Kejagung Garap Petinggi Bank Milik Taipan Robert Budi Hartono terkait TPPU Emas 109 Ton

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Juli 2024 3 jam yang lalu
Staf Legal PT BCA Tbk berinisial LA diperiksa sebagai saksi kasus dugaan TPPU emas 109 ton dengan tindak pidana asal korupsi penyalahgunaan wewenang (Foto: Menara BCA/Dok MI)
Staf Legal PT BCA Tbk berinisial LA diperiksa sebagai saksi kasus dugaan TPPU emas 109 ton dengan tindak pidana asal korupsi penyalahgunaan wewenang (Foto: Menara BCA/Dok MI)

Jakarta, MI - Oknum lembaga perbankan digarap Kejaksaan Agung terkait dengan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam penjualan emas oleh Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 Antam (BELM Surabaya 01 Antam) tahun 2018.

Dia berinisial LA, merupakan salah satu petinggi bank milik taipan Robert Budi Hartono. Kapasitas LA diperiksa oleh Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) sebagai saksi kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp1,1 triliun.

“Staf Legal PT. BCA Tbk berinisial LA diperiksa sebagai saksi kasus dugaan TPPU dengan tindak pidana asal korupsi penyalahgunaan wewenang,” ucap Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Senin (29/7/2024).

Untuk itu, Tim Penyidik Pidana Khusus Kejagung terus mengembangkan kasus dugaan korupsi tersebut. Saat ini baru dua tersangka yang dijebloskan ke rumah tahanan. “Budi Said (BS) dan General Manager (GM) PT. Antam Tbk tahun 2018, Abdul Hadi Aviciena (AHA) yang juga tersangka korupsi emas 109 ton,” bebernya.

Pemeriksaan saksi, tambah Harli, dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara atas nama tersangka Budi Said.“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkasnya. 

Kasus ini berawal dari penjualan emas di bawah harga pasaran yang dilakukan oleh tiga karyawan BELM 01 Surabaya PT Antam Tbk, yakni Endang Kumoro, Achmad Purwanto, dan Misdianto. Ketiganya bekerja sama dengan Eksi Anggraeni yang merupakan broker.

Eksi kemudian menawarkan emas tersebut kepada seorang pengusaha atau crazy rich asal Surabaya bernama Budi Said.

Kemudian disepakati Budi Said membeli emas batangan dengan jumlah fantastis. Budi memborong emas sebanyak 7.071 kilogram, atau 7 ton lebih. Namun, ternyata Budi hanya menerima 5.935 kilogram emas.

Eksi bersama Endang Kumoro dkk diduga berkongkalikong mengakali faktur.

Setiap kali transaksi, terjadi penyerahan emas melebihi nilai faktur. Akibatnya terjadi selisih dalam penyerahan emas kepada Eksi. Alhasil, terjadi kekurangan emas Antam hingga 152,80 kilogram di BELM Surabaya 01 akumulasi transaksi September-Desember 2018.

Endang Kumoro dkk diduga memanipulasi laporan untuk menutupi kekurangan stok emas tersebut. Nilai 152,80 kilogram itu sekitar Rp92,2 miliar.

“Telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara yang terjadi pada PT Antam Tbk adalah kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kg atau senilai Rp 92.257.257.820,” bunyi putusan PN Surabaya seperti dikutip Monitorindonesia.com, Senin (29/7/2024).

Perbuatan kongkalikong itu menguntungkan Eksi Anggraeni sejumlah Rp 87.067.007.820 (Rp 87 miliar). Serta memperkaya tiga terdakwa lainnya.

Pada putusan PN Surabaya yang sama, majelis hakim telah memberikan pertimbangannya bahwa telah adanya kerja sama sedemikian rupa yang dikehendaki oleh Eksi Anggraeni dan Budi Said, bersama-sama dengan Endang Kumoro, Ahmad Purwanto dan Misdianto dengan peranan masing-masing untuk terwujudnya peristiwa tindak pidana korupsi kekurangan emas Antam sebesar 152,80 Kilogram di BELM Surabaya 01.

“Majelis Hakim memperoleh kesimpulan bahwa telah ada kerja sama sedemikian rupa dan persesuaian kehendak yang diinsyafi oleh Saksi EKSI ANGGRAENI, Saksi Budi Said bersama-sama dengan Terdakwa ENDANG KUMORO, Terdakwa II AHMAD PURWANTO dan Saksi MISDIANTO dengan peranan masing-masing pelaku sebagaimana telah diuraikan dalam fakta-fakta hukum di atas, yang dari peranan masing-masing pelaku tersebut terwujud suatu peristiwa pidana korupsi yang menyebabkan timbulnya kerugian Keuangan Negara,” demikian bunyi putusan Surabaya.

Peran Abdul Hadi Aviciena (AHA)
Tersangka AHA selaku General Manager PT Antam Tbk secara berturut-turut melakukan pertemuan dengan tersangka Budi Said (BS) untuk membicarakan perihal rencana pembelian logam mulia oleh Tersangka BS.

“Dengan perlakuan khusus, AHA merubah pola transaksi sehingga membuat BS seolah-olah mendapat potongan harga (diskon),” kata Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi dalam pernyataannya, Jumat (2/2/2024) lalu.

Akhirnya, disepakati pembelian logam mulia BS akan dilakukan di luar mekanisme yang ditetapkan oleh ketentuan PT Antam Tbk dengan maksud agar AHA mendapat keleluasaan dalam proses pendistribusian pengeluaran logam mulia dari PT Antam Tbk.

Selanjutnya AHA dapat mengirimkan emas sebanyak 100 kg kepada BS meskipun tanpa didasari surat permintaan resmi dari Butik Emas Logam Mulia 01 Surabaya.

Guna menutupi penyerahan emas kepada tersangka BS yang dilakukan di luar mekanisme yang ada. "Tersangka AHA membuat laporan yang seolah-olah menunjukkan kekurangan stok emas tersebut sebagai hal yang wajar,” beber Kuntadi.

Akibat perbuatan tersangka AHA dan tersangka BS, PT Antam Tbk diduga mengalami kerugian senilai 1.136 kg emas logam mulia.

Tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.