Pertal Anak Usaha Pertamina Kini Dibidik KPK, Kasus Apa?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 5 Agustus 2024 3 jam yang lalu
Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak usaha Pertamina yang berdomisili di Singapura yang dulu ditengarai sebagai sarang mafia migas, telah dibubarkan pada Mei 2015 lalu.
Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak usaha Pertamina yang berdomisili di Singapura yang dulu ditengarai sebagai sarang mafia migas, telah dibubarkan pada Mei 2015 lalu.

Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi pada anak usaha PT Pertamina (Persero), Petral (Pertamina Energy Trading Ltd), kembali diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengusutan itu ditandai dengan pemeriksaan sejumlah saksi pada Kamis (1/8/2024) lalu.

Bahwa, pada Kamis (1/8/2024) lalu, KPK memanggil Cost Management Manager - Management Acct. Controller Pertamina, Agus Sujiyarto; Manajer Market Analysis Development , Anizar Burlian; Manajer Crude Product and Programming Comumercial Pertamina, Cendra Buana Siregar; dan Dirut PT Angrah Pabuaran Energy, Lukma Neska. 

Namun hanya Agus Sujiyarto yang hadir diperiksa. Saksi lainnya berhalangan hadir karena sakit maupun sudah pensiun. "Penyidik mendalami proses bisnis BBM di Pertamina," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Senin (5/8/2024). 

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan bahwa kasus itu merupakan kasus yang sudah lama diusut lembaga antirasuah. Namun ada perkara baru juga yang tengah diusut terkait dengan BUMN Migas itu. "Yang lama masih berjalan dan juga ada yang baru," kata Alex.

Sebenarnya, KPK memulai mengusut dugaan praktik korupsi di anak usaha Pertamina ini sejak 2015, saat laporan audit forensik Kordha Mentha diserahkan oleh Sudirman Said (yang saat itu menjabat sebagai Menteri ESDM) dan Dwi Soejtipto (saat itu sebagai Direktur Utama Pertamina).

Dikutip Monitorindonesia.com, Senin (5/8/2024) dari laporan Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dirilis 2015 lalu, berikut adalah riwayat lahirnya Petral:

Pada 1969, Pertamina dan satu "interest group" Amerika Serikat mendirikan Perta Group dengan tujuan memasarkan minyak mentah dan produk minyak Pertamina di pasar Amerika Serikat. Perta Group-yang memulai kegiatan perdagangan minyak pada tahun 1972-terdiri dari Perta Oil Marketing Corporation Limited, perusahaan Bahama yang berkantor di Hong Kong, dan Perta Oil Marketing Corporation, perusahaan California yang menjalankan aktivitas keseharian di Amerika Serikat.

Pada 1978 terjadi reorganisasi besar-besaran. Perusahaan yang berbasis di Bahama digantikan dengan Perta Oil Marketing Limited, perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Pada September 1998, Pertamina mengambil alih seluruh saham Perta Group. Pada Maret 2001, atas persetujuan pemegang saham, perusahaan berubah nama menjadi Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL) yang berperan sebagai trading and marketing arm Pertamina di pasar internasional.

Petral mendirikan anak perusahaan berbadan hukum dan berkedudukan di Singapura bernama Pertamina Energy Services Pte Limited (PES) pada 1992 yang dibebani tugas melakukan perdagangan minyak mentah, produk minyak, dan petrokimia.

Pembentukan dan operasional Perta Group pada awalnya lebih diarahkan untuk pemasaran minyak bumi mengingat di masa itu Indonesia merupakan pengekspor neto (net exporter) minyak bumi dan masih menjadi anggota OPEC. 

Peranan minyak bumi juga masih sangat dominan baik sebagai sumber penerimaan devisa maupun sebagai sumber penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Pembentukan dan operasional Perta Group tidak terlepas dari kepentingan elit penguasa Orde Baru untuk mendapatkan rente dari ekspor minyak bumi. Operasional Perta Group praktis hanya sebagai "agen penjualan" minyak bumi dari Indonesia. Proses pemburuan rente dari penjualan minyak tersebut melalui keikutsertaan kroni penguasa dalam kepemilikan Perta Group," mengutip laporan yang disusun oleh Faisal Basri Cs ini.

Peran Petral kemudian semakin menjadi-jadi begitu Indonesia menjadi net importir. Perta Group yang kemudian diubah namanya menjadi Petral dengan PES sebagai anak perusahaannya tetap hanya sebagai trading arms dengan tambahan fungsi sebagai "agen pengadaan" minyak bumi dan BBM. Mengingat kebutuhan BBM Indonesia yang relatif sangat besar dan PES merupakan satu-satunya pihak yang ditunjuk sebagai penjual dan pembeli minyak mentah dan BBM, volume usaha PES semakin membesar.

