Raksasa Migas Chevron Bakal PHK 20% Karyawan, Apa yang Terjadi?

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 13 Februari 2025 12:47 WIB
Raksasa Migas Chevron (Foto: Ist)
Raksasa Migas Chevron (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Chevron Corporation mengumumkan bahwa pihaknya akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar 15% hingga 20% dari tenaga kerja globalnya secara bertahan hingga akhir tahun 2026. Hal ini tidak terlepas dari kinerja perusahaan yang terus menurun menyusul sejumlah tantangan yang dihadapi oleh Chevron.

Raksasa migas Chevron mengambil langkah ini sebagai bagian dari strategi efisiensi yang mencakup pemangkasan biaya, restrukturisasi bisnis, dan penyelesaian akuisisi besar.

Melansir Reuters, pada Kamis (13/2/2025), perusahaan minyak terbesar kedua di AS ini berhadapan dengan berbagai tantangan, mulai dari pembengkakan biaya hingga keterlambatan proyek di ladang minyak raksasa Kazakhstan.

Sementara itu, akuisisi senilai US$53 miliar terhadap Hess yang diharapkan memperkuat posisinya di ladang minyak Guyana, masih terganjal sengketa hukum dengan Exxon Mobil. Exxon sendiri mencatat rekor produksi di Guyana dan ladang minyak terbesar AS, membuat Chevron tertinggal dalam kompetisi.

Untuk mengurangi pengeluaran, Chevron berencana memangkas biaya hingga US$3 miliar dengan mengoptimalkan teknologi, penjualan aset, serta perubahan metode dan lokasi kerja. Hingga akhir 2023, perusahaan tercatat memiliki 40.212 karyawan. 

Jika PHK mencapai 20%, maka sekitar 8.000 pekerja akan terdampak, di luar 5.400 karyawan yang bekerja di jaringan stasiun layanan Chevron.

Tekanan terhadap kinerja keuangan perusahaan semakin besar akibat melemahnya margin produksi bensin dan solar. Untuk pertama kalinya sejak 2020, unit penyulingan Chevron mencatat kerugian, yang semakin membebani CEO Mike Wirth.

Vice Chairman Chevron Mark Nelson mengungkapkan bahwa PHK ini adalah salah satu langkah perseroan untuk menyederhanakan struktur organisasi, meningkatkan eksekusi, dan memperkuat daya saing jangka panjang.

"Keputusan ini tidak diambil dengan mudah, dan kami akan memastikan dukungan bagi karyawan yang terdampak,” jelas Nelson, dikutip Reuters.

Dalam pertemuan internal, perusahaan menyampaikan bahwa karyawan memiliki kesempatan untuk mengajukan pengunduran diri secara sukarela hingga April atau Mei. Selain itu, Chevron berencana mengumumkan struktur kepemimpinan yang baru dalam dua minggu ke depan.

Sementara itu, industri minyak global saat ini tengah mengalami tren konsolidasi. Perusahaan-perusahaan besar lebih mengutamakan strategi akuisisi dan peningkatan efisiensi operasional dibandingkan melakukan eksplorasi sumur baru.

Misalnya, Exxon Mobil yang baru saja mengakuisisi Pioneer Natural Resources untuk mengokohkan dominasinya di Cekungan Permian, serta terus memperluas eksplorasi di Guyana, yang telah menghasilkan lebih dari 11 miliar barel minyak.

Bagi Chevron, kegagalan dalam mengakuisisi Hess dapat menjadi kemunduran besar kedua setelah sebelumnya kalah bersaing dengan Occidental Petroleum dalam perebutan Anadarko Petroleum pada 2019. 

Saat ini, cadangan minyak dan gas Chevron berada di titik terendah dalam satu dekade. Hal ini menimbulkan kekhawatiran atas masa depan jangka panjangnya tanpa akuisisi besar.

Sebagai bagian dari transformasi, tahun lalu Chevron memindahkan kantor pusatnya dari San Ramon, California, ke Houston, serta merombak struktur manajemen. 

Selain itu, perusahaan juga mengumumkan pembentukan pusat teknologi di India, yang akan menjadi fasilitas teknologi terbesar Chevron di luar Amerika Serikat.

Topik:

chevron-corporation raksasa-migas phk