RUU P2SK: Presiden Bisa Copot Pejabat BI, OJK dan LPS


Jakarta, MI - Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) yang disetujui menjadi usulan DPR RI menegaskan bahwa hak untuk memberhentikan pimpinan lembaga otoritas keuangan kini sepenuhnya berada di Presiden.
Aturan ini berbeda dari draf awal, yang sebelumnya mengusulkan pemberhentian melalui rekomendasi DPR.
Perubahan tersebut tercantum dalam revisi atas Undang-Undang yang mengatur Pejabat Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Berikut rincian pasal-pasal yang memuat perubahan terkait hal tersebut:
1. Pemberhentian Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI)
Dalam Pasal 48 RUU P2SK ayat (3) disebutkan bahwa Anggota Dewan Gubernur BI hanya dapat diberhentikan dengan Keputusan Presiden. Ia pun tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, kecuali karena alasan-alasan tertentu.
Seperti mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur; berhalangan tetap; atau melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pemberhentian anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden”.
2. Pemberhentian Dewan Komisioner OJK
Berdasarkan perubahan pada Pasal 14, anggota Dewan Komisioner OJK dapat diangkat dan ditetapkan dengan keputusan presiden. Dan di pasal 17, Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali memenuhi sejumlah alasan.
Pemberhentian dapat dilakukan antara lain karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau dihapus dari jabatan. Alasan lainnya termasuk berhalangan tetap atau kondisi medis yang menyebabkan tidak dapat bertugas lebih dari 6 bulan berturut-turut, serta tidak menjalankan tugas tanpa alasan yang dipertanggungjawabkan selama lebih dari 3 bulan berturut-turut.
Untuk anggota ex-officio, pemberhentian berlaku jika yang bersangkutan tidak lagi menjabat sebagai Anggota Dewan Gubernur BI (bagi perwakilan BI) atau pejabat eselon I di Kementerian Keuangan (bagi perwakilan Kemenkeu).
Alasan lain meliputi adanya hubungan keluarga dengan sesama anggota tanpa ada yang mengundurkan diri, pelanggaran kode etik, tidak lagi memenuhi syarat jabatan, atau melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terdapat 11 alasan pemberhentian, yang salah satunya adalah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam draf akhir, alasan "hasil evaluasi DPR" telah diganti dengan pelanggaran hukum ini.
“Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Dewan Komisioner kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan,” bunyi pasal 17 ayat (2).
3. Pemberhentian Dewan Komisioner LPS
Adapun, perubahan pada Pasal 69 RUU P2SK menyatakan bahwa anggota Dewan Komisioner LPS hanya dapat diberhentikan oleh Presiden dengan beberapa alasan.
Alasan-alasan tersebut meliputi kondisi berhalangan tetap, berakhirnya masa jabatan, atau pengunduran diri secara sukarela.
Selain itu, pemberhentian juga dapat dilakukan apabila anggota yang bersangkutan tidak hadir dalam rapat Dewan Komisioner sebanyak empat kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas, atau tidak menjalankan tugasnya selama lebih dari enam bulan meskipun dengan alasan yang dapat dipertimbangkan.
Alasan lain yang dapat menyebabkan pemberhentian adalah adanya hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau hubungan besan dengan anggota Dewan Komisioner lainnya, dimana tidak ada satupun yang bersedia mengundurkan diri.
Butir yang sebelumnya berisi "hasil evaluasi DPR dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap komisioner" telah diubah dalam draft harmonisasi.
Perubahan signifikan dalam draf akhir RUU P2SK adalah dihapusnya klausul yang memungkinkan DPR memberi rekomendasi pemberhentian pimpinan BI, OJK, dan LPS kepada Presiden. Sebelumnya, dalam draf 8 September 2025, hasil evaluasi DPR dapat menjadi dasar pemberhentian.
Meskipun demikian, DPR tetap memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi kinerja terhadap ketiga lembaga tersebut, dan hasil evaluasi yang bersifat mengikat disampaikan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti.
Topik:
ruu-p2sk presiden dpr-ri bank-indonesia otoritas-jasa-keuangan lembaga-penjamin-simpananBerita Sebelumnya
Harga CPO Naik Lagi, Minyak Kedelai jadi Pendorong Utama
Berita Terkait

OJK Lantik Pejabat Baru, Perkuat Tata Kelola dan Perlindungan Konsumen
1 Oktober 2025 15:57 WIB

Rupiah Tembus Rp16.775 per Dolar AS, BI Kerahkan Jurus Stabilisasi
26 September 2025 10:24 WIB