Kejagung Bidik Dugaan Keterlibatan Bulog di Kasus Korupsi Impor Gula Tom Lembong


Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengembangkan kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016 yang menyeret mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Charles Sitorus.
Dengan banyaknya saksi yang diulik penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung menandakan tidak menutup kemungkinan bakal ada tersangka baru dalam kasus yang merugikan negara Rp 400 miliar itu.
Saksi dari pihak perusahaan swasta hingga milik BUMN pun turut digarap. Kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus ini tak lain untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," kata Harli, Senin (2/12/2024).
Harli menambahkan, pada hari ini, pihaknya memeriksa 4 saksi. Yakni BAM selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Persero tahun 2016-2019; FKZ selaku Kepala Divisi Pengadaan Pangan Pokok Direktorat Pengadaan Bulog tahun 2016-2018; YHF selaku Karyawan BUM atau Bulog; dan RJT selaku Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai I.
"Keempat orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 sampai dengan 2016 atas nama tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong) dan kawan-kawan," tandasnya.
Temuan BPK
Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan bahwa kesalahan impor gula tidak hanya terjadi pada kepemimpinan Tom Lembong.
Kesalahan kebijakan impor itu juga terjadi saat Menteri Perdagangan dijabat oleh Rachmat Globel dan Eggartiasto Lukita selama periode 2015-2017.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II pada 2017 lalu, instansi pengawas pengelolaan uang negara itu menemukan sebelas kesalahan kebijakan impor pada enam komoditas, yakni beras, gula, garam, kedelai, sapi, dan daging sapi.
Dikutip dari laporan itu, kesalahan kebijakan itu mencakup impor yang tak diputuskan di Kementerian Koordinator Perekonomian, impor tanpa persetujuan teknis oleh Kementerian Pertanian (Kementan), impor tak didukung data kebutuhan dan persyaratan dokumen, hingga pemasukan impor melampaui tenggat yang ditentukan.
BPK kemudian menemukan Persetujuan Impor (PI) terhadap gula sejumlah 1,69 juta ton yang dikeluarkan Menteri Perdagangan sepanjang 2015 hingga semester I 2017 tak melalui rapat koordinasi.
Persetujuan tersebut tercatat dikeluarkan pada tiga masa Menteri Perdagangan era pemerintahan Jokowi, yakni Rachmat Gobel, Tom Lembong, dan Enggartiasto Lukita.
Temuan ini merupakan salah satu butir penyimpangan bidang tertentu yang mengindikasikan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas pengelolaan tata niaga impor pangan pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) era Jokowi.
"Hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan tata niaga impor menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern Kemendag belum efektif untuk memenuhi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis BPK dalam dokumen itu sebagaimana dikutip Monitorindonesia.com, Senin (2/12/2024).
Impor gula sejumlah 1,69 juta ton itu bukan satu-satunya penerbitan Persetujuan Impor yang bermasalah. Dