Eks Dirjen Aptika Kominfo Semuel Didakwa Rugikan Negara Rp140 M di Korupsi PDNS

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 11 November 2025 06:01 WIB
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang juga mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024 Semuel Abrijani Pangerapan mengikuti sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang juga mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024 Semuel Abrijani Pangerapan mengikuti sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Jakarta, MI - Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) periode 2016–2024, Semuel Abrijani Pangerapan, didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp140,86 miliar dalam proyek pengadaan dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) tahun 2020–2022.

Semuel diduga menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya PT Aplikanusa Lintasarta dan menerima suap sebesar Rp6 miliar.

“Perbuatan melawan hukum Semuel dilakukan bersama-sama dengan para terdakwa lain,” kata Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung, Muhammad Fadil Paramajeng dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).

Selain Semuel, JPU juga mendakwa sejumlah pihak lain, yakni Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta periode 2014–2022 Alfi Asman, Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan Dirjen Aptika Kemenkominfo periode 2019–2023 Bambang Dwi Anggono, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDNS 2020–2022 Nova Zanda, serta Account Manager PT Dokotel Teknologi periode 2017–2021 Pini Panggar Agusti.

Jaksa menuturkan, kasus bermula pada Oktober 2019, ketika Semuel bersama Bambang dan Alfi mengadakan pertemuan untuk membahas pemenang tender proyek PDNS (Infrastructure as a Service/IaaS) tahun 2020 yang diarahkan kepada PT Aplikanusa Lintasarta.

“Dilaksanakannya penyelenggaraan pusat data dengan skema sewa kepada pihak ketiga pada tahun 2020 mengakibatkan ketergantungan pada pelaksanaan penyimpanan data instansi pusat dan daerah di tahun-tahun berikutnya,”
kata jaksa.

Akibatnya, pada 2021, Kemenkominfo kembali menunjuk perusahaan yang sama untuk proyek serupa dengan dalih layanan PDNS tidak boleh berhenti.

Untuk memastikan PT Aplikanusa Lintasarta tetap menjadi penyedia jasa, Semuel pada 21 Desember 2020 menandatangani nota dinas berisi permohonan pertimbangan regulasi kepada Inspektur Jenderal Kemenkominfo, yang mengusulkan agar pengadaan dilakukan dengan penunjukan langsung.

“Permohonan diajukan dengan dalih layanan PDNS tahun 2020 tidak dapat berhenti sehingga harus melakukan pengadaan layanan dengan mekanisme penunjukan langsung kepada penyedia sebelumnya,”
ungkap JPU.

Inspektorat kemudian menyetujui mekanisme gabungan antara penunjukan langsung dan tender. Proses serupa juga terjadi pada tahun 2022, di mana PT Aplikanusa Lintasarta kembali memenangkan tender penyediaan layanan komputasi awan PDNS.

Dalam pelaksanaan proyek tersebut, JPU menduga Semuel meminta uang Rp6 miliar kepada Alfi sebagai imbalan atas terpilihnya perusahaan tersebut, yang disampaikan melalui saksi Irwan Hermawan.

Atas perbuatannya, Semuel dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Topik:

Korupsi PDNS