Rupiah Terjepit! Pemerintah Pasrah, Tarif Trump jadi Biang Kerok


Jakarta, MI - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan sulit menguat dalam beberapa waktu ke depan, karena kebijakan proteksionisme dari Presiden AS Donald Trump dinilai lebih mengedepankan kepentingan negaranya sendiri.
Tim Ahli Kementerian Bidang Perekonomian Raden Pardede menyampaikan hal tersebut dalam Seminar Nasional "Outlook Hukum dan Ekonomi Indonesia Tahun 2025, Kamis (27/2/2025).
“Kemungkinan rupiah untuk menguat itu sangat sulit,” ucap Raden.
Kebijakan yang diterapkan oleh Donald Trump diperkirakan akan mendorong inflasi di Amerika Serikat. Dampaknya, bank sentral AS, Federal Reserve, diproyeksikan menghadapi kesulitan dalam menurunkan suku bunga, yang pada akhirnya memperkuat posisi dolar AS. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah pun semakin besar.
Pada awal transaksi pasar spot pada Jumat (28/2/2025), rupiah melemah ke level Rp16.530/US$, terlemah sejak April 2020 ketika Pandemi Covid-19 mematikan perekonomian dalam resesi.
Rupiah dibuka turun tajam 0,46% di level Rp16.525/US$ dan langsung terguling ke posisi Rp16.530/US$ dan pada 5 menit perdagangan sudah di Rp16.537/US$.
Menurut Raden, beberapa kebijakan Trump yang turut mempengaruhi kondisi ini termasuk kebijakan deportasi imigran serta keputusan untuk keluar dari Paris Agreement.
Dewan Ekonomi Nasional (DEN) sebelumnya juga menyampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa risiko dari kepemimpinan Trump yang harus dihadapi Indonesia adalah era suku bunga yang tinggi dan dolar AS yang menguat dan membuat nilai tukar rupiah melemah.
Anggota DEN, Chatib Basri mengatakan bahwa Trump memiliki kebijakan deportasi terhadap kelompok pekerja yang tidak memiliki dokumen (undocumented).
"Banyak pekerjaan di AS terutama yang tidak terampil [unskilled] dipegang oleh pekerja-pekerja dengan upah yang rendah yang banyak dari mereka itu adalah undocumented workers," papar Chatib di Istana Kepresidenan, dikutip Jumat (7/1/2025).
Menurut Chatib, bila pekerja itu dipulangkan, maka posisinya harus digantikan oleh orang-orang dengan tingkat upah yang lebih tinggi, sehingga risikonya adalah inflasi di AS akan naik.
Ia menambahkan, bila inflasi di AS akan naik, maka bank sentral Federal Reserves atau the Fed mungkin tidak mudah untuk menurunkan bunga bahkan mungkin akan meningkatkan suku bunga.
"Sehingga risiko pertama yang harus dihadapi Indonesia adalah mungkin suku bunga di AS masih akan relatif tinggi yang kemudian yang kedua adalah dolar AS menguat," tutupnya.
Topik:
tim-ahli-kementerian-bidang-perekonomian rupiah nilai-tukar-rupiah dolar-as tarif-trump