Djuyamto Harap jadi Hakim Korupsi Terakhir

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 September 2025 22:43 WIB
Djuyamto mengenakan rompi tahanan Kejagung (Foto: Dok MI/Aan)
Djuyamto mengenakan rompi tahanan Kejagung (Foto: Dok MI/Aan)

Jakarta, MI - Dalam persidangan yang menjeratnya sebagai terdakwa di PN Jakpus, Rabu (10/9/2025) hakim nonaktif Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Djuyamto, mengakui bahwa dirinya menerima uang suap korupsi vonis lepas kasus crude palm oil (CPO) yang disiapkan oleh Ariyanto, Marcella Santoso, dan Junaedi Saibih.

Awalnya, Djuyamto diberi kesempatan untuk memberikan pertanyaan kepada Mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rudi Suparmono, yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan. Dia menanyakan pertemuannya dengan seseorang bernama Agusrin Maryono yang menawarkan Rudi uang US$1 juta untuk membantu pengurusan perkara CPO.

"Tadi sebut Saudara ketemu sama Agusrin, itu apakah setelah memanggil majelis atau sebelum?" tanya Djuyamto dalam persidangan.

"Siap, sebelum," jawab Rudi.

"Setelah bertemu Agusrin, tadi kan Agusrin menawarkan [uang], setelah itu Saudara memanggil majelis, ya?" tanya Djuyamto.

"Majelis datang, ya, iya," kata Rudi.

Djuyamto pun mengakui menerima suap dan menekankan bahwa persoalan yang dihadapinya bukan sekadar siapa yang bersalah, tetapi juga bagaimana peristiwa itu bisa terjadi. Ia berharap kasus serupa tidak terulang di masa depan.

“Maksud saya begini yang mulia, kalau soal kami majelis menerima uang, sudah kami akui sejak di penyidikan, kami mengaku bersalah,” kata Djuyamto.

“Tapi persoalannya bukan hanya sekadar mengenai kami bersalah, tapi setidak-tidaknya ini menjadi pelajaran bagi kita ke depan dan saya berharap, kami lah hakim yang terakhir di republik ini untuk menghadapi peristiwa ini,” sambungnya.

Pernyataan Djuyamto itu kemudian diaminkan oleh Ketua Majelis Hakim, Effendi.

“Amin,” ucap Effendi menimpali.

Dalam perkara ini, terdakwa adalah mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sekaligus mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta; mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan; serta tiga hakim yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.

Semuanya didakwa menerima suap atas penjatuhan vonis lepas perkara minyak girenh dengan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group. Total suap Rp 40 miliar dengan pembagian bervariasi.

Hakim nonaktif Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Djuyamto, mengakui bahwa dirinya menerima uang suap korupsi vonis lepas kasus crude palm oil (CPO) yang disiapkan oleh Ariyanto, Marcella Santoso, dan Junaedi Saibih. Hal ini diungkapnya dalam persidangan yang menjeratnya sebagai terdakwa di PN Jakpus, Rabu (10/9/2025).

Awalnya, Djuyamto diberi kesempatan untuk memberikan pertanyaan kepada Mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rudi Suparmono, yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan. Dia menanyakan pertemuannya dengan seseorang bernama Agusrin Maryono yang menawarkan Rudi uang USD 1 juta untuk membantu pengurusan perkara CPO.

"Tadi sebut Saudara ketemu sama Agusrin, itu apakah setelah memanggil majelis atau sebelum?" tanya Djuyamto dalam persidangan.

"Siap, sebelum," jawab Rudi.

"Setelah bertemu Agusrin, tadi kan Agusrin menawarkan [uang], setelah itu Saudara memanggil majelis, ya?" tanya Djuyamto.

"Majelis datang, ya, iya," kata Rudi.

Djuyamto pun mengakui menerima suap dan menekankan bahwa persoalan yang dihadapinya bukan sekadar siapa yang bersalah, tetapi juga bagaimana peristiwa itu bisa terjadi. Ia berharap kasus serupa tidak terulang di masa depan.

“Maksud saya begini yang mulia, kalau soal kami majelis menerima uang, sudah kami akui sejak di penyidikan, kami mengaku bersalah,” kata Djuyamto.

“Tapi persoalannya bukan hanya sekadar mengenai kami bersalah, tapi setidak-tidaknya ini menjadi pelajaran bagi kita ke depan dan saya berharap, kami lah hakim yang terakhir di republik ini untuk menghadapi peristiwa ini,” sambungnya.

Pernyataan Djuyamto itu kemudian diaminkan oleh Ketua Majelis Hakim, Effendi.

“Amin,” ucap Effendi menimpali.

Sebelumnya, mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rudi Suparmono. mengaku pernah ditawari uang sebesar USD 1 juta oleh seaeorang bernama Agusrin Maryono. Akan tetapi, Rudi mengaku untuk tak menindaklanjutinya.

Dalam perkara ini, terdakwa adalah mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sekaligus mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta; mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan; serta tiga hakim yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.

Semuanya didakwa menerima suap atas penjatuhan vonis lepas perkara minyak girenh dengan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group. Total suap Rp 40 miliar dengan pembagian bervariasi.

Topik:

Hakim