WTP Kementan dengan 'Pelicin' Terendus: Auditor BPK kini 'Digarap' KPK


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Sejumlah Auditor Utama Keuangan Negara (AKN) IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPR) RI telah masuh daftar saksi yang diperiksa lembaga anti rasuah tersebut.
Kuat dugaan bahwa pemeriksaan ini dilaksanakan setelah keterlibatan pihak BPK dalam perkara SYL muncul dalam sidang dugaan pemerasan terhadap pejabat di Kementerian Pertanian.
Lembaga itu disebut pernah meminta uang sebesar Rp12 miliar kepada Kementerian Pertanian untuk mengondisikan audit laporan keuangan agar memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Catatan Monitorindonesia.com, bahwa pada Rabu (30/10/2024) silam, AKN IV BPK RI Syamsuddin sempat diperiksa sebagai saksi dugaan pencucian uang SYL. "Saksi didalami terkait dengan fakta persidangan terkait opini WTP Kementrian Pertanian," kata Jubir KPK Tessa Mahardhika Mahardika saat itu.
Pada Senin (4/8/2025) Syamsuddin kembali dipanggil KPK. Namun Syamsuddin dikabarkan mangkir dari panggil tersebut. “Informasi yang kami peroleh yang bersangkutan tidak hadir,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Selasa (5/8/2025).
Budi pun tidak memerinci alasan ketidakhadiran Syamsuddin. Tapi, ia rencananya akan kembali dipanggil karena keterangannya dibutuhkan. “Ya, tentu (pemanggilannya, red) terkait dengan perkara tersebut ya, TPPUnya (Syahrul Yasin Limpo, red),” jelas Budi.
Catatan Monitorindonesia.com, bahwa selain Saymasuddin, Shinta yang merupakan Kepala Sekretariat AKN IV Auditor Utama Keuangan Negara IV BPK juga sempat masuk daftar saksi pada 22 April 2025 dan 29 April 2025.
Adapun dugaan keterlibatan pihak BPK dalam perkara SYL mencuat dalam persidangan kasus dugaan pemerasan terhadap pejabat di Kementan.
Disebutkan, bahwa ada dua oknum auditor BPK yang disebutkan saksi dalam sidang itu, yakni Victor dan Herul Saleh. Namun, sumber Monitorindonesia.com di BPK RI, menyebutkan bahwa berdasarkan pemeriksaan BPK, tidak ditemukan dugaan pelanggaran kode etik.
Bahkan, KPK sebelumnya telah memfasilitasi BPK RI memeriksa dugaan pelanggaran etik auditor BPK itu, termasuk juga SYL. Saat itu Victor turut diperiksa.
Sementara pada pemeriksaan internal di BPK, juga tidak ditemukan juga dugaan pelanggaran etiknya. "Sudah diperiksa keduanya, tidak ditemukan dugaan pelanggaran etiknya," kata sumber Monitorindonesia.com, Senin (3/6/2024) silam.
Sementara BPK telah menyanggah tudingan tersebut. BPK menegaskan, dalam setiap pelaksanaan tugas pihaknya berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai dasar BPK yaitu independensi, integritas dan profesionalisme.
Jika ada kasus pelanggaran integritas, hal itu disebut dilakukan oleh oknum yang telah melakukan pelanggaran kode etik. "Pelaksanaan tugas pemeriksaan BPK dilakukan berdasarkan standar dan pedoman pemeriksaan serta dilakukan reviu mutu berjenjang (quality control dan quality assurance). Apabila ada kasus pelanggaran integritas, maka hal tersebut dilakukan oleh oknum yang akan diproses pelanggaran tersebut melalui sistem penegakan kode etik," kata BPK dalam keterangannya.
BPK pun menekankan bahwa pihaknya akan menghormati proses persidangan kasus hukum tersebut dan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
"BPK mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan tidak mentolerir tindakan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, kode etik, standar dan pedoman pemeriksaan," jelasnya.
Saat ini BPK telah membangun sistem penanganan atas pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) dan program pengendalian gratifikasi untuk memitigasi risiko terjadinya pelanggaran kode etik BPK, termasuk pemrosesan dan pemberian hukuman kepada oknum di BPK yang terbukti melanggar kode etik, melalui Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.
Dugaan 'pelicin' WTP
Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Hermanto mengungkapkan ditagih oknum BPK terkait uang predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kementan.
Hal itu disampaikan Herman saat memberi kesaksian di hadapan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang perkara dugaan gratifikasi dan pemerasan dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL, eks Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, serta mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2024).
Hermanto menyebut, WTP dari BPK untuk Kementan sempat terganjal program lumbung pangan nasional atau food estate. Sehingga, oknum auditor BPK meminta uang senilai Rp 12 miliar sebagai pelicin.
Ia menyebut pelicin WTP yang diminta berjumlah Rp 12 miliar namun baru dibayarkan Rp 5 miliar. Berdasarkan hal itu, ia mengaku ditagih agar sisanya segera dibayarkan. Jaksa pun menanyakan detailnya dalam persidangan pada Hermanto.
"Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar itu menjadi WTP?" Jaksa bertanya.
"Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan," kata Hermanto.
“Diminta Rp 12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?” Jaksa memastikan. “Iya, (diminta) Rp 12 miliar oleh Pak Victor,” kata Hermanto.
Jaksa juga menanyakan apakah Hermanto mengenal oknum BPK tersebut. "Sebelum kejadian WTP, saksi ada kenal Haerul Saleh? Victor? Orang-orang itu siapa?" tanya Jaksa. "Kenal, kalau Pak Victor itu auditor yang memeriksa kita," kata Hermanto.
Jaksa lalu mendalami pemeriksaan yang BPK yang dilakukan oleh Haerul dan Viktor selaku auditor BPK. Hermanto menyebut terdapat persoalan pada program lumbung pangan nasional atau food estate.
"Bagaimana ada temuan-temuan tapi bisa menjadi WTP. Bisa saksi jelaskan?" Kata Jaksa. “Misal contoh satu, temuan food estate itu kan temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen ya, kelengkapan administrasinya. Istilah di BPK itu BDD (Biaya Dibayar Dimuka), bayar di muka. Jadi, itu yang harus kita lengkapi, dan itu belum menjadi TGR (Tuntutan Ganti Rugi),” kata Hermanto.
Berdasarkan hal itu, ia menyebut terdapat kesempatan Kementan untuk melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan tersebut. Jaksa lalu menanyakan proses pemeriksaan BPK hingga menjadi WTP.
"Saya enggak terlalu (tahu) persis mekanismenya," kata Hermanto.
Dalam sidang tersebut, jaksa menghadirkan empat orang saksi yakni Direktur Perbenihan Perkebunan Kementan, Gunawan; Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Hermanto; Kasubag Tata Usaha dan Rumga Kementan, Lukman Irwanto; dan Bendahara Pengeluaran Direktorat Jendral Prasarana Sarana Pertanian Kementan, Puguh Hari Prabowo.
Adapun SYL telah membantah dugaan permainan WTP di Kementan. "Saya tidak pernah dengar ada bayar-bayar WTP. Saya enggak dengar itu," kata SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024).
Menurut SYL, setiap temuan BPK harus diatensi oleh setiap direktur jenderal. Ia mengaku pada saat itu hanya meminta anak buahnya mengoordinasi temuan BPK dengan baik.
Topik:
KPK BPK Syahrul Yasin Limpo SYL WTP Kementan