Kabiro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes Liendha Diperiksa KPK terkait Pengusulan DAK Proyek RSUD Koltim

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 November 2025 06:00 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: Dok MI/Aldiano Rifki)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: Dok MI/Aldiano Rifki)

Jakarta, MI - Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Liendha Andajani (LA) diperiksa KPK terkait proses pengusulan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kemenkes untuk pembangunan proyek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur (Koltim) melalui aplikasi, Rabu (12/11/2025).

“Saksi diperiksa terkait proses pengusulan DAK fisik pembangunan RS melalui aplikasi. Di mana penganggaran dalam pembangunan RS ini bersumber dari anggaran DAK Kemenkes,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

Liendha menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu hari ini. Ia diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan suap proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur.

Materi serupa juga ditanyakan penyidik kepada Sekretaris Ditjen Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Sunarto (SUN). Namun, Sunarto meminta agar jadwal pemeriksaannya dimajukan dan akhirnya diperiksa pada Selasa (11/11/2025), meski seharusnya dijadwalkan pada Rabu ini.

Sementara itu, seorang staf di Ditjen Yankes Kemenkes bernama Nur tidak hadir dalam pemeriksaan hari ini dan akan dijadwalkan ulang.

“Saksi Sdr. SUN, meminta jadwal dimajukan dan sudah dilakukan pemeriksaan pada hari kemarin, Selasa (11/11). Saksi NUR, meminta penjadwalan ulang,” jelas Budi.

Dalam kasus ini, teranyar KPK telah menetapkan tiga tersangka baru yakni staf Kemenkes Hendrik Permana (HP), orang kepercayaan Abdul Azis, Yasin (YS), serta konsultan penghubung antara kontraktor dan pejabat pembuat komitmen, Aswin Griksa Fitranto (AGF).

Adapun kasus dugaan suap ini bermula dari OTT KPK pada Kamis (7/8/2025) yang mengamankan 12 orang. Abdul Azis ditangkap keesokan harinya, Jumat (8/8/2025), setelah menghadiri Rakernas Partai NasDem 2025 di Hotel Claro, Makassar. KPK kemudian menetapkan lima tersangka dalam kasus suap proyek RSUD senilai Rp126,3 miliar tersebut, termasuk Abdul Azis, Andi Lukman Hakim, Ageng Dermanto, Deddy Karnady, dan Arif Rahman.

Dalam konstruksi perkara, proyek ini merupakan bagian dari program prioritas nasional sektor kesehatan dalam kerangka Quick Wins Presiden untuk mendukung implementasi RPJMN 2025–2029. Proyek peningkatan tipe RSUD dari tipe D ke tipe C dengan anggaran DAK senilai Rp4,5 triliun itu diduga disalahgunakan.

Pada Desember 2024, Kementerian Kesehatan menunjuk langsung lima konsultan desain RSUD, termasuk RSUD Kolaka Timur. Selanjutnya, pada Januari 2025, Pemkab Koltim bersama Kemenkes mengatur proses lelang proyek. Ageng Dermanto diduga memberikan uang kepada Andi Lukman Hakim, sementara Abdul Azis diduga mengatur agar PT Pilar Cerdas Putra (PT PCP) memenangkan lelang pada Maret 2025.

Praktik suap tersebut mulai terendus pada April 2025, ketika Ageng Dermanto memberikan uang Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakim. Pada Mei hingga Juni 2025, PT PCP menarik dana Rp2,09 miliar, dengan Rp500 juta diserahkan kepada Ageng Dermanto. Permintaan commitment fee sebesar 8 persen dari nilai proyek atau sekitar Rp9 miliar kemudian muncul. Pada Agustus 2025, Deddy Karnady menarik cek Rp1,6 miliar dan menyerahkannya kepada Ageng Dermanto untuk disalurkan kepada staf Abdul Azis. KPK mengamankan uang Rp200 juta sebagai bukti awal dalam OTT.

Dalam penyidikan, Deddy Karnady (DK) dan Arif Rahman (AR) disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Abdul Azis (ABZ), Ageng Dermanto (AGD), dan Andi Lukman Hakim (ALH) disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Topik:

KPK