Duh!!! Baru Naik Kelas jadi Menkeu, Purbaya Yudhi Sudah Remehkan 18+7 Tuntutan Rakyat

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 September 2025 13:53 WIB
Purbaya Yudhi Sadewa dilantik menjadi Menteri Keuangan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin sore, 8 September 2025 di Istana Negara. (Foto: Dok MI/Aan)
Purbaya Yudhi Sadewa dilantik menjadi Menteri Keuangan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin sore, 8 September 2025 di Istana Negara. (Foto: Dok MI/Aan)

Jakarta, MI - Baru naik kelas menjadi Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa sudah meremehkan 18+7 Tuntutan Rakyat yang belakangan gencar disuarakan publik dalam berbagai aksi unjuk rasa pada akhir Agustus 2025.

Menurutnya tuntutan itu bukanlah representasi keseluruhan masyarakat.  Purbaya juga menyebut, aspirasi itu hanya datang dari sebagian kecil warga yang merasa belum puas dengan kondisi ekonomi saat ini.  

"Itu kan suara sebagian kecil rakyat kita. Kenapa? Mungkin sebagian ngerasa keganggu, hidupnya masih kurang," kata Purbaya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (8/9/2025).

Pun, Purbaya mengaku optimistis gelombang protes masyarakat bakal mereda seiring dengan perbaikan perekonomian nasional.

Menyoal itu, ekonom dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai Purbaya yang meremehkan gerakan 18+7 Tuntutan Rakyat dengan keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi 6–7 persen itu akan otomatis meredam kritik, membuat publik dan pasar terkejut.

"Sikap percaya diri yang berlebihan atau overconfidence ini menjadi alarm, yaitu apakah ke depan ia akan menjadi manajer fiskal yang kredibel, atau justru berbahaya bagi stabilitas publik dan pasar?" kata Achmad, Selasa (9/9/2025).

Overconfidence Purbaya sebagai seorang pejabat tinggi ekonomi mengandung dua bahaya besar. Pertama, Purbaya menyederhanakan persoalan kompleks, yakni demonstrasi bukan sekadar masalah perut. 

Padahal kritik publik muncul karena kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakpercayaan terhadap kebijakan. "Menganggapnya hanya karena 'hidup kurang enak' mereduksi makna demokrasi," katanya.

Purbaya mesti membuka ruang dialog dengan publik, yakni menerima kritik sebagai masukan, bukan gangguan. "Seorang Menkeu harus menunjukkan telinga yang peka, bukan hanya mulut yang lantang. Jangan meremehkan kritik publik. Suara masyarakat adalah fondasi demokrasi," tegas Achmad.

Kedua, sambung Achmad, pasar membaca sinyal dari setiap ucapan Menkeu. Jika sinyal itu berupa keyakinan berlebihan tanpa rencana konkret, pasar bisa ragu pada kapasitas pemerintah mengelola fiskal. "Keraguan ini berpotensi mendorong volatilitas nilai tukar, menahan investasi, bahkan memicu pelarian modal," tandas Achmad.

Sementara ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Fadhil Hasan, menanggapi pelantikan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan, menggantikan Sri Mulyani. 

Menurutnya, sebagai sosok yang memimpin Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Purbaya paham akan persoalan ekonomi yang terjadi di Indonesia.

Namun demikian, dia belum memiliki pengalaman mengelola fiskal secara langsung dan ekonomi secara keseluruhan. Sehingga, sebenarnya Purbaya bukan pilihan terbaik.

“Masih ada pilihan yang lebih baik. Misalnya, Wamennya, Suahasil (Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara),” kata Fadhil, dikutip Selasa (8/9/2025).

Suahasil, menurutnya lebih berpengalaman dan memahami betul seluk-beluk Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sehingga, kebijakan yang dirilis bisa lebih pasti.

Sementara itu, Fadhil menilai, selama ini Sri Mulyani diakui dan dipercaya terutama oleh dunia usaha serta lembaga keuangan internasional telah berhasil menjaga kebijakan fiskal Indonesia tetap stabil, pruden dan berkelanjutan. Dus, Indonesia dapat menjadi salah satu negara yang dapat menarik banyak investasi ke dalam negeri.

Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, utamanya di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, Sri Mulyani dianggap terlalu banyak mengakomodasi keinginan Presiden.

“Sehingga, mengakibatkan semakin meningkatnya hutang publik dan menurunnya kredibilitas kebijakan fiskal sendiri,” tambah Fadhil.

Sampai saat ini belum terungkap apa sebenarnya yang membuat Presiden Prabowo Subianto mengganti Menteri Keuangan yang telah menjabat selama lebih dari 15 tahun itu. 

Namun, tampaknya pemerintah perlu memastikan bahwa penggantian Sri Mulyani dengan Purbaya tidak ada kaitannya dengan penjarahan kediaman mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

“Karena peristiwa penjarahan terhadap rumahnya karena dianggap kebijakannya tidak pro rakyat. Sebab, jika dengan demikian akan mengakibatkan reaksi negatif dari kalangan dunia usaha, pasar dan masyarakat sendiri,” jelas Fadhil.

Dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini, menurut Fadhil, baik Purbaya atau siapapun yang ditunjuk sebagai Menteri Keuangan, akan tetap mengalami masalah fiskal yang rumit dan sulit. “Pilihan-pilihannya tidak ada yang mudah,” tegas Fadhil.

Namun Center of Economics and Law Studies (Celios) menilai pergantian Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan merupakan berita positif bagi ekonomi. 

Sebab, tuntutan untuk mengganti Sri Mulyani sudah lama diserukan oleh berbagai organisasi think tank dan masyarakat sipil sebagai bentuk kritik atas Ketidakmampuan Sri Mulyani dalam mendorong kebijakan pajak yang berkeadilan, pengelolaan belanja yang hati-hati dan naiknya beban utang yang kian mempersempit ruang fiskal.

“Sebagai lembaga riset independen, CELIOS akan terus mengawal kebijakan Menteri Keuangan pengganti Sri Mulyani secara kritis dan objektif berbasis data. Kami menekankan bahwa tugas Menteri Keuangan yang baru yang sangat mendesak untuk mengembalikan kepercayaan publik,” tutur Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira.

Dengan dilantiknya Menteri Keuangan anyar ini, Celios berpesan agar Purbaya dapat memastikan strategi penerimaan pajak dilakukan dengan memperhatikan daya beli kelompok menengah dan bawah, seperti menurunkan tarif PPN menjadi 8 persen atau menaikkan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) menjadi Rp7 juta per bulan.

Selain itu, efisiensi anggaran yang telah dilaksanakan sejak awal tahun wajib dilakukan dengan dasar kajian makroekonomi yang transparan, tidak menganggu pelayanan publik dan infrastruktur dasar. “Efisiensi yang salah dilakukan oleh Sri Mulyani harus di evaluasi ulang karena telah menimbulkan guncangan pada dana transfer daerah dan kenaikan pajak daerah yang merugikan masyarakat,” jelas Bhima.

Kemudian, Celios juga mendesak agar segera dilakukan restrukturisasi utang pemerintah, menekan beban bunga utang, membuka ruang debt swap for energy transition (menukar kewajiban utang dengan program transisi energi), debt swap for nature (menukar utang dengan konservasi hutan/ mangrove/karst), dan debt cancellation (pembatalan utang yang merugikan).

Pun, Purbaya juga harus mencopot Wakil Menteri dan pejabat di Kementerian Keuangan yang melakukan rangkap jabatan di BUMN, karena bertentangan dengan keputusan MK dan menghindari konflik kepentingan.

“Kelima, mengevaluasi seluruh belanja perpajakan yang merugikan keuangan negara. Perusahaan yang telah mendapatkan tax holiday dan tax allowances wajib diaudit baik laporan keuangan dan dampak yang dihasilkan bagi penyerapan tenaga kerja."

"Tidak boleh lagi ada insentif fiskal yang memperburuk ketimpangan antara perusahaan skala besar dan pelaku usaha UMKM. Kami juga mendorong transparansi pemberian insentif fiskal secara berkala kepada publik,” imbuh Bhima.

Topik:

Menkeu Purbaya Yudhi 18+7