Mahfud MD, Tito dan Firli Dituntut Bayar Kompensasi Terhadap Lukas Enembe!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 November 2022 04:55 WIB
Jakarta, MI - Kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Papua yang menyeret nama Lukas Enembe kini masih menjadi polemik yang tak kunjung terselesaikan. Bahkan Gubernur Papua itu tidak kunjung memenuhi panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bukan cuma Lukas yang mangkir. Anak dan istrinya yang juga sudah dipanggil KPK untuk menjadi saksi kasus dugaan penyalahgunaan wewenang hingga merugikan negara turut mangkir. Lukas disebut sakit parah hingga tidak bisa berangkat ke Jakarta. Kabarnya sudah empat kali stroke hingga kondisi yang terlalu intens, seperti diinterogasi oleh penyidik KPK, dikhawatirkan akan membuat dia kembali stroke. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga telah mengatakan Polri menyiapkan 1.800 personel di Papua untuk membantu KPK menjemput Lukas Enembe. Kemudian, Menkopolhukam Mahfud MD juga sudah menyebut, tidak ada rekayasa politik dalam penetapan tersangka Lukas atas kasus suap dan gratifikasi. Penetapan tersangka Lukas pun terus memicu polemik di Papua. Aksi unjuk rasa di Papua dan Jakarta muncul akibat penetapan tersangka Lukas. Para pendemo menuding penetapan tersangka sarat akan tujuan politik serta sebagai upaya kriminalisasi terhadap Gubernur Papua. Bahkan pemimpin Adat (Ondoafi) Kampung Abar Sentani, Jayapura, Papua, Cornelis Doyapo berharap kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe segera diselesaikan. Kasus tersebut perlu diselesaikan karena masyarakat Papua menginginkan kedamaian dan tidak terganggu dengan masalah apa pun. Lukas Enembe juga telah dikukuhkan menjadi kepala suku besar di Papua usai mengklaim mendapat kesepakatan dari tujuh wilayah adat. Namun kebijakan ini menuai sorotan hingga ditentang tokoh masyarakat Papua. Lukas Enembe resmi diangkat sebagai kepala suku besar usai dikukuhkan di kediaman pribadi Lukas Enembe di Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Jayapura, Papua pada Minggu (9/10). Pengukuhan dilakukan Dewan Adat Papua (DAP) yang dihadiri dari 7 wilayah. Teranyar, Pengacara Gubernur Papua, Lukas Enembe, Aloysius Renwarin kini mengklaim bahwa dewan adat di Papua telah secara resmi memanggil Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk menghadiri sidang adat. Selain Mahfud, dewan adat Papua juga disebut memanggil Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. Mereka dipanggil karena melontarkan tuduhan miring terhadap Lukas Enembe. Salah satunya terkait dana Otonomi Khusus (Otsus) Rp 1.000,7 triliun dan setoran tunai ke kasino judi Rp 560 miliar. "Sekarang masyarakat adat sudah gelar sidang kemarin tentang pemanggilan sama Pak Firli, Pak Tito Karnavian, terus Pak Mahfud MD," kata Aloysius kepada wartawan, dikutip pada Selasa (1/11). Menurut Aloysius, dewan adat telah mengetok palu sidang yang pertama dan menyatakan pemanggilan terhadap Mahfud, Tito, dan Firli. Sidang tersebut menyimpulkan Mahfud, Tito, dan Firli akan dipanggil untuk kedua kalinya. Mereka bakal dituntut membayar kompensasi terhadap Lukas. "Nanti harus bayar itu kompensasi harga diri Gubernur Papua itu sekian triliun," ujarnya Tidak hanya itu, Aloysius juga menyebut Mahfud MD, pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Tito, serta Kapolda Papua perlu dilaporkan ke Mabes Polri. Laporan dilakukan terkait pernyataan dana otonomi khusus Papua Rp 1.000,7 triliun, setoran judi online Rp 560 miliar, dan tudingan lainnya. "Pak Mahfud MD juga perlu dilapor ke Mabes Polri karena pernyataan Mahfud kan sangat miris, termasuk Pak Kapolda, Pak Tito Karnavian juga perlu dilapor," pungkasnya. Diketahui, Lukas Enembe menjadi sorotan karena menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Papua. Pengacara mengatakan Lukas disebut menerima gratifikasi Rp 1 miliar. Sementara itu, Mahfud MD pernah menyebut kasus yang menjerat Lukas bukan hanya suap dan gratifikasi. Kemudian, beberapa persoalan lain seperti pengelolaan dana Pekan Olahraga Nasional (PON) dan dana operasional pimpinan juga didalami. Mahfud juga pernah menyebut sejak 2001 pemerintah telah mengeluarkan Rp 1000,7 triliun dana otonomi khusus untuk Papua. Namun, kata dia, dana tersebut tidak membuahkan apapun. "Rakyatnya tetap miskin, marah kita ini, negara turunkan uang rakyatnya miskin seperti itu. Rp 1000,7 triliun itu sejak 2001 ada UU Otsus” kata Mahfud saat itu. Menurut Mahfud, rakyat Papua tetap menderita lantaran uang itu diduga digunakan untuk berfoya-foya dan dikorupsi. "Sejak zaman pak Lukas Enembe Rp 500 triliun lebih, tidak jadi apa-apa juga, rakyatnya tetap miskin, pejabatnya foya-foya,” bebernya. Sementara itu, PPATK mengungkap adanya aktivitas tak wajar keuangan Lukas. Ia diduga menyetorkan uang Rp 560 miliar ke kasino judi. Tak hanya itu saja, KPK juga sebelumnya mengaku mengantongi bukti dan informasi dugaan tindak pidana pencucian uang Gubernur Papua Lukas Enembe melalui judi kasino di Singapura. "Karena selama ini mungkin nyata-nyata terditect (terdeteksi) ini yang disampaikan oleh PPATK yang di kasino ini, yang salah satu cara yang cukup unik, tidak biasa," kata Karyoto saat itu. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata memastikan bakal mendalami transaksi mencurigakan Gubenur Papua Lukas Enembe. Berdasarkan laporan PPATK, transaksi mencurigakan Lukas hingga ratusan miliar. (MI/Aan)