BPK Temukan Pengadaan Pemadam Api hingga CCTV Tak Sesuai Ketentuan di Telkom

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 Juni 2025 19:03 WIB
Apar dan Apab relokasi dari STO Cicadas dan STO Lembong (Foto: Dok MI/BPK/Istimewa)
Apar dan Apab relokasi dari STO Cicadas dan STO Lembong (Foto: Dok MI/BPK/Istimewa)

Jakarta, MI - Pengadaan pemadam api ringan (Apar) dan alat pemadam api besar (apab) refill Apar, alat proteksi gedung serta pembelian dan pemasangan peralatan CCTV tidak sesuai ketentuan peraturan perseroan PT Telkom Indonesia (Telkom).

Hal itu terungkap dalam Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Tahun Buku 2017 sampai dengan 2019 (Semester I).

Bahwa PT Telkom melalui Unit Asset Management Center telah merealisasikan anggaran belanja barang dan/atau jasa tahun 2018 dengan melakukan penunjukan langsung kepada PT Graha Sarana Duta (GSD) yang merupakan anak usaha PT Telkom dengan nilai pengadaan sebesar Rp 43.010.023.546.

Realisasi anggaran tersebut menggunakan akun 51509001 yang merupakan akun beban pengamanan internal. Selain itu, akun beban pengamanan internal juga digunakan pengadaan penyediaan dan pemasangan CCTV di beberap Telkom Regional dengan nilai angaran Rp 325.372.718.

BPK menjelaskan, bahwa pengadaan penyediaan dan pemasangan CCTV dilaksanakan unit Security and Safety masing-masing Telkom Regional dan Fixed Asset Management melalui pembelian langsung dengan menerbitkan purchase order (PO).

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas kontrak-kontrak dan pembelian langsung, BPK menyatakan bahwa, PT Telkom belum mengenakan denda keterlambatan atas kontrak pengadaan Apar dan Apab underwiters laboratories (UL) listed kepada PT GSD sebesar Rp 3.935.250.000.

Kemudian, soal perubahan merek pengadaan Apar dan Apab UL Listed menurut BPK tidak mempunyai dasar. Lalu, pengadaan refil Apar tahap I pada STO Cicadas dan STO Lembong tidak efektif. Penggunaan akun nomor perkiraan pengeluaran operasional (Opex) atas pengadaan Apar dan Apab UL Listed, implementasi alat proteksi gedung serta penyediaan dan pemasangan CCTV tidak sesuai aturan.

"Kondisi tersebut mengakibatkan kekurangan penerimaan atas denda keterlambatan pekerjaan APAR yang belum dikenakan sebesar Rp 3.935.250.000," tulis hasil pemeriksaan itu sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Senin (9/6/2025).

BPK juga menyatakan ada pemborosan pengadaan refil Apar pada STO Cicadas dan STO Lembong sebesar Rp 194.256.149.13. Dan atas kondisi tersebut juga, kata BPK, aset berpotensi hilang karena tidak tercatat sebagai aset tetap

Atas hal tersebut, BPK merekomendasikan Direksi Telkom agar menginstrusikan Unit Asset Management Center mengenakan dan menarik denda keterlambatan atas pengadaan pekerjaan Apar yang belum diperhitungkan kepada PT GSD sebesar Rp 3.935.250.00 dan menyetorkan ke kas PT Telkom.

BPK juga merekomendasikan agar Direksi Telkom menginstruksikan Unit Asset Management Center melakukan monitoring atas Apar dan Apab yang belum tercatat sebagau aset.

Lalu, memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada Manager Anggaran Unit Bisnis atau Budget Commite atas kekurangcermatan dalam melakukan evaluasi RKAP.

Memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada kepada Manajer Anggaran Finance Operation atas kekurangcermatan dalam melakukan evaluasi RKAP.

Terakhir, BPK merekomendasikan kepada Direksi Telkon agar menetapkan kebijakan akuntansi internal perusahaan untuk pengendalian pencatatan aset terkait pencatatan intracomptabel dan ekstracomptable atas aset tetap.

Namun demikian pihak Telkom mengklaim telah menindaklanjuti temuan BPK itu. "Case temuan ini 2017-2019 dan pada 2020 temuan telah ditindaklanjuti. Case closed. Sudah gak ada temuan yang sejenis pada tahun-tahun berikutnya," kata Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid kepada Monitorindonesia.com, Senin (9/6/2025).

Topik:

BPK Telkom Apar Apab