana selanjutnya Harga Perkiraan Sendiri ditetapkan oleh Bambang Anggono. Hal ini tidak sesuai dengan PerDir PLN No 0527.K/dir/2014.

2. Dua peserta lelang yaitu PT Truba Engineering Indonesia dan PT Haga Jaya Mandiri yang memasukkan dokumen penawaran dimiliki oleh pihak manajemen yang sama atau satu kepemilikan.

3. Terdapat kelemahan penilaian Dokumen Administrasi peserta yang seharusnya menggugurkan PT Truba Engineering Indonesia dan PT Haga Jaya Mandiri yaitu tidak terpenuhinya syarat ketersediaan tenaga ahli.

4. Persyaratan Surat Keagenan dijadikan modus Perencana Pengadaan dan Pelaksana Pengadaan untuk memilih PT Truba Engineering Indonesia sebagai pemenang karena satu-satunya pihak yang memiliki Surat Keagenan Pabrikan.

5. Proses review penilaian Value For Money Comitee yang diketuai oleh Bambang Anggono dilaksanakan secara formalitas.

Alex mengatakan PT Truba Engineering Indonesia, melaksanakan seluruh pekerjaan secara sub kontrak dan melakukan pemesanan langsung kepada pabrikan tanpa melalui agen, hal itu untuk mendapatkan harga murah tidak mengikuti harga penawaran awal. Nehemia kemudian disebut memberikan uang kepada pihak-pihak di PLN.

Budi Widi menerima kurang lebih Rp 750 juta. Selain itu ada uang Rp 6 miliar yang telah disetorkan ke rekening penampungan perkara KPK atas penerimaan gratifikasi Budi Widi selama 2015-2018 ketika dia menjabat sebagai Senior Manager Engineering Unit Induk Pembangkitan Sumbagsel.

Selanjutnya Mustika Efendi selaku Deputi Manager Enjiniring menerima Rp 75 Juta. Fritz Daniel selaku Staf Engineering menerima Rp 10 Juta. Handono selaku Pejabat Pelaksana Pengadaan menerima Rp 100 Juta. Riswanto selaku Pejabat Pelaksana Pengadaan menerima Rp 65 Juta. Nurhapi Zamiri selaku Pelaksana Pengadaan menerima Rp 60 Juta.

Feri Setiawan selaku Pejabat Perencana Pengadaan menerima Rp 75 Juta. Wakhid selaku Penerima Barang menerima Rp10 Juta. Rahmat Saputra selaku Penerima Barang menerima Rp 10 juta. Nakhrudin selaku Penerima Barang menerima Rp 10 Juta. Riski Tiantolu selaku Penerima Barang menerima Rp 5 Juta. Andri Fajriyana selaku Penerima Barang menerima Rp 2 juta.

Hal itu dinilai tidak sesuai dengan Perdir PLN Nomor 0010.E/DIR/2016 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Barang/Jasa PT PLN (Persero) Etika Pengadaan.

"Berdasarkan keterangan ahli bahwa terdapat indikasi kemahalan harga sebesar 135 persen dari Rp74,9 miliar. Riil cost PT Truba Enginering Indonesia dalam pelaksanaan pekerjaan retrofit sootblowing sekitar kurang lebih sebesar Rp50 miliar," kata Alex.

"Saat ini auditor sedang merampungkan proses perhitungan final besaran kerugian negara dari perkara tersebut. Kerugian negara yang timbul kurang lebih sekitar Rp25 miliar," bebernya.

Alex menyampaikan akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Apa kata PLN?

PT PLN (Persero) buka suara terkait kasus korupsi retrofit sistem soot blowing atau penggantian komponen suku cadang di PLTU Bukit Asam PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan. PLN mengatakan akan menghormati proses hukum yang tengah dilakukan KPK.

"Menanggapi pemberitaan terkait dugaan korupsi yang tengah diselidiki oleh KPK, PLN menghormati proses hukum yang sedang dijalankan," kata EVP Komunikasi Korporat & TJSL PLN, Gregorius Adi Trianto, Kamis (21/3/2024).

Gregorius mengatakan kasus iu terjadi pada 2017 di Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan. Dia mengatakan unit tersebut telah dilebur ke dalam unit subholding pembangkitan sejak Desember 2022.

Selain itu, Gregorius menjelaskan kabar adanya pegawai PLN yang menjadi tersangka di kasus tersebut. Dia mengatakan dua pegawai yang namanya santer disebut sebagai tersangka bukan lagi menjaga pegawai PLN sejak 2020. "Dua pegawai yang disebutkan dalam pemberitaan sebelumnya sudah tidak lagi menjadi pegawai PLN (pensiun) sejak 2020 dan 2022," tandasnya.

Hingga saat ini, KPK tak kunjung memberikan informasi yang terbaru soal perkembangan kasus ini. Apakah terlalu banyak kasus yang sedang diusut atau hal lain. Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, pada  5 Februari 2025 lalu tidak memberikan respons.

Hanya saja, berdasarkan informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, kasus ini telah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang. Dengan agenda menghadirkan Ahli, Rabu (26/2/2025) sidang berlanjut. 

Dalam persidangan itu, Siswo Sujanto Ahli Kerugian keuangan negara menjelaskan, untuk mencari barang dengan kualitas bagus harga murah makanya di adakan metode lelang. “Bukan penunjukan, yang mempunyai proyek seperti BUMN, Kementrian, panitia tidak boleh mengatur apa lagi melakukan penunjukan,” katanya.

Terkait kerugian negara disebabkan oleh perbuatan melawan hukum, mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara itu yang disebut kerugian keuangan negara.

“Dalam hukum keuangan negara yang sering diterapkan di ilmu Akuntansi, barang diterima namun administrasi diabaikan maka itu salah dan itu harus dihukum, kita menilai bukan dari anggarannya tapi dari perbuatannya, ketika sebuah proyek diadakan dan bermanfaat untuk hal layak ramai namun administrasi nya tidak di penuhi maka itu merupakan pelanggaran hukum,” tegasnya.

Dirinya juga mengatakan, Akuntabilitas adalah kaidah dalam management baik keuangan maupun projek, menyelamatkan keuangannya negara dan asetnya. “Sedangkan untuk orangnya yang tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan maka bisa diambil tindakan,” urai Ahli.

Pengelolaan keuangan di BUMN yang memegang kendali dan koordinator adalah Kementerian keuangan, bisa digunakan di satuan kerja, seperti Direktur Keuangan dan Divisi Keuangan, setiap pengeluaran mereka harus mengendalikan,

“Pengeluaran di BUMN, harus melalui kajian, kajian merupakan suatu syarat mutlak, melalui perencanaan maka akan muncul suatu kegiatan,” tandasnya. (an)

PT PLN 'Kesetrum' Korupsi Buntut Temuan BPK Ini? Baca selengkapnya di sini

Topik:

KPK Polri Kejagung PT PLN Korupsi PLN