Deret Kasus yang Menyeret Tan Paulin

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 15 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Tan Paulin kini terseret dalam pusaran kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari (Foto: Dok MI/Aswan)
Tan Paulin kini terseret dalam pusaran kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Nama Ratu Batubara Tan Paulin kembali mendapat sorotan publik. Pengusaha batu bara asal Kalimantan Timur ini kini terseret dalam pusaran kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Hal tersebut ditandai dengan adanya penggeledahan rumah Tan Paulin di Surabaya, Jawa Timur (Jatim) pada bulan lalu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

"Rumah Saudari TP (Tan Paulin) sudah digeledah pada bulan lalu. Yang disita dari kegiatan dimaksud adalah dokumen (dokumennya apa? tak bisa disebut karena masih didalami penyidik), kaitannya dengan perkara dugaan penerimaan gratifikasi tersangka RW (Rita Widyasari)," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Selasa (13/8/2024) malam.

Bukan kali ini saja, berdasarkan Catatan Monitorindonesia.com, Tan Paulin juga terseret beberapa kasus sebelumnya:

Sengketa lahan tambang batu bara

Tan Paulin juga ternyata pernah muncul dalam sengketa lahan tambang batu bara. Pada 11 Maret 2022, Tan Paulin dkk juga sempat dilaporkan ke Polda Kaltim oleh CV Anggaraksa. 

CV Anggaraksa  menduga Tan Paulin melakukan penutupan jalan tambang batu bara di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Alasan yang diungkap oleh CV Anggaraksa atas laporan tersebut juga diakibatkan karena Tan Paulin menutup jalan akses secara luas dengan klaim kepemilikan lahan di lokasi pertambangan batu bara. 

Dari 127 hektare konsesi tambang milik CV Anggaraksa, sebanyak 65 bidang petak lahan di antaranya di klaim oleh Tan Paulin bahwa lahan tersebut milik mereka. 

"Iya kami laporkan kelompok Tan Paulin ke Polda Kaltim,” ungkap Kuasa Hukum CV Anggaraksa, I Putu Gede Indra Wismaya, perusahaan batu bara yang ditutup jalan tambangnya.

Akibat permortalan tersebut, kata I Putu, perusahaan kliennya tidak bisa melakukan aktivitas galian batu bara dan mengalami kerugian. Padahal, pihaknya sebagai pemegang IUP operasi produksi sesuai Surat Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 503/7354/IUP-OP/DPMPTSP/XII/2020 tertanggal 8 Desember 2020.

“Kami anggap pemortalan tersebut sebagai tindak pidana merintangi usaha pertambangan batu bara,” tegas dia. Hal itu diatur dalam Pasal 162 Jo Pasal 164 UU Nomor 4/2009 tentang Minerba Jo Pasal 55 KUHP.

Perjanjian alih muat batu bara 

Tan Paulin juga terseret dalam kasus perjanjian alih muat batu bara. Mantan direksi dan karyawan PT IMC Pelita Logistik Tbk (PSSI) juga ikut terseret.

Kasus ini terjadi pada 7 Maret 2023 yang berawal pada 2022, ketika PT SLE menyewa kapal floating crane barge Ben Glory milik PT IMC Pelita Logistik untuk proyek alih muat batu bara di perairan Muara Berau, Kaltim.

Perjanjian ini dituangkan dalam kontrak bernomor C/FLF/SLE/22-050 dan berlaku dari 1 September 2022 hingga 31 Agustus 2023. 

Perjanjian itu ditandatangani PT SLE melalui Denny Iryanto selaku direktur utama dan Tan Paulin selaku direktur; serta PT IMC melalui Iriawan Ibarat (terdakwa II) selaku direktur utama dan Harry Thjen (terdakwa III) selaku direktur komersial dan operasional.

Namun, pada Maret 2023, PT IMC secara sepihak menyewakan kembali kapal Ben Glory ke PT Dianta Daya Embara tanpa pemberitahuan atau persetujuan dari PT SLE. 

Masa berlaku sewa adalah 10 bulan, dari 1 Maret 2023 hingga 31 Desember 2023. Padahal, PT SLE masih memiliki hak pakai kapal sesuai perjanjian awal.

Pada 7 Maret 2023, Iriawan Ibarat dan Harry Thjen memerintahkan Toyowano (terdakwa I) selaku manajer komersial dari PT IMC untuk memberhentikan dan memindahkan penggunaan kapal Ben Glory kepada PT Dianta Daya Embara ke perairan Bunati, Angsana, Tanah Bumbu.

Akibatnya, proses alih muat batu bara PT SLE terhenti. Hingga 7 Maret 2023, alih muat menggunakan Ben Glory hanya mencapai 881.964 metrik ton, sedangkan 1.618.036 metrik ton belum dilakukan. Biaya demurrage yang ditimbulkan terhitung mencapai Rp106 miliar hingga 1 Mei 2023. Para terdakwa dijerat dengan Pasal 404 Ayat (1) jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Adapun kasus tersebut tengah bergulir di Pengadilan Negeri Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu. Pada Selasa (30/7/2024) sidang digelar dengan agenda pembuktian dan mendengarkan keterangan terdakwa.

Tambang ilegal/Ismail Bolong

Nama Tan Paulin juga disebut dalam video pengakuan Ismail Bolong. Ismail Bolong saat itu menyebut menyetor uang miliar rupiah ke Kabareskrim saat itu, Komjen Agus Andrianto. Namun dalam klarifikasi, Sabtu (5/11/2022), Ismail Bolong membantah setoran uang ke Kabareskrim yang ketika itu dijabat Komjen Agus Andrianto.

Meski begitu,  Koalisi Soliditas Pemuda Mahasiswa (KSPM) melaporkan dugaan beking tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur yang sempat dibongkar Ismail Bolong itu.

"Iya (buat laporan). Kami menyampaikan aspirasi sekaligus menyampaikan beberapa data terkait dengan kasus penyuapan tambang ilegal di Kalimantan Timur," ujar Koordinator KSPM, Giefrans Mahendra di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (30/11/2022).

"Tentunya adalah termasuk kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur yang baru-baru ini sempat viral melibatkan beberapa oknum pejabat salah satu yang kemudian diduga paling kuat adalah Kabareskrim Mabes Polri," sambungnya.

Sementara itu, Agus sempat menanggapi pengakuan Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan yang telah menandatangani Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Divisi Propam terkait dugaan pemberian gratifikasi oleh Ismail Bolong.

Agus menyerang balik Ferdy Sambo soal tudingan keterlibatannya dalam tambang ilegal di Kalimantan Timur. Ia menegaskan bahwa tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup kuat dalam LHP tersebut. Bahkan, Agus menyindir Ferdy Sambo soal kasus kematian Brigadir J yang ditutup-tutupi.

“Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup. Maklumlah kasus almarhum Brigadir Yoshua aja mereka tutup-tutupi,” kata Agus melalui keterangannya pada Jumat, 25 November 2022.

Menurut dia, berita acara pemeriksaan perkara (BAP) juga bisa direkayasa dan dibuat dengan penuh tekanan. Bahkan, ia mencontohkan kasus berita acara pemeriksaan (BAP) Irjen Teddy Minahasa yang dicabut semua terkait kasus bisnis narkoba.

"Liat saja BAP awal seluruh tersangka pembunuhan alm Brigadir Yoshua, dan teranyar kasus yang menjerat IJP TM yang belakangan mencabut BAP juga,” jelas dia.

Sekadar informasi, surat LHP yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam Polri, saat itu Ferdy Sambo sempat beredar, Nomor: R/1253/WAS.2.4/2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022, bersifat rahasia.

Dalam dokumen poin h, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.

Kemudian, Ismail Bolong juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk USD sebanyak 3 kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp2 miliar.

Sementara, kesimpulan laporan hasil penyelidikan ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur, terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP).

Namun, tidak dilakukan upaya tindakan hukum dari Polsek, Polres, Polda Kalimantan Timur dan Bareskrim karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang ilegal. Selain itu, ada kedekatan Tan Paulin dan Leny Tulus dengan pejabat Polda Kalimantan Timur.

Terkait laporan tersebut, KPK bakal mendalaminya. Termasuk, soal munculnya nama Agus dan kaitannya dengan Tan Paulin.

"Kami baru menerima laporan, jadi baru, belum kami mengumpulkan alat bukti, baru menerima. Selanjutnya, kami telaah ya," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat dikonfirmasi, Minggu (4/12/2022).

Menurut dia, KPK perlu mengecek ulang laporan yang masuk terkait dugaan tindak pidana korupsi kegiatan tambang batu bara ilegal yang menyeret nama Komjen Agus dengan Tan Paulin. Oleh karenanya, kata dia, KPK saat ini sedang mengumpulkan bukti-buktinya.

"Perlu dicek ulang sepertinya ada laporan tentang dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Tetapi kami perlu masih melakukan proses pengumpulan alat bukti, baik PLPM maupun di penyelidikan. Jadi, kami masih melakukan proses itu ya," katanya. Hingga saat ini kasus tersebut bak ditelan bumi.

