Pemerintah Daerah Didesak Prioritaskan 3% APBD untuk Pengelolaan Sampah

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 3 Februari 2025 21:15 WIB
Tumpukan Sampah (Foto: Dok MI)
Tumpukan Sampah (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pemerintah daerah diimbau untuk meningkatkan alokasi anggaran pengelolaan sampah hingga 3% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Langkah ini bertujuan untuk memaksimalkan upaya pengurangan sampah dan mengatasi masalah lingkungan yang semakin mendesak.

Menurut Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Novrizal Tahar, saat ini anggaran yang dialokasikan oleh banyak pemerintah daerah baru mencapai sekitar 0,6% dari total APBD. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menghambat efektivitas pengelolaan sampah di berbagai daerah di Indonesia.

Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah. 

“Secara empirik anggaran pengelolaan sampah yang baik itu, itu 3% dari APBD. Artinya itu harus menuju ke sana secara struktural anggaran di daerah,” katanya, Senin (3/2/2025).

Pengelolaan sampah juga masih menghadapi isu kultural di mana belum menjadi praktik yang dilakukan sebagian besar masyarakat. Padahal, mayoritas sampah yang dihasilkan dapat diselesaikan di rumah. 

Hal tersebut dilakukan dengan membuat kompos dari sisa makanan yang menjadi penyumbang terbesar komposisi timbulan sampah nasional. Menurutnya, perubahan perilaku masyarakat, selain juga terkait anggaran, akan mengoptimalkan upaya pengelolaan sampah di daerahnya.

Menurut data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), jumlah timbulan sampah pada 2023 dari 375 kabupaten/kota mencapai 40,1 juta ton. Dari jumlah timbulan sampah tersebut, sampah sisa makanan mengisi 39,62% atau 15,9 juta ton dari jumlah itu, diikuti sampah plastik sebesar 19,15% atau 7,6 juta ton. 

“Pengelolaan sampah ini perlu didorong dari hulu dimana setiap RT, setiap RW harus ada bank sampah. Kemudian hal ini harus secara simultan kita lakukan juga dengan pendekatan struktural tadi,” jelasnya.

Dia meminta pemerintah daerah untuk segera memperbaiki pengelolaan sampah di wilayahnya, termasuk Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang masih melakukan pembuangan terbuka atau open dumping karena terdapat potensi pidana.

Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan pengawasan terhadap 343 TPA yang terindikasi masih melakukan open dumping dan terdapat potensi sanksi paksaan pemerintah terhadap pengelolanya. 

Pasalnya, seluruh TPA di Indonesia tidak ada lagi yang melakukan open dumping pada 2026. TPA open dumping sendiri memiliki dampak kepada lingkungan mulai dari pencemaran air lindi sampai dengan bocornya gas metana yang dapat menimbulkan kebakaran di TPA. 

“Jadi diharapkan semua yang sekarang menjadi pasien saksi administrasi segera harus sembuh. Kalau tidak sembuh, ya mungkin bisa ditingkatkan persoalannya, tidak dari saksi administrasi lagi. Mungkin menjadi persoalan pidana,” tuturnya. 

Dia mengajak pemerintah daerah, baik eksekutif maupun legislatif, untuk bekerja sama dalam meningkatkan pengelolaan sampah di daerah masing-masing.

Menurutnya, pengelolaan sampah bukan hanya menjadi tanggung jawab kepala dinas yang mengelola urusan sampah, tetapi juga pemimpin daerah serta anggota legislatif yang baru terpilih. Hal ini juga berkaitan dengan anggaran, yang sering kali menjadi masalah dalam pengelolaan sampah di tingkat daerah.

“Ada komitmen keberpihakan sehingga budget alokasi buat pemerintah daerah untuk sembuh itu ada. Kalau enggak sembuh nanti persoalannya meningkat menjadi persoalan pidana,” tutup Novrizal.

Topik:

sampah pengelolaan-sampah kementerian-lingkungan-hidup apbd