Kejagung Menyoal Gugatan Nadiem, Tersangka Korupsi Chromebook

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 September 2025 17:54 WIB
Kapuspenkuk Kejagung Anang Supriatna (Foto: Dok MI/Ist)
Kapuspenkuk Kejagung Anang Supriatna (Foto: Dok MI/Ist)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat bicara soal permohonan praperadilan yang dilayangkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.

Kejagung menyatakan, pengajuan praperadilan tersebut merupakan hak Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan, hingga kini tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung belum menerima panggilan (relaas) sidang terkait permohonan praperadilan tersebut.

Menurutnya, upaya praperadilan oleh tersangka kasus tindak pidana telah diatur dalam KUHAP yang diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014. Bagi Kejagung, gugatan itu sekaligus sebagai check and balance sebagai aparat penegak hukum.

"Namun demikian, itu merupakan suatu hak bagi tersangka dan penasihat hukumnya," kata Anang di Gedung Utama Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (23/9/2025).

Sementara terkait belum adanya perhitungan kerugian negara yang pasti atas penetapan tersangka terhadap Nadiem, dia enggan mengomentari lebih jauh. Menurutnya, hal itu merupakan materi pokok perkara. Pembuktiannya melalui persidangan.

"Kalau praperadilan itu konsepnya hanya sah atau tidaknya penyitaan, penangkapan, penggeledahan, dan diperluas penetapan tersangka. Itu aja. Terkait dengan yang tadi (penghitungan kerugian negara) disampaikan, itu masuk pokok perkara, itu nanti di persidangan (pengadaan tipikor)," jelasnya.

Nadiem mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (23/9/2025). 

"Hari ini daftar permohonan praperadilan atas nama Pak Nadiem Anwar Makarim," kata salah satu tim kuasa hukum Nadiem, Hana Pertiwi di PN Jakarta Selatan, Selasa siang.

Dia menjelaskan, ada dua poin utama yang bakal digugat dalam permohonan kliennya. Pertama, soal penetapan tersangka Nadiem dalam kasus rasuah ini, dan kedua mengenai penahanannya.

"Penetapan tersangkanya karena tidak ada dua alat bukti permulaan yang cukup, salah satunya bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang. Instansi yang berwenang itu kan BPK atau BPKP. Dan penahanannya kan otomatis kalau penetapan tersangka tidak sah, penahanan juga tidak sah," bebernya.

Diketahui, Kejagung telah menetapkan Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019–2022, Kamis (4/9/2025) lalu.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan, praktik dugaan rasuah ini berawal dari pertemuan antara Nadiem dengan Google Indonesia pada Februari 2020 lalu untuk membahas produk perusahaan teknologi raksasa tersebut. 

"Yaitu dalam program Google For Education dengan menggunakan Chromebook yang bisa digunakan oleh kementerian, terutama kepada peserta didik," beber Nurcahyo dalam konferensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).

Pertemuan dilakukan beberapa kali, sampai akhirnya disepakati nahwa produk dari Google, yaitu Chrome OS (operation system) dan Chrome Device Management (CDM) akan digunakan dalam proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Berikutnya, Nadiem mengundang jajarannya di Kemendikbudristek mulai dari Dirjen PAUD Dikdasmen, Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek, termasuk dua staf khususnya yakni Fiona Handayani dan Jurist Tan, pada 6 Mei 2020.

Pertemuan melalui zoom meeting tersebut dilakukan sebagai upaya mewujudkan kesepakatannya dengan Google Indonesia.

"Rapat itu membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK, yaitu menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM. Sedangkan saat itu pengadaan alat TIK ini belum dimulai," bebernya.

Demi meloloskan produk Google berupa Chromebook dalam pengadaan di Kemendikbudristek, Nadiem menjawab surat Google. Dia meminta agar pihak Google ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di kementerian yang dipimpinnya.

Padahal, kata Nurcahyo, surat Google tersebut tidak dijawab oleh menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy. Sebab, uji coba Chromebook tahun 2019, gagal.

Chromebook tidak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar atau daerah terluar, tertinggal terdepan (3T). Sebab, butuh internet untuk mengoperasikannya. Sementara akses internet di Tanah Air belum merata.

"Atas perintah NAM dalam pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020, yang akan menggunakan Chromebook, SW (Sri Wahyuni) selaku Direktur SD dan M (Mulatsyah) selaku Direktur SMP membuat juknis (petunjuk teknis), juklak (petunjuk pelaksanaan) yang spesifikasinya sudah mengunci yaitu Chrome OS," ungkap Nurcahyo.

Kemudian tim teknis membuat kajian review teknis yang dijadikan spesifikasi teknis dengan menyebut Chrome OS. Pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021.

Nurcahyo menyebut, perbuatan Nadiem telah melanggar sejumlah ketentuan, yakni Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis dana alokasi khusus fisik tahun anggaran 2021.

Kemudian, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang pengadaan barang jasa pemerintah.

Serta, Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021 tentang pedoman perencanaan pengadaan barang jasa pemerintah.

"Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan TIK diperkirakan senilai kurang lebih Rp 1,98 triliun, yang saat ini masih dalam penghitungan oleh BPKP," jelasnya.

Atas perbuatannya, Nadiem Makarim dijerat dengan sangkaan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Topik:

Kejagung