Selain itu, nama Tan Paulin juga mencuat setelah Komisi VII DPR RI dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membongkar adanya praktik permainan penjualan batu bara tersembunyi di Kalimantan Timur (Kaltim).

Anggota Komisi VII DPR, Muhammad Nasir saat menjelaskan bahwa, ada 'Ratu Batu Bara' yang semestinya ditangkap oleh pemerintah. Karena orang tersebut melakukan penjualan batu bara keluar negeri dengan menggarap pembelian batu bara dari wilayah setempat.

"Produksi Ratu Batu Bara itu mencapai 1 juta ton per bulan. Tapi tidak ada laporan dari Kementerian ESDM kepada kita. Semua tau dia pemain batu bara dan tambangnya diambilin ke mereka. Namanya Tan Paulin terkenal sekali di Kaltim dan dibicarakan di sana," kata Nasir, Kamis (13/1/2022).

Tuduhan Nasir kemudian dibantah oleh pihak Tan Paulin melalui kuasa hukumnya Yudistira.

"Semua tuduhan miring kepada klien kami Ibu Tan Paulin adalah tidak benar. Sama sekali tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum yang sebenar-benarnya," kata  Kuasa Hukum Tan Paulin, Yudistira melalui pernyataan tertulisnya, Minggu (16/1/2022).

Gratifikasi dan TPPU Rita Widyasari

KPK baru-baru ini menggeledah rumah Tan Paulin, yang dikenal sebagai 'Ratu Batubara', di Surabaya, Jawa Timur. Penggeledahan ini terkait dengan dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Penggeledahan di rumah Tan Paulin dilakukan setelah sebelumnya KPK menggeledah rumah pengusaha batu bara lainnya, Said Amin. 

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com membenarkan penggeledahan tersebut. Namun, Tessa enggan memberikan keterangan lebih lanjut mengenai dokumen yang disita karena masih dalam proses penyelidikan oleh penyidik KPK.

Sementara itu, puluhan mobil disita Pada bulan Mei-awal Juni ini, KPK melakukan penggeledahan pada sembilan kantor dan 19 rumah terkait perkara Rita. 

Pada periode 13-17 Mei 2024 dilakukan penggeledahan di Jakarta serta di Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kertanegara pada tanggal 27 Mei-6 Juni 2024.  Hasilnya, ada puluhan mobil maupun motor hingga uang miliaran rupiah dalam jenis berbagai mata uang. "Penyidik KPK telah melakukan penyitaan berupa kendaraan bermotor, 72 mobil dan 32 motor," kata Tessa kepada wartawan, Sabtu (8/6/2024). 

Selain itu, ada enam aset berupa lahan dan bangunan di berbagai lokasi, ratusan dokumen dan barang bukti elektronik yang diduga punya keterkaitan dengan perkara. 

Selanjutnya, disita uang tunai Rp 6,7 miliar dan mata uang asing yang ditaksir mencapai Rp 2 miliar, sehingga totalnya 8,7 miliar. "Uang dalam mata uang rupiah senilai 6,7 miliar dan dalam mata uang dollar AS dan mata uang asing lainnya senilai total kurang lebih 2 miliar," tutur dia.

KPK sebelumnya juga mengungkap pernah menyita 30 jam tangan mewah milik Rita. 

Atas kejahatannya ini, Rita telah divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 6 Juli 2018. Selain itu, ia diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. 

Menurut hakim Rita terbukti menerima gratifikasi Rp 110 miliar. Ia menerima gratifikasi bersama-sama dengan staf khususnya, Khairudin. 

Hakim menilai, Rita menugaskan Khairudin untuk mengkondisikan penerimaan uang terkait perizinan dan proyek-proyek di lingkungan Pemkab Kukar.  

Selain itu, Rita terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun. Uang itu diberikan terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara kepada PT Sawit Golden Prima. 

Sebagai kompensasi atas izin lokasi yang telah diterbitkan, Abun memberikan uang kepada Rita yang seluruhnya berjumlah Rp 6 miliar. Adapun rinciannya, Rp 1 miliar pada 22 Juli 2010 dan Rp 5 miliar pada 5 Agustus 2010. 

Rita terbukti melanggar Pasal 12 B dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

Kasus ini menambah panjang daftar keterlibatan pengusaha batu bara dalam masalah hukum. Semua tergantung kepada aparat penegak hukum mengusut kasus ini tanpa pandang bulu.