Gaji Hakim Rp 25 Juta/Bulan Sisakan Celah Suap, DPR: Kurang Bersyukur, Tampar Muka Hakim Lain!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 April 2025 22:04 WIB
Hakim Djuyamto dan kawan-kawan terima suap CPO Rp 22,5 miliar dulu lantang minta naik gaji, sekarang balas janji Presiden Prabowo dengan pengkhianatan (Foto: Dok MI)
Hakim Djuyamto dan kawan-kawan terima suap CPO Rp 22,5 miliar dulu lantang minta naik gaji, sekarang balas janji Presiden Prabowo dengan pengkhianatan (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Gaji hakim yang mencapai Rp 25 juta per bulan ternyata masih menyisakan celah dugaan suap di lingkaran penegakan hukum. 

Demikian sentilan Anggota Komisi III DPR RI, Jazilul Fawaid merespons 4 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap besar terkait vonis lepas korporasi dalam perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini.

"Itu yang saya sebut (kurang bersyukur), sementara ada hakim yang sebagian di pelosok yang enggak punya fasilitas apapun. Sementara ada sebagian lain menampar mukanya dengan kejadian seperti ini. Oleh sebab itu saya tidak tahu reformasi apa yang akan dilakukan," katanya di Gedung Nusantara IV, Komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (14/54/2025).

Pun dia mempertanyakan soal evaluasi yang dilakukan institusi penegakan hukum lantaran masih banyak hakim dan jaksa yang nakal ketika mengadili suatu perkara di pengadilan.

"Evaluasi apa yang akan dilakukan di lembaga pengadilan kita atau mereka atau lembaga kehakiman yang sedang berbenah. Ini berat kan sih, kemudian itu siklus dengan begini-begini dengan kasus-kasus seperti ini," lanjutnya.

"Karena apa? Tidak ada artinya efisiensi dengan integritas moral yang terjadi di lembaga pengadilan dan lembaga-lembaga hukum lainnya. Saya mengajak, saja mengoreksi, ya sama-sama mengoreksi," imbuh Jazilul Fawaid.

Dia menambahkan bahwa DPR sebagai lembaga pengawasan dan anggaran selalu memberikan dukungan kepada institusi penegakan hukum.

"Kalau butuh anggaran, kita berikan anggaran. Kalau butuh pengawasan yang lebih ketat, kita lakukan secara berkala. Karena apa? Ini kita pemerintahan sedang giat-giatnya membangun, menaikkan kepercayaan publik," bebernya.

Menurut Gus Jazil sapaannya, kalau lembaga hukum di Indonesia bermasalah tidak akan ada orang yang percaya. Termasuk para investor jadi enggan masuk ke Indonesia. "Itu enggak ada orang yang bisa percaya ekonomi kita, investasi kita," katanya menandaskan.

Balas janji Prabowo dengan pengkhiantan!

Salah satu dari tiga hakim yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Djuyamto, yang dikenal publik karena vokal mendesak pemerintah menaikkan gaji hakim. Ia termasuk yang getol menyuarakan tuntutan kesejahteraan pada September 2024 bersama Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI).

Namun kini, Djuyamto bersama dua hakim lainnya Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom malah terciduk karena diduga terlibat skandal suap bersama Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, serta panitera Wahyu Gunawan.

Hakim  Djuyamto, pada September 2024 lalu, menyebut sejak 2012-2024 belum pernah ada kenaikan atau penyesuaian besaran gaji maupun tunjangan untuk para hakim, sehingga Djuyamto menilai perlu untuk mengingatkan pemerintah untuk memberikan kenaikan atau penyesuaian.

Kasus ini bermula dari majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, memberikan vonis lepas (ontslag) kepada tiga korporasi besar dalam perkara korupsi ekspor bahan baku minyak goreng atau CPO, pada 19 Maret 2025.

Tiga grup korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group.

Permata Hijau Group terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.

Kemudian, Wilmar Group terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. 

Dan Musim Mas Group terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.

Tiga hakim yang menangani perkara tersebut yakni Djuyamto (ketua majelis), Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtaro.

Vonis lepas dari ketiga hakim itu mengugurkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung terhadap tiga perusahaan korporasi besar yang terlibat dalam kasus korupsi ekspor CPO. 

Padahal, JPU Kejagung sebelumnya menuntut ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, dengan pelanggaran Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (an)

Topik:

Gaji Hakim Hakim DPR Kejagung