Apa Kabar Jaksa 'Ogah' Tempatkan Justice Collaborator Richard Eliezer?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 15 Februari 2023 14:31 WIB
Jakarta, MI -  Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E telah divonis 1,5 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, pada hari ini, Rabu (14/2). Sebelumnya, JPU telah menuntut Richard dengan pidana 12 tahun penjara. Tuntutan ini sempat membuat masyarakat merasa heran, mengapa Richard Eliezer yang berperan sebagai justice collaborator dituntut 12 tahun penjara? Kata Kejaksaan Agung, rekomendasi justice collaborator (JC) terdakwa Richard Eliezer yang direkomendasikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah terakomodir dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum sehingga tuntutan pidananya jauh lebih ringan dibandingkan Ferdy Sambo. "Terdakwa mendapatkan tuntutan pidana jauh lebih ringan dari terdakwa Ferdy Sambo sebagai pelaku intelektual," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana di Jakarta, Kamis (19/1) lalu. [caption id="attachment_521372" align="alignnone" width="689"] Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana (Foto: Doc MI)[/caption] Ketut mengatakan terdakwa Richard Eliezer merupakan seorang bawahan yang taat pada atasan untuk melaksanakan perintah yang salah, sekaligus menjadi eksekutor pembunuhan Brigadir J. Itulah yang membuat Richard Eliezer tak memenuhi kriteria sebagai justice collaborator karena notabene sebagai pelaku utama pembunuhan berencana ini. Sementara itu, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana, juga bahwa untuk pelaku (Rizchard Eliezer), tidak bisa JC (justice collaborator) pelaku utama. "Ini saya luruskan ini. Di undang-undang tidak bisa," katanya. [caption id="attachment_516651" align="alignnone" width="656"] Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana (Foto: MI/Aswan)[/caption] Kendati demikian, pernyataan tersebut pun dibantah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Bahkan, LPSK mendesak Kejagung harus membaca kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Di sisi lain, Kejagung dinilai memakai kacamata kuda, yang artinya menyampaikan pernyataan tanpa melihat secara seksama terhadap UU Perlindungan Saksi dan Korban. Namun pada kenyatannya, hari ini keluarga Richard Elizer, Kuasa Hukumnya dan masyarakat merasa riuh dengan divonisnya Richard Eliezer dengan pidana 1,5 tahun penjara. Menananggapi vonis ringan terhadap Richard Eliezer ini, praktisi Hukum Saor Siagian yang turut hadir dalam sidang kali ini, menilai bahwa sebenarnya jaksa penuntut umum (JPU) telah kehilangan kemewahannya dalam menunut Richard Eliezer yang sebelumnya 'ogah' menetapkan justice collaborator dari LPSK itu. "Jaksa dari awal 'ogah' menempatkan justice collaborator Richard Eliezer, dia kehilangan sudah kemewahan sebenarnya tidak menetapkannya,  supaya Justice Collaborator dibuat dalam tuntutannya. Tapi disisi lain akhirnya direplik, diakui bahwa kemudian sebagia justice collaborator. Jaksa  tidak berani melawan tuntutannya itu. Makanya dari awal saya bilang hakimlah sebagai benteng keadilan, hadir dengan memutus kasus ini," kata Saor saat ditemui Monitor Indonesia di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. [caption id="attachment_523134" align="alignnone" width="701"] Saor Siagiann (Foto: MI/Aswan)[/caption] "Supaya jaksa ini harus selamat, karena kasus ini sangat serius, justice collaborator,  tidak ada alasan bagi jaksa untuk banding, karena dia tidak lihai semuanya, dari 12 tahun atau 1,5 tahun, tetapi hakim tegak lurus dengan putusannya," sambungnya. Richard Eliezer Divonis 1,5 Tahun Penjara Sebagaimana diketahui, bahwa mantan ajudan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo itu terbukti bersala turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. "Mengadili, menyatakan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana 1 tahun dan 6 bulan penjara," kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Rabu (15/2). [caption id="attachment_509866" align="alignnone" width="704"] Ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso (Foto: MI/Aswan)[/caption] Richard Eliezer dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Eliezer dinyatakan sebagai pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC). Richard Eliezer sebelumnya dituntut hukuman 12 tahun penjara. Jaksa meyakini Eliezer terbukti bersalah terlibat dalam pembunuhan berencana Brigadir Yosua. [caption id="attachment_523075" align="alignnone" width="651"] Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E saat menjalani sidang vonis kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2) (Foto: MI/Aswan)[/caption] Sebelum Eliezer, empat terdakwa lain telah mendengar vonis mereka, Ferdy Sambo divonis mati, Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara, Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara dan Bripka Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara. (An) #Justice Collaborator Richard Eliezer