Barantin Terseret Korupsi X-ray Rp 82 M, Kini Disoroti DPR karena Raih Opini WDP dari BPK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Juli 2025 19:41 WIB
Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin), Sahat M. Panggabean (Foto: Dok MI/Istimewa)
Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin), Sahat M. Panggabean (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Karantina Indonesia (Barantin) yang terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi pengadaan X-ray statis, mobile X-ray, dan X-ray trailer atau kontainer yang merugikan negara Rp 82 miliar kini diminta DPR RI agar segera membenahi persoalan administrasi internal agar tidak kembali menjadi catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada laporan keuangan tahun-tahun mendatang.

Adapun Barantin merupakan lembaga baru hasil penggabungan Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian dengan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2023.

Permitaan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, saat Rapat Dengar Pendapat bersama Kepala Barantin di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (17/7/2025).

Dalam rapat yang membahas laporan keuangan pemerintah pusat Tahun Anggaran 2024 itu terungkap bahwa Barantin masih meraih opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK.

Alex menekankan bahwa status tersebut seharusnya menjadi pengingat penting bagi Barantin untuk segera melakukan perbaikan pada area yang masih bisa dibereskan secara internal.

“Yang memang bisa diselesaikan di dalam, ya tolong diselesaikan secepatnya, Pak. Karena kalau menunda, itu hanya akan memunculkan temuan lagi ke depannya,” kata Alex di hadapan Kepala Barantin, Sahat Manaor Panggabean.

Dari laporan yang disampaikan, terdapat empat poin utama yang menjadi temuan BPK. Keempatnya mencakup penataan aset yang belum tertib, pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang belum optimal, pertanggungjawaban belanja barang dan jasa yang masih kurang rapi, serta belum rampungnya penetapan kelas jabatan yang berdampak pada belanja pegawai.

Politisi PDI Perjuangan itu pun secara khusus menyoroti soal penetapan kelas jabatan yang hingga pertengahan 2025 belum juga final. Menurutnya, hal ini berisiko memunculkan temuan serupa di audit mendatang.

“Penetapan kelas jabatan ini kan masih proses penyusunan. Sekarang kita sudah Juli 2025, jangan sampai nanti jadi temuan lagi. Jadi saya harap ini bisa segera dituntaskan,” tegasnya.

Komisi IV DPR RI, tegas dia, dapat memahami jika ada hal-hal yang terkait regulasi di tingkat pemerintah pusat, seperti penerbitan Peraturan Pemerintah, yang membutuhkan waktu lebih panjang. Namun untuk urusan teknis dan administratif di internal Barantin, Alex berharap bisa dipercepat.

“Kalau soal Peraturan Pemerintah, itu kami maklumi karena tidak sepenuhnya wewenang Bapak. Tapi yang internal sebaiknya disegerakan,” tegasnya.

Selain itu, Komisi IV DPR juga menyampaikan harapannya agar Barantin mampu meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan sehingga pada laporan tahun mendatang dapat meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Terseret korupsi X-ray Rp 82 miliar

Per 12 Agustus 2024 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah memulai penyidikan untuk dugaan korupsi di Kementan untuk pengadaan X-ray statis, mobile X-ray, dan X-ray trailer atau kontainer pada Badan Karantina Pertanian pada 2021.

Pengusutan kasus ini disebut berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Dalam audit BPK, terungkap bahwa perencanaan pengadaan X-Ray senilai Rp 194.292.099.805 pada Badan Karantina Pertanian belum sesuai ketentuan. 

Badan Karantina Pertanian yang merealisasikan belanja modal pengadaan X-Ray Kontainer berdasarkan kontrak dengan  PT Mitra Karya Seindo (MKS) senilai Rp. 98.660.000.000, ditandatangani pada tanggal 21 Oktober 2021 lalu.

Sementara pengadaan X-Ray Statis dan Mobile X-Ray berdasarkan kontrak dengan PT Rajawali Nusindo senilai Rp. 95.632.099.805 yang ditandatangani pada tanggal 13 September 2021 lalu. 

Namun sayangnya, kedua pengadaan tersebut tidak dapat dilaksanakan tepat waktu.  Bahwa, selama pelaksanaannya terdapat adendum kontrak terkait perpanjangan waktu pekerjaan dan perubahan spesifikasi teknis peralatan karena barang dengan spesifikasi sesuai kontrak sudah tidak diproduksi lagi. 

Terhadap keterlambatan penyelesaian pekerjaan pengadaan X-Ray Kontainer telah dilakukan penyetoran denda keterlambatan ke kas negara sebesar Rp 1.381.240.000,00. 

