Kasus Korupsi Impor Garam, Kejagung Cecar Anak Buah Airlangga Hartato

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 September 2022 00:37 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian Musdhalifah Machmud (MM) sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas impor garam industri tahun 2016-2022, Selasa (20/9) kemarin. Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jampidsus Kejagung, Kuntadi, mengatakan bahwa Musdhalifah dicecar tentang regulasi impor garam. "Ya kan kita butuh informasi dia sebagai pihak yang tahulah tentang regulasi," katanya, Kamis (22/9). Kuntadi menerangkan pihaknya juga mencecar Musdhalifah terkait apakah kebijakan impor garam itu sudah tepat dan benar. Dia mengatakan dalam kasus impor garam ini dibutuhkan banyak informasi sehingga Musdhalifah tidak diperiksa hanya satu kali. "Kita kan lihat apakah kebijakan-kebijakan itu sudah tepat dan sudah benar. Ini kan menyangkut, ini kan kebetulan case yang membutuhkan informasi yang banyak kan, ada beberapa kasus kan, itu yang menyebabkan mungkin dia (MM) terlihat sering mondar-mandir," ucap Kuntadi. Diketahui, pemeriksaan itu dilakukan di gedung bundar Kejaksaan Agung (Kejagung). Merujuk pada situs Kemenko Perekonomian, Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian saat ini dijabat oleh Musdhalifah Machmud (MM). Kejagung mengusut perkara dugaan korupsi di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kali ini perkara yang diusut berkaitan dengan impor garam industri. "Pada tahun 2018 Kementerian Perdagangan menerbitkan persetujuan impor garam industri pada PT MTS, PT SM, PT UI tanpa melakukan verifikasi sehingga menyebabkan kelebihan impor garam industri," ucap Jaksa Agung ST Burhanuddin di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Senin (27/6). Dalam perkara ini, lanjut Burhanuddin, belum ada tersangka yang ditetapkan. Namun dia menekankan kasus ini membuat para pelaku UMKM menjadi korban. "Dan yang lebih menyedihkan lagi, garam ini yang tadinya khusus diperuntukkan untuk industri, dia dicetak dan menggunakan SNI artinya lagi yang seharusnya UMKM yang mendapat rezeki di situ dari garam industri dalam negeri ini, mereka garam ekspor dijadikan sebagai industri Indonesia yang akhirnya yang dirugikan para UMKM, ini adalah sangat-sangat menyedihkan," kata Burhanuddin. "Akibat perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian negara, kami sesuai dengan undang-undang bukan hanya atas kerugian keuangan tapi perekonomian negara karena garam dalam negeri tidak mampu bersaing dengan harga barang impor," imbuhnya. Sebagai informasi, tahun 2018 terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapatkan kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau senilai Rp 2 triliun lebih. Persetujuan impor itu disebut tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri.