Tekanan Global Menguat, Bagaimana Nasib Batu Bara RI ke Depan?

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 1 Juli 2025 10:41 WIB
Batu Bara (Foto: Ist)
Batu Bara (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong para pelaku usaha batu bara nasional untuk segera mencari pasar ekspor alternatif di tengah menurunnya permintaan dari dua negara utama tujuan ekspor, yakni China dan India.

Penurunan permintaan dari kedua negara tersebut dipicu oleh lonjakan produksi batu bara dalam negeri mereka, yang menyebabkan kelebihan pasokan dan berimbas pada turunnya volume impor.

"Ya karena produksi, karena memang supply lagi over, India sama China kan produksinya meningkat," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Tri Winarno saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (1/7/2025).

Sebagaimana diketahui, China dan India selama ini menjadi pasar utama batu bara Indonesia. Namun dengan dinamika terbaru tersebut, ESDM menilai penting bagi Indonesia untuk memperluas jangkauan ekspor ke negara-negara lain guna menjaga stabilitas kinerja ekspor nasional.

Tri mengungkapkan bahwa pihaknya belum bisa menyampaikan proyeksi pasti terkait realisasi ekspor batu bara hingga akhir tahun. Meski begitu, pemerintah tetap menetapkan target produksi nasional pada 2025 sebesar 715 juta ton.

Untuk mendukung pencapaian target itu, ia mendorong para pelaku usaha untuk menjajaki pasar di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), seperti Vietnam dan Malaysia, yang dinilai sebagai tujuan potensial dalam upaya diversifikasi ekspor batu bara Indonesia. Meskipun, hal tersebut dilakukan melalui skema business-to-business (B2B).

Sebagai informasi, harga batu bara dunia ambruk sepanjang pekan lalu. Namun, penurunan harga tersebut membuat perdagangan ekspor 'si emas hitam' Indonesia kena 'double hit'.

Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara dunia acuan Newcastle untuk kontrak Agustus 2025 pada Jumat (29/6/2025) tercatat d1 US$ 107 per ton. Angka tersebut turun 4,68% secara mingguan. Sementara sepanjang tahun 2025, harga batu bara acuan telah anjlok 15,75% year to date (ytd).

Salah satu penyebab yang mendorong harga batu bara hingga ambruk 4% lebih adalah karena China mengurangi impor batu bara akibat pasokan yang melimpah di konsumen 'emas hitam' terbesar di dunia itu.

Dalam lima bulan pertama tahun ini, ekspor batu bara China justru mengalami kenaikan sebesar 13%. Total ekspor mencapai 2,5 juta ton dari Januari hingga Mei 2025, dengan mayoritas pengiriman menuju Jepang, Indonesia, dan Korea Selatan.

Sementara itu, produksi batu bara mencapai 5 miliar ton pada periode yang sama, sementara impor turun 8% dibandingkan tahun lalu.

Produksi batu bara domestik yang mencapai rekor tertinggi dan pelemahan pembangkit listrik tenaga batu bara di China telah menyebabkan penurunan permintaan impor batu bara termal ke pasar batu bara terbesar di dunia.

Tren ini mulai terlihat awal tahun ini, setelah impor batu bara China sempat menembus 500 juta ton pada 2024. Di sisi lain, badan perencana pusat China telah memerintahkan peningkatan stok batu bara untuk pembangkit listrik hingga 10%.

Dengan harga batu bara domestik yang masih rendah, permintaan yang lesu, serta tingginya stok di pelabuhan, penurunan impor dari China dinilai sebagai hal yang wajar. Bahkan, sejumlah analis telah memprediksi bahwa tren penurunan ini kemungkinan akan terus berlanjut dalam beberapa bulan ke depan.

Asosiasi batu bara China memperkirakan produksi akan tumbuh lebih cepat daripada konsumsi pada 2025, mengindikasikan kelebihan pasokan bisa bertahan hingga akhir tahun ini, meski akan ada musim permintaan puncak pada musim panas.

Ekspor Batu Bara Indonesia dalam Tekanan

Industri ekspor batu bara Indonesia menghadapi tekanan berat akibat dinamika pasar global. Salah satu dampaknya adalah potensi penurunan devisa negara serta semakin tersisihnya produk batu bara Tanah Air di pasar internasional.

Turunnya harga batu bara global mendorong negara-negara konsumen utama seperti China dan India untuk lebih memilih batu bara berkalori tinggi karena harganya kini lebih terjangkau. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia, yang sebagian besar produksinya berupa batu bara berkalori rendah.

Indonesia merupakan eksportir terbesar dunia untuk batu bara thermal yang dipakai untuk pembangkit listrik. Namun, nasibnya kini tengah dipertaruhkan.

Data terbaru menunjukkan pembelian batu bara oleh China dan India dari Indonesia menurun lebih cepat dibandingkan penurunan keseluruhan impor batu bara termal mereka.

Kedua negara tersebut mulai beralih ke batu bara dengan nilai kalori (calorific value/CV) lebih tinggi, yang menghasilkan energi lebih banyak per ton.

Topik:

batu-bara ekspor-batu-bara tambang china india