Indonesia Nego Tarif 0% untuk CPO hingga Nikel ke AS

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 18 Juli 2025 17:14 WIB
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump (Foto: Ist)
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Meski tarif resiprokal sebesar 19% untuk perdagangan Indonesia-Amerika Serikat (AS) telah diumumkan, negosiasi dagang kedua negara belum berhenti. 

Pemerintah Indonesia masih berupaya keras memperjuangkan agar sejumlah komoditas strategis dalam negeri bisa dibebaskan dari bea masuk ke pasar Amerika.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengungkapkan bahwa angka 19% merupakan hasil dari proses panjang dan bersifat (resiprokal. 

Namun, ada beberapa produk ekspor unggulan Indonesia yang masih dinegosiasikan agar masuk dalam daftar tarif 0%.

“Ada beberapa produk komoditas kita yang Amerika itu sangat dibutuhkan, tidak bisa diproduksi di sana, tapi sangat reliable kalau diekspor dari Indonesia. Itu kita nego supaya tarifnya 0%. Itu banyak produknya, mulai CPO, kopi, kakao, sampai nikel,” ujar Susiwijono di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).

Selain itu, Indonesia akan memberlakukan tarif 0% terhadap hampir seluruh produk impor asal AS. Meski demikian, terdapat sejumlah komoditas tertentu yang tetap dikenakan tarif sebagai pengecualian.

Susiwijono menjelaskan, dari total 11.552 pos tarif barang, sekitar 11.474 komoditas atau setara 99% akan dibebaskan dari bea masuk. Ia menambahkan bahwa pihak AS tidak mempersoalkan pengecualian atas sebagian kecil produk tersebut.

"Ada beberapa produk yang sekarang kita diskusikan untuk tidak digunakan 0% dan mereka sepakat. Contoh minuman alkohol, kemudian yang sebenarnya tidak mungkin impor kita, tapi kita juga minta tidak 0%, daging babi misalkan," ungkapnya.

Susiwijono juga meminta agar masyarakat menilai hasil kesepakatan dagang antara Indonesia dan AS secara objektif.

Meskipun Indonesia masih dikenakan tarif sebesar 19%, ia menekankan bahwa angka tersebut merupakan yang paling rendah dibandingkan negara-negara lain yang mengalami defisit perdagangan dengan AS hingga saat ini.

Terkait barang-barang asal AS yang mendapatkan 0%, dia mengungkapkan angka itu sudah menjadi praktik umum dalam berbagai skema kerja sama free trade agreement (FTA) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) Indonesia dengan negara lain. 

“Contohnya dengan Asean lewat ATIGA, sudah 99% tarifnya 0%. Dengan Australia, Jepang, New Zealand juga sudah sangat rendah. Jadi, bukan hanya dengan Amerika, memang sudah rata-rata 0%,” tegas Susiwijono. 

Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa isi lengkap dari kesepakatan akan disampaikan melalui joint statement atau pernyataan bersama bersama antara pemerintah Indonesia dengan Kantor Perwakilan Dagang AS atau United States Trade Representative (USTR). 

Menurutnya, terdapat empat pilar utama dalam dokumen tersebut, yakni kesepakatan tarif, penyelesaian hambatan non-tarif, pembelian produk Amerika Serikat oleh Indonesia, dan peningkatan investasi dua arah.

Untuk hambatan non-tarif (non-tariff measures), Susi menyebut telah menyelesaikan berbagai isu seperti perizinan impor, aturan lokal konten, dan prosedur teknis lainnya yang menjadi perhatian mitra dagang AS. 

Terkait pembelian produk, Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan pembelian komoditas dari AS, mencakup sektor energi, pertanian, hingga kerja sama di bidang penerbangan. 

Di sisi investasi, dokumen juga mencantumkan langkah-langkah fasilitasi investasi langsung baik dari AS ke Indonesia maupun sebaliknya. 

Susiwijono juga mengungkapkan bahwa negosiasi lanjutan dengan USTR masih berlangsung, dengan dukungan penuh dari tim teknis Indonesia di Washington D.C. Tim tersebut terdiri dari pejabat Kemenko Perekonomian dan kementerian teknis lainnya akan berada di AS hingga awal Agustus 2025.

“Mudah-mudahan hari-hari ini [diumumkan joint statement-nya] karena sudah final. Pak Menko [Airlangga Hartarto] sudah melaporkan ke Bapak Presiden [Prabowo Subianto]. Kita tunggu,” katanya.

Topik:

tarif-trump amerik-serikat negosiasi indonesia