Kebijakan Ekonomi Trump Jadi Ancaman, Sri Mulyani dan KSSK Perkuat Kewaspadaan


Jakarta, MI - Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengungkapkan kewaspadaan terhadap kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump, terutama terkait ancaman kenaikan tarif impor yang dapat mengguncang stabilitas global.
Kebijakan tarif tinggi yang dilontarkan Trump berpotensi menahan penurunan inflasi AS, yang saat ini masih tinggi. Sri Mulyani menilai bahwa inflasi yang tidak turun sesuai harapan dapat mempengaruhi keputusan Federal Reserve (The Fed) dalam menurunkan suku bunga.
"Akibat tadiinflasinya masih tertahan, akibat kebijakan tarif yang dilakukan (AS)," ucap Ani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK I 2025 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (24/1/2025).
"KSSK akan terus memperkuat kewaspadaan serta meningkatkan koordinasi sinergi antar-lembaga agar kita mampu memitigasi potensi dampak dari rambatan atau spillover faktor-faktor risiko yang berasal dari eksternal atau global terhadap perekonomian Indonesia, maupun terhadap stabilitas sistem keuangan dalam negeri," tambahnya.
Selain itu, ia menyinggung proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) per Januari 2025 bahwa ekonomi global mandek di 3,3 persen. Ani bersyukur perekonomian tanah air masih menunjukkan ketahanan di tengah huru-hara itu.
Dia mengutip data pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2024 yang masih tumbuh 4,95 persen year on year (yoy). Sumbangan terbesarnya adalah investasi, konsumsi rumah tangga, dan pertumbuhan ekspor.
Ani juga optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal IV 2024 tetap stabil. Pasalnya, ada tambahan positif dari gelaran Pilkada 2024 serta momen libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
"Ekonomi Indonesia kami perkirakan akan tumbuh 5 persen year on year untuk keseluruhan 2024. Untuk 2025, sesuai dengan pembahasan dengan DPR di APBN, pertumbuhan diperkirakan di 5,2 persen," ujarnya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan nilai tukar rupiah tahun ini bakal tetap stabil di tengah gejolak global. Kestabilan tak terlepas dari intervensi BI di pasar valuta asing (valas) pada transaksi tunai atau swap, domestic non-deliverable forward, serta pembelian surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder.
"Setidaknya nilai tukar itu akan bisa stabil, kami akan terus jaga stabilitas nilai tukar ini. Dari sisi fundamental, nilai tukar itu ada ruang untuk stabil bahkan cenderung menguat," tutur Perry.
"(Apakah bisa rupiah kembali ke level Rp15 ribu?) tentu saja fokus dari kebijakan kami adalah stabilitas nilai tukar. Karena stabilitas itu yang paling penting untuk pengendalian inflasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, menjaga sustainabilitas fiskal, dan stabilitas sistem keuangan," ungkapnya.
Perry juga membahas kebijakan suku bunga BI yang baru saja diturunkan sebesar 25 basis point (bps) menjadi 5,75 persen. Ia menyatakan bahwa masih terdapat potensi untuk penurunan lebih lanjut suku bunga acuan tersebut.
Ada tiga faktor yang akan menjadi pertimbangan. Pertama, BI akan mengevaluasi proyeksi inflasi mendatang dan membandingkannya dengan target inflasi 2,5 persen plus minus 1 persen. Kedua, bank sentral akan memperhatikan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 5,2 persen pada 2025. Ketiga, BI akan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar.
"Kami melihat masih ada ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut, terutama didasarkan pada pertimbangan pertama dan kedua.Yang menjadi isu adalah bagaimana dinamika dari global (terhadap stabilitas nilai tukar rupiah), kami akan cermati (indeks dolar) ke depan, ini sangat tergantung dari arah kebijakan Pemerintah AS dan suku bunga Fed Fund Rate," tandasnya.
Topik:
kebijakan-ekonomi donal-trump sri-mulyani