Korupsi Bank BJB: Rapuhnya Integritas Lembaga Auditor Negara


Jakarta, MI - Publik kembali dikejutkan oleh kasus Bank BJB. Bukan hanya karena nilai kerugian negara yang mencengangkan, tapi karena aroma busuknya kini merembet ke lembaga tinggi negara: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BPK seharusnya pengawal uang rakyat. Tapi ketika pejabatnya diduga ikut bermain, kepercayaan publik bisa runtuh.
Karena itu, KPK harus bertindak cepat, menuntaskan penyidikan, dan menyeret siapa pun yang terlibat, termasuk pejabat tinggi BPK, ke meja hukum.
Awalnya kasus ini muncul dari audit BPK Jabar, Maret 2024. Dalam LHP PDTT No. 20/LHP/XVIII.BDG/03/2024, BPK menyebut temuan Rp28 miliar. Angka itu seperti remah-remah dibandingkan hasil penyidikan KPK setahun kemudian.
Pada Maret 2025, KPK menetapkan lima tersangka, termasuk Dirut dan Corsec BJB, dengan kerugian negara Rp222 miliar dari modus markup iklan melalui agensi perantara.
Tak berhenti di sana. Agustus 2025, publik terperangah ketika KPK memanggil Ahmadi Noor Supit, Anggota V BPK, untuk dimintai keterangan soal dugaan intervensi audit. Dugaan ini muncul karena perbedaan angka BPK dan KPK terlalu jomplang, dan kabarnya draft awal LHP BPK jauh lebih besar sebelum dipoles menjadi “aman”.
Seakan belum cukup, pada 20 Agustus 2025, Ahmadi kembali diperiksa. Kali ini kapasitasnya sebagai mantan Komisaris BJB, dalam kasus suap perkreditan. Di situ terungkap ada praktik sogok-menyogok untuk memuluskan pinjaman, melibatkan kepala cabang BJB dan direksi BPR Jampang. Ahmadi bersikap kooperatif, tetapi jelas posisi gandanya, di BPK dan BJB, menjadi sorotan publik.
Perbedaan Kerugian versi BPK Vs KPK
BPK hanya menemukan Rp28 miliar, dengan audit terbatas periode 2021–S1 2023, menggunakan metode sampling dan materialitas, berbasis dokumen internal bank.
Namun KPK membongkar Rp222 miliar, dengan audit forensik, data rekening, bukti transfer, dan keterangan saksi, bahkan hingga tahun 2024.
Ini bukan sekadar beda metode. Perbedaan sebesar ini mengindikasikan ada fakta yang hilang atau dihilangkan dalam proses audit BPK. Di sinilah publik mulai curiga: apakah benar ada intervensi oknum di tubuh BPK yang membuat hasil audit tidak mencerminkan kerugian sebenarnya?
Baik dalam kasus iklan maupun kredit, polanya mirip, yaitu: Pejabat bank membuka jalan. Pihak ketiga (agensi atau debitur) jadi perantara.
Pengawas Diduga Bermain
Kalau pola ini benar, artinya ada kerusakan sistemik, dimulai dari ruang rapat direksi BJB, meja agensi iklan, hingga ruang audit BPK.
Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) menekankan, KPK harus menyelidiki kasus korupsi Bank BJB hingga tuntas.
"Tarik semua versi draft LHP BPK, bongkar kertas-kertas kerja audit, dan ikuti aliran dana sampai ke siapa pun yang menerima. Jangan berhenti di level manajemen BJB," katanya.
Dia juga menekankan, BPK harus bersih-bersih internal. Jangan membela oknum. Sebaliknya, buktikan bahwa lembaga ini masih punya integritas dengan membuka perbedaan antara LHP awal dan final secara transparan.
"Publik harus tetap mengawal. Jangan biarkan kasus ini menguap jadi sekadar berita musiman. Uang rakyat ratusan miliar tidak boleh hilang hanya karena dipoles di atas meja audit," katanya.
Iskandar mengatakan, Kasus Bank BJB adalah cermin betapa rapuhnya integritas jika pengawas ikut bermain. BPK bukan lembaga sembarangan, karena konstitusi menempatkannya sebagai benteng terakhir uang negara.
Maka, kata dia, kalau ada oknum di dalamnya yang terbukti mencederai amanah itu, hukum harus ditegakkan sekeras-kerasnya!
"Kita harus tegas: seret oknum anggota BPK ke meja hijau, dan bersihkan lembaga dari pengkhianat rakyat. Jangan biarkan marwah BPK runtuh hanya karena ulah segelintir orang," tandasnya. [Man]
Topik:
korupsi-bank-bjb bank-jabar-banten badan-pemeriksa-keuangan bpk ahmadi-noor-supit golkar kpkBerita Sebelumnya
Menaker Yassierli Prihatin Immanuel Ditangkap KPK
Berita Selanjutnya
KPK Jemput Paksa Rudy Ong Chandra Terkait Kasus Suap IUP di Kaltim
Berita Terkait

Menilik Potensi PT Sungai Budi Group Tersangka Korporasi Kasus Inhutani V dan Bansos
2 jam yang lalu

KPK dan Pola Pembiaran Bobby Nasution dalam Cermin Penyidikan APBD yang Pincang di Sumut
8 jam yang lalu