Hakim Anggap Kerugian Negara Korupsi Jalur Kereta Besitang-Langsa hanya Rp 30,8 M, Jauh dari Dakwaan Jaksa Rp 1,1 T

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 November 2024 14:21 WIB
Salah satu tersangka korupsi jalur kereta Besitang-Langsa (Foto: Dok MI)
Salah satu tersangka korupsi jalur kereta Besitang-Langsa (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menganggap jumlah kerugian negara pada proyek pembangunan jalur kereta Besitang-Langsa tahun 2015–2023 hanya Rp 30,8 miliar. Jauh di bawah dak­waan jaksa yang mencapai Rp 1,1 triliun.

Hal itu dikemukakan pada si­dang pembacaan vonis terhadap Kepala Balai Perkeretaapian (BTP) Medan tahun 2016-2017 Nur Setiawan Sidik dan Kepala BTP Medan 2017-2018 Amanna Gappa serta dua pihak swasta, yakni Arista Gunawan selaku team leader tenaga ahli PT DYG dan Freddy Gondowardojo selaku pemilik PT TPM dan PT MKB.

Hakim menyatakan tidak sependapat dengan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ter­tanggal 13 Mei 2024 mengenai jumlah kerugian keuangan nega­ra perkara korupsi proyek jalur kereta Besitang-Langsa.

Hakim melandaskan pertim­bangannya pada fakta hukum, yakni keterangan para saksi dan terdakwa di persidangan. Juga, berdasar surat Inspektorat Jen­deral Kementerian Perhubungan Nomor PS.0306 tanggal 7 Ok­tober 2021 perihal hasil audit kinerja Inspektorat II pada Sep­tember 2021, yang menyatakan bahwa progres pekerjaan proyek ini sudah mencapai 98 persen.

"Sehingga menurut pendapat majelis hakim tidak adil apa­bila pekerjaan pembangunan jalur kereta Besitang-Langsa pada BTP Medan 2015-2023 dihitung secara total loss atau kerugian negara total, yang hanya mendasarkan pertimbangan belum bisa diman­faatkan atau belum dioperasion­alkan," kata ketua majelis hakim Djuyamto membaca pertim­bangannya putusan pada sidang Senin (25/11/2024).

Hakim berpendapat jika keru­gian keuangan negara dihitung secara total loss karena belum bisa digunakan, maka negara tidak berbuat adil dan mengambil keun­tungan tidak sah dari terdakwa.

Lantaran kenyataannya proyek ini telah dilaksanakan oleh terdakwa. Ada barang-barang yang terpasang sudah dibeli dengan menggunakan uang dari hasil pembayaran pekerjaan jalur kereta Besitang-Langsa.

Hakim lalu membeberkan hasil perhitungannya, yakni jumlah pencairan pekerjaan konstruksi dan supervisi jalur kereta Besitang-Langsa sebesar Rp 1.149.186.416.220 triliun dikalikan progres pekerjaan 98 persen. Diperoleh angka Rp 1.126.202.687.902 yang sudah dikerjakan kontraktor. Terdapat selisih Rp 22.983.728.325.

Kemudian, ditambah pencairan pembayaran paket detail engineering design (DED) 10 fiktif sebesar Rp 7,9 miliar, maka total kerugian negara menjadi Rp 30,8 miliar.

Majelis hakim berwenang menghitung kerugian negara berdasarkan angka 16 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016. Surat edaran ini menyebut bahwa hakim dapat menilai adanya kerugian negara dan besaran kerugian negara berdasar fakta di persidangan.

"Menimbang bahwa berdasar­kan uraian tersebut di atas, maka majelis hakim berpendapat, un­sur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian ne­gara telah terpenuhi pada per­buatan terdakwa," kata hakim.

Hakim menyatakan, keempat terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan jalur kere­ta Besitang-Langsa 2015-2023.

Topik:

Kejagung Jalur Kereta Jalur KA Medan Besitang Langsa