Sedangkan terhadap keterlambatan penyelesaian pekerjaan pengadaan X-Ray Statis dan Mobile X-Ray belum terdapat penyetoran denda keterlambatan sampai dengan pemeriksaan berakhir. 

Hasil pemeriksaan BPK atas perencanaan kebutuhan X-Ray Kontainer, X-Ray Statis dan Mobile X-Ray, analisis atas dokumen KAK dan permintaan keterangan kepada tim teknis yang membantu PPK dalam perencanaan menunjukkan bahwa tidak terdapat perencanaan yang memadai. 

Dokumen KAK dan tim teknis tidak dapat menjelaskan identifikasi kebutuhan berdasarkan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Sampai dengan pemeriksaan berakhir tidak terdapat dokumen dan penjelasan yang dapat menerangkan terdapat identifikasi kebutuhan secara rinci atas peralatan X-Ray yang didukung dengan data dan informasi yang akurat. 

Selain itu, penetapan penerima, jenis, dan jumlah, X-Ray Kontainer, X-Ray Statis, dan Mobile X-Ray juga tidak didukung dengan identifikasi kebutuhan dan perencanaan yang memadai, dengan penjelasan "Tidak terdapat identifikasi kebutuhan dalam penetapan penerima barang dan penempatan peralatan X-Ray belum mempertimbangkan dampak radiasi yang ditimbulkan dari penelusuran atas penetapan penerima X-Ray diketahui terdapat perubahan penerima barang."

Dalam penetapan penerima X-Ray Kontainer pertama kali direncanakan diterima oleh Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung untuk ditempatkan di Pelabuhan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan. 

Kepala Balai Karantina Kelas I Lampung telah mengajukan perizinan kepada PT ASDP Indonesia Ferry sebagai pengelola Pelabuhan Bakauheni. 

PT ASDP Indonesia Ferry menjelaskan bahwa belum terdapat lokasi yang tepat untuk penempatan peralatan X-Ray Kontainer karena terdapat perencanaan pengembangan pelabuhan. 

Selain itu, Kepala Balai Karantina Kelas I Bandar Lampung juga menjelaskan bahwa peralatan X-Ray Kontainer di Pelabuhan Bakauheni belum tepat karena Pelabuhan Bakauheni merupakan pelabuhan penyeberangan bukan pelabuhan yang melayani bongkar muat kontainer. 

Kemudian, penerapan pemeriksaan dengan X-Ray di Pelabuhan Bakauheni tidak tepat karena radiasi X-Ray berisiko terhadap kesehatan sopir dan kondisi ternak atau makhluk hidup lainnya yang dibawa dalam angkutan truk. 

Lalu, penempatan X-Ray Kontainer dialihkan ke Pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta Utara, namun karena rencana ditempatkan pada lokasi yang dimiliki swasta, maka akan membutuhkan biaya sewa atas lokasi operasional dan lokasi penyimpanan sehingga penempatan X-Ray kontainer dialihkan menjadi ke Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. 

Pada akhirnya, KPA Badan Karantina Pertanian melalui Surat Keputusan Nomor 8371/KPTS/PL.110/K.1/09/2021 Tanggal 29 September 2021 menetapkan satuan kerja Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang sebagai penerima alat X-Ray Kontainer untuk ditempatkan di Pelabuhan Laut Tanjung Mas Semarang. 

Sementara proses tender pengadaan X-Ray Kontainer berdasarkan KAK dan HPS dilakukan dengan perencanaan penempatan di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. 

Namun berdasarkan adendum kontrak terdapat perubahan satuan kerja penerima X-Ray Kontainer menjadi Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya dengan lokasi penempatan yaitu Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya. 

Selanjutnya, perubahan penempatan lokasi dari Pelabuhan Laut Tanjung Mas Semarang ke Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya dilakukan berdasarkan Surat Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Nomor B-6418/PL.010/K.6.A/11/2021 tanggal 6 November 2021 tentang permintaan X-Ray Kontainer. 

Sekretaris Badan Karantina Pertanian menerangkan bahwa perubahan lokasi penempatan dari Pelabuhan Laut Tanjung Mas Semarang karena di Pelabuhan Laut Tanjung Mas Semarang sudah terdapat peralatan X-Ray kontainer yang dimiliki oleh Kantor Bea Cukai Tanjung Mas Semarang. 

Perubahan penempatan lokasi X-Ray Kontainer ke Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya tersebut tidak didukung dengan alasan berupa justifikasi dan data dukung yang menjelaskan bahwa terdapat intensitas kebutuhan peralatan X-Ray yang tinggi sehingga Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya memerlukan X-Ray Kontainer. 

Selanjutnya, hasil observasi di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya diketahui bahwa terdapat peralatan sejenis milik kantor Bea Cukai Tanjung Perak Surabaya. 

Sebelumnya, Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya juga tidak melakukan kerja sama pemanfaatan X-Ray Kontainer milik Kantor Bea Cukai Tanjung Perak Surabaya sehingga tidak ada informasi bahwa Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya membutuhkan peralatan tersebut untuk menunjang pelayanan. 

Selain itu, hasil observasi juga menunjukkan bahwa terdapat potensi keberatan dari pengguna jasa yang akan dikenakan biaya tambahan dalam rangka tindakan karantina yang menggunakan X-Ray kontainer. 

Kepala Kantor Balai Besar Karantina Pertanian dan Petugas Karantina Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya menjelaskan bahwa dalam sosialisasi penggunaan X-Ray Kontainer terdapat keberatan dari pengguna jasa yang akan dikenakan beberapa biaya tambahan. 

Biaya tambahan tersebut meliputi biaya jasa pelabuhan untuk membawa kontainer ke lokasi X-Ray kontainer Bea Cukai dan jasa pelabuhan untuk membawa kontainer ke lokasi X-Ray Kontainer Karantina Pertanian. 

Biaya jasa pelabuhan tersebut dikeluarkan dua kali untuk melakukan tindakan pemindaian oleh peralatan X-Ray dengan hasil/output yang sama. 

Hal tersebut juga terjadi atas perencanaan penetapan penerima/pengguna lima unit X-Ray Statis dan delapan unit Mobile X-Ray, yaitu tidak terdapat data intensitas kebutuhan yang tinggi sebagai dasar merencanakan pengadaan maupun pertimbangan penempatan hasil pengadaan. 

Terdapat beberapa kali perubahan penempatan peralatan X-Ray Statis dan Mobile dan tidak terdapat justifikasi teknis yang didukung dengan data dan informasi akurat terkait perubahan penerima peralatan tersebut. 

Padahal pergeseran atau pemindahan peralatan X-Ray sangat rentan mengganggu sistem pengaturan yang ada dalam peralatan tersebut. 

Selain itu, pengadaan peralatan X-Ray Statis dan Mobile tersebut belum mempertimbangkan faktor kesehatan dan keselamatan atas dampak radiasi terhadap personil yang mengoperasikan peralatan tersebut. 

Tidak terdapat identifikasi kebutuhan dalam penetapan jenis dan jumlah barang dokumen KAK pada pengadaan X-Ray Kontanier, serta X-Ray Statis, dan Mobile X-Ray menjelaskan secara rinci spesifikasi teknis peralatan yang diadakan. 

Penelusuran atas spesifikasi peralatan tersebut kepada beberapa surat penawaran menunjukkan terdapat spesifikasi teknis yang hanya dapat dipenuhi oleh satu merk X-Ray Kontainer, X-Ray Statis, dan Mobile X-Ray, sehingga pengadaan hanya dapat dipenuhi oleh satu merk saja yaitu Smiths. 

Dari pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa tidak terdapat data dan informasi yang akurat untuk mendukung identifikasi kebutuhan atas setiap spesifikasi teknis yang terdapat dalam KAK tersebut. 

Selain itu, tidak terdapat data dan informasi yang akurat terkait jumlah barang yang diadakan.  Sampai dengan pemeriksaan berakhir, Badan Karantina Pertanian tidak dapat menjelaskan secara rinci justifikasi penetapan setiap spesifikasi teknis yang terdapat dalam KAK dan jumlah barang yang diadakan. 

Hasil pengadaan X-Ray belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh penerima pemeriksaan lapangan ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya lokasi penempatan X-Ray Kontainer dan permintaan penjelasan kepada kepala dan petugas Karantina pada Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya menunjukkan bahwa peralatan X-Ray kontainer belum dapat bermanfaat secara optimal.

Selain itu belum terdapat Prosedur Operasional Standar (POS) penggunaan peralatan X-Ray kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak yang menunjukkan tanggung jawab personil karantina dan koordinasi dengan instansi terkait di lokasi pelabuhan, seperti instansi Bea Cukai, instansi pelabuhan, dan instansi terkait lainnya serta belum disediakan sumber daya dalam rangka pelaksanaan tindakan karantina dengan menggunakan X-Ray Kontainer. 

Sementara Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya belum mempunyai anggaran dan sumber daya manusia yang aman dan mampu dalam mengoperasikan peralatan tersebut. 

Sampai dengan pemeriksaan BPK berakhir, peralatan X-Ray kontainer belum dapat bermanfaat secara optimal di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Selain itu, satuan kerja penerima/pengguna peralatan X-Ray statis juga belum dapat memanfaatkan secara optimal. 

Beberapa satuan kerja menempatkan peralatan X-Ray statis di lingkungan kantor, bukan di lokasi pintu pengeluaran dan pemasukan produk pangan, sebagaimana direncanakan. 

Hal tersebut disebabkan belum terdapat perizinan dari otoritas pelabuhan atau bandara terkait penempatan X-Ray Statis. Tak hanya itu, Badan Karantina Pertanian belum melakukan pengurusan izin secara memadai terkait penempatan peralatan tersebut supaya dapat bermanfaat secara optimal. 

Hasil pemeriksaan lapangan di Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya menunjukkan bahwa peralatan X-Ray Statis ditempatkan di kantor, bukan di pintu pengeluaran dan pemasukan produk pangan. 

Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya menjelaskan bahwa belum terdapat anggaran dan kesiapan sumber daya manusia yang memadai dan aman untuk operasional peralatan tersebut di pintu pengeluaran dan pemasukan produk pangan. 

Badan Karantina Pertanian belum mempunyai road map terkait penyiapan POS, anggaran, dan sumber daya manusia karantina yang memadai dan aman dalam rangka pemanfaatan peralatan X-Ray di lingkungan karantina pertanian. 

Atas permasalahan tersebut, KPA Sekretariat Badan Karantina Pertanian menjelaskan bahwa akan disusun road map terkait pemanfaatan X-Ray paling lambat pada Bulan Mei 2022, POS paling lambat pada Bulan Juni 2022, dan revisi anggaran TA 2022 terkait pemanfaatan aset X-Ray pada Bulan Mei 2022. 

Selain itu, telah dilakukan pelatihan bagi pegawai pada satuan kerja penerima alat X-Ray yang akan menjadi operator peralatan. 

Diduga langgar UU No 25/2004

Pengadaan X-Ray Kontainer, X-Ray Statis, dan Mobile X-Ray diduga melanggar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 31 yang menyatakan bahwa perencanaan pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 4, 5, 7 dan Pasal 18. 

Serta berpotensi mengakibatkan pemborosan keuangan negara/hasil pekerjaan tidak efektif atas peralatan x-Ray hasil pengadaan yang belum dapat dimanfaatkan secara optimal sebesar Rp194.292.099.805 dan diduga merugikan Negara. 

Penyebabnya, Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian tidak optimal dalam melaksanakan perencanaan pengadaan dan pemanfaatan hasil pengadaan X-Ray Kontainer, X-Ray Statis, dan Mobile X-Ray tahun 2021.

Monitorindonesia.com pada 13 Oktober 2023 silam, memberitakan bahwa pengadaan X-Ray pada Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2021 diduga kuat markup dan berpotensi rugikan negara ratusan miliar rupiah. 

Disertai dengan bukti pendukung yang sangat kuat, berupa harga pembanding dari X-Ray merk smith dan mobil mercy, dugaan markup dan persekongkolan lelang.

Bahwa laporan kasus ini dilayangkan aktivis antikorupsi melaporkan kasus ini kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) sejak tanggal 29 Juni 2022 lalu. 

Lantas kasus ini diserahkan Kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Namun sayangnya, penanganannya jalan di tempat. Maka, mau tak mau, laporan dilayangkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Pada 12 Agustus 2024, KPK mengumumkan dimulainya penyidikan kasus dugaan rasuah tersebut di tengah hangatnya kasus dugaan rasuah yang menyeret mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Teranyar, KPK memperkirakan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi tersebut mencapai Rp82 miliar. Terkait penyidikan tersebut, pihak KPK telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk memberlakukan cegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhadap enam orang warga negara Indonesia berinisial WH, IP, MB, SUD, CS, dan RF.

Penyidik KPK memberlakukan larangan bepergian ke luar negeri karena enam orang tersebut dibutuhkan keterangannya dalam penyidikan dan harus tetap berada di wilayah Indonesia agar bisa memenuhi panggilan penyidik.

Monitorindonesia.com, telah menanyakan perkembangan kasus ini kepada Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto pada beberapa waktu lalu, namun belum berkomentar lebih jauh. "Belum ada informasi lagi dari pihak penyidik," kata Tessa.

Sementara soal penahanan para tersangka, Tessa menyatakan menunggu perhitungan kerugian negara yang final. "Penahanan para tersangka menunggu selesainya perhitungan kerugian negaranya, serta pemberkasan. Selain itu tentunya ada penilaian subjektif maupun objektif terkait penahan para tersangka oleh Penyidik. Kita tunggu saja sama-sama," tegas Tessa. (wan)

Topik:

KPK BPK DPR Barantin Barantan X-ray Korupsi X-ray