Kemenkeu Banyak Skandal, Pakar Hukum: Sri Mulyani Jika Punya Malu Harusnya Mundur, Jangan-jangan...

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 13 Maret 2023 05:01 WIB
Jakarta, MI - Menteri Keuangan Sri Mulyani sampai sekarang patut dipertanyakan begitu banyaknya kasus pajak terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Satu per satu pun skandal di Kementerian yang dipimpinnya itu mulai terbongkar. Sebelumnya diketahui bahwa ditemukan mutasi rekening Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya, ada sekitar Rp 500 miliar yang saksinya pun tidak jelas. Kemudian PPATK juga mengumumkan beberapa kejanggalan-kejanggalan terkait dengan transaksi itu yang betul-betul membingungkan. Belum selesai itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mensinyalir ada transaksi gelap senilai Rp 300 triliun di Kemenkeu. Namun Sri Mulyani tidak mengetahui asal-usul transaksi itu. Mahfud MD mengklaim temuan itu bukanlah korupsi melainkan pencucian uang. Ini juga menjadi pertanyaan publik bagaimana peran dan fungsi dan tanggung jawab dari seorang Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan. Pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ahmad Yani menegaskan sudah sepantasnya Sri Mulyani mundur akibat dari kegagalannya, bahkan ini bukan yang pertama kalinya. Yani menilai skandal keuangan yang notabene bersumber pada Ditjen Pajak dan Bea Cukai Kementerian Keuangan tersebut tentunya siginifikan mempengaruhi capaian penerimaan negara dari pajak rakyat. "Artinya begini sumber pendapatan negara yang diambil dari sektor pajak yang diambil dari keringatnya rakyat. Pajak itu mempajakan rakyat tapi bukan digunakan untuk kesejahteraan dalam rangka untuk fasilitas umum, kesejahteraan ini. Tapi dimakan dikorup oleh pegawai pajak sendiri," kata Yani yang juga Ketua Umum Partai Masyumi dalam tayangan YouTubenya, seperti dikutip Monitor Indonesia, Senin (13/3). "Akhirnya orang berpikir ya sudah stop bayar pajak, sudah ada gerakan stop bayar pajak. Tapi direspons oleh Sri Mulyani dengan angkuhnya "kalau ga bayar pajak saya naikkan lagi PPN 2 kali lipat" apa korelasinya," tambah mantan wakil rakyat yang membidangi hukum, perundang-undangan, HAM dan keamanan ini. Namun demikian, Yani menegaskan, budaya malu untuk mengundurkan diri di Indonesia masih sangat langka, berbeda dengan negara maju seperti Jepang dan Inggris atau negara maju lainnya. "Yang selama ini pegawai pajak dibawa Sri Mulyani. Sebagai Menteri Keuangan yang harusnya dia bertanggung jawab. Kalau di Jepang di negara yang beradab di negara-negara maju dia harusnya sudah mundur," katanya. "Kalau orang masih punya rasa malu, punya moralitas, dia mundur. Mau tidak mau harus ada tanggung jawab dia sebagai Menteri Keuangan. Sayangnya dia tidak mundur. Ini harus diusut keterlibatannya jangan-jangan banyak hal yang tidak diketahui," sambungnya. Wajar saja, tambah dia, rakyat dalam keadaan susah, sakit hati untuk bayar pajak jika melihat fenomena di pajak seperti itu. Pajak mereka bukan dalam rangka untuk bagaimana membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tetapi dalam formulasinya untuk kepentingan para oligarki. Untuk itu, ia menegaskan sudah saatnya mendorong aparat penegak hukum (APH) mengusut kasus pajak, dengan kasus bea cukai dan kasus lainnya. Bila perlu, kata mantan anggota komisi III DPR RI ini, Sri Mulyani turut diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) "Kalau memang punya moral, punya malu, Sri Mulyani harus segera mundur dan KPK harus masuk untuk memeriksa. KPK harus periksa dong banyak sekali persoalan-persoalan yang seperti ini tidak bisa Sri Mulyani lepas tanggung jawab," pungkasnya. (Wan)

Topik:

Sri Mulyani