Semua dimulai sejak 2014, tepatnya sesuai janji kampanye Presiden Joko Widodo yang sangat ingin membereskan sektor tata kelola migas RI.

Jokowi kemudian melantik Sudirman Said sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan meminta khusus agar Petral 'dibenahi'.

Dari situ, Sudirman membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang digawangi oleh Faisal Basri dan 12 pakar lainnya. Tim anti mafia migas ini, julukannya, bekerja 6 bulan penuh menyelidiki praktik-praktik impor BBM di tubuh anak usaha Pertamina tersebut.

Tim menemukan beberapa hal dari kajian mereka, misal penawaran yang dilakukan ke Petral dan PEs tidak lazim, proses berbelit-belit, dan harus menghadapi pihak ketiga yang bertindak sebagai agent atau arranger. 

Namun, pelaku yang bersangkutan mengakui dengan terbuka telah mengapalkan minyak secara teratur ke Indonesia melalui trader.

Tim juga menemukan indikasi kebocoran informasi mengenai spesifikasi produk dan owner estimate sebelum tender berlangsung. Tim menemukan cukup banyak indikasi adanya kekuatan "tersembunyi" yang terlibat dalam proses tender oleh Petral.

Berdasar temuan tersebut, Tim pun menyusun rekomendasi terkait Petral sebagai berikut:

Tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan BBM tidak lagi oleh PES melainkan dilakukan oleh ISC (integrated supply chain) Pertamina.

Mengganti secepatnya manajemen Petral dan ISC dari tingkat pimpinan tertinggi hingga manajer

Melakukan audit forensik agar segala proses yang terjadi di Petral menjadi terang benderang. Audit forensik agar dilakukan oleh institusi audit yang kompeten di Indonesia dan memiliki jangkauan kerja ke Singapura serta negara terkait lainnya. Hasil audit forensik bisa dijadikan sebagai pintu masuk membongkar potensi pidana, khususnya membongkar praktek mafia migas.

Temuan tim ini pun ditindaklanjuti oleh Menteri Sudirman Said dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) saat itu Dwi Soetjipto.

Tindak lanjut pertama, sesuai instruksi Presiden Jokowi, Sudirman dan Dwi langsung membekukan bisnis Petral pada tengah Mei 2015. "Kata Presiden, masa lalu harus diputus," kata Sudirman saat itu.

Tindak lanjut kedua adalah dengan melakukan audit forensik. Lembaga audit Kordha Mentha kemudian ditunjuk untuk mengaudit forensik praktik jual beli minyak di Petral untuk periode 2012 sampai 2014.

Berdasarkan temuan lembaga auditor itu, jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun. Untuk audit anak usahanya itu, Pertamina merogoh kocek hingga US$ 1 juta.

Dalam kasus yang diusut KPK sebelumnya, mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited (Petral), Bambang Irianto terseret.

Bambang diduga menerima suap US$2,9 juta yang diterima sejak 2010 sampai dengan 2013. Suap diduga diterima melalui rekening penampungan dari perusahaan yang didirikannya bernama SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan di British Virgin Island, sebuah kawasan bebas pajak. 

KPK menduga, uang suap itu atas bantuan yang diberikannya kepada pihak Kernel Oil terkait dengan kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada Pertamina Energy Service (PES) atau PT Pertamina (Persero) di Singapura dan pengiriman kargo. 

Bambang dalam perkara ini menggelar pertemuan dengan perwakilan Kernel Oil Pte. Ltd. (Kernel Oil) yang merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES/PT Pertamina. 

Pada saat itu, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT Pertamina (Persero) yang diikuti oleh National Oil Company (NOC), Major Oil Company, Refinery, maupun trader. 

Kemudian, pada periode tahun 2009 hingga Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES/PT Pertamina. 

Namun, Bambang selaku VP Marketing PES saat itu malah membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang.  

Sebagai imbalannya, diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri. 

Tersangka Bambang juga diduga mendirikan SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan hukum di British Virgin Island untuk menampung uang suap tersebut. 

Bambang bersama sejumlah pejabat PES diduga menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender, yang salah satunya adalah NOC. 

Namun, pada akhirnya pihak yang menjadi mengirimkan kargo untuk PES/PT Pertamina adalah Emirates National Oil Company (ENOC) yang diduga merupakan sebuah perusahaan bendera yang digunakan pihak perwakilan Kernel Oil Diduga, perusahaan ENOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerja sama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil.  

Tersangka Bambang diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina. 

Bambang dijerat dengan pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.