BPK Temukan Subsidi Boros Rp2,92 T: Dirut dan Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia Harus Dicopot!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Mei 2025 23:45 WIB
Direktur Utama (Dirut) PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi (kanan) dan Direktur Pemasaran, Tri Wahyudi Saleh (kiri) (Foto: Kolase MI)
Direktur Utama (Dirut) PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi (kanan) dan Direktur Pemasaran, Tri Wahyudi Saleh (kiri) (Foto: Kolase MI)

Jakarta, MI - Pemerintah didesak segera mencopot Direktur Utama (Dirut) PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi dan Direktur Pemasaran, Tri Wahyudi Saleh, buntut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI soal pemborosan belanja subsidi pupuk selama 2020 hingga 2022, senilai Rp2,92 triliun sebagaimana bahwa dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024.

"Temuan BPK ini kan sudah jelas. Pemerintah harus copot keduanya (Dirut dan Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia). Selanjutnya aparat penegak hukum memeriksa keduanya," tegas Direktur Center of Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadaf dikutip pada Sabtu (30/5/2025).

Di lain sisi, Uchok menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu mengusutnya. Jajaran direksi perusahaan Badan Usahan Milik Negara (BUMN) tersebut.

"Saya kira ini perlu dibongkar KPK. Saya kira tidak sulit karena BPK sudah berikan petunjuknya. Oknum direksi PT Pupuk Indonesia harus bertanggung jawab. Panggil dan periksa semuanya ke KPK," lanjut Uchok.

"Ini harus dibongkar. Karena terkait dengan nasib petani, rendahnya produksi beras nasional serta cita-cita Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan swasembada pangan. Kalau KPK enggak mampu bisa diambil alih Kejaksaan Agung (Kejagung) tuh," timpalnya.

Adapun BPK telah menemukan indikasi pemborosan belanja subsidi pupuk pemerintah selama tahun 2020 hingga 2022 dengan nilai Rp2,92 triliun.

Temuan tersebut diungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK yang dirilis belum lama ini. Dalam laporan tersebut, BPK menyoroti pengalokasian pupuk urea bersubsidi yang dilakukan oleh PT Pupuk Indonesia.

“Di antaranya sebesar Rp2,83 triliun karena pengalokasian pupuk urea bersubsidi oleh PT Pupuk Indonesia belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas produksi operasional dari masing-masing anak perusahaan produsen pupuk.” tulis BPK dalam laporannya.

Selain itu, BPK mencatat kebijakan alokasi pupuk bersubsidi justru cenderung diberikan kepada produsen dengan biaya produksi paling tinggi. Sementara itu, produsen dengan biaya produksi lebih rendah lebih banyak dialihkan untuk proyek-proyek pupuk nonsubsidi.

Perbandingan antara alokasi pada kontrak dan rata-rata tertimbang kapasitas produksi juga menunjukkan bahwa distribusi alokasi subsidi pupuk belum sepenuhnya disesuaikan dengan kemampuan produksi masing-masing anak usaha.

“BPK merekomendasikan kepada Dewan Komisaris PT Pupuk Indonesia agar memberikan peringatan dan arahan kepada Direktur Utama dan Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia,” kata penyidik BPK dalam laporan tersebut.

Menurut BPK, Direksi PT Pupuk Indonesia tidak cermat dan telah melanggar tata kelila yang sehat. Selain itu, Direksi PT Pupuk Indonesia jiuga dianggap kurang mempertimbangkan efisiensi dalam penetapan alokasi pupuk bersubsidi kepada anak perusahaan.

Terkait hal itu, Vice President Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia, Cindy Sistyarani menyatakan, perseroan siap menjalankan rekomendasi BPK. 

"Sebagai BUMN yang patuh pada aturan keuangan negara, kami akan melaksanakan rekomendasi BPK yang tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2024," kata Cindy.

Selama ini, Pupuk Indonesia sudah menjalankan langkah-langkah transformasi untuk meningkatkan efisiensi dan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik. Pihaknya juga telah melakukan digitalisasi, revitalisasi pabrik, dan modernisasi fasilitas produksi untuk memastikan keberlanjutan pabrik.

"Ke depan, Pupuk Indonesia akan semakin mengakselerasi transformasi dan memastikan kebijakan yang dilaksanakan perusahaan menjunjung tinggi prinsip efisiensi dan efektivitas," jelas Cindy.

Topik:

BPK PT Pupuk Indonesia KPK CBA Pupuk Subsidi