Kapan Adik Jusuf Kalla cs Dijebloskan ke Sel Tahanan?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 November 2025 8 jam yang lalu
Halim Kalla (Foto: Istimewa)
Halim Kalla (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Sejak diumumkan sebagai tersangka korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (Kalbar) pada Senin 6 Oktober 2025 lalu, Halim Kalla, adik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sekaligus Presiden Direktur PT Bakti Resa Nusa (BRN) dan kawan-kawan hingga saat ini belum dijebloskan juga ke sel tahanan.

Tiga tersangka lainnya itu adalah Fahmi Mochtar, Direktur Utama PLN 2008-2009; RR, Direktur PT BRN; dan Hartanto Yohanes Liem, Direktur Utama PT Praba Indopersada.

Wakil Direktur Penindakan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri Kombes Bhakti Eri Nurmansyah mengatakan pihaknya masih memperkuat keterangan saksi, dokumen, dan data sebelum memanggil tersangka.

“Nantinya kami akan memanggil tersangka dan kemudian apabila dibutuhkan bisa saja kami lakukan tindakan penahanan,” kata Bhakti dikutip pada Sabtu (1/11/2025).

Peran Halim Kalla

Dirtindak Kortas Tipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto mengungkapkan peran Halim Kalla dalam perkara ini. "FM selaku dirut PLN telah melakukan pemufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN dengan tujuan untuk memenangkan lelang PLTU 1 Kalimantan Barat," katanya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).

Brigjen Totok menjelaskan roses penyelidikan kasus telah dilakukan sejak 2024. Sebanyak 65 saksi dan 5 ahli sudah diperiksa penyidik untuk membuat kasusnya terang benderang.

Polisi juga menerima laporan hasil pemeriksaan investigatif perhitungan kerugian negara dari BPK, yang mana kerugian negara berupa total loss senilai USD 62,410,523.20 dan Rp. 323.199.898.518.

Hasil penyelidikan ditemukan fakta tahun 2008 PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap PLTU 1 Kalimantan Barat dengan kapasitas output sebesar 2x50 MW.

Proyek tersebut dibangun di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat

"Selanjutnya, dalam pelaksanaan lelang diketahui Panitia Pengadaan atas arahan Direktur Utama PLN, tersangka FM telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN – Alton – OJSC meskipun tidak memiliki syarat teknis maupun administrasi," tuturnya.

Diduga kuat perusahaan Alton – OJSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN. 

Pada tahun 2009 sebelum dilaksanakan penandatanganan kontrak, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan ke PT Praba Indopersada dengan Dirutnya tersangka HYL dengan kesepakatan pemberian imbalan fee ke PT BRN. 

Kemudian, HYL diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN.  "Dalam hal ini diketahui bahwa PT Praba juga tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalimantan Barat. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009 dilakukan penandatanganan kontrak oleh tersangka FM selaku Dirut PLN dengan tersangka RR selaku Dirut PT BRN dengan nilai kontrak 80.848.341 USD dan 507.424.168.000 sekian atau total kurs saat itu Rp1,254 triliun," bebernya.

Dia menjelaskan bahwa pada tanggal efektif kontrak 28 Desember 2009 dengan masa penyelesaian sampai tanggal 28 Februari 2012. 

Pada akhir kontrak, KSO BRN maupun PT Praba Indopersada baru menyelesaikan 57 pekerjaan, lalu telah dilakukan beberapa kali amandemen sebanyak 10 kali dan terakhir 31 Desember 2018.

"Fakta sebenarnya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,56 persen. Sehingga, PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar dan sebesar 62,4 juta USD," tukasnya.

Adapun kasus ini merupakan take over dari Polda Kalbar yang telah melakukan penyelidikan sejak tahun 2021 lalu. Kemudian, kasus korupsi tersebut dilimpahkan ke Bareskrim Polri pada Mei 2024.

Topik:

Polri Halim Kalla Korupsi PLTU 1 Kalbar Korupsi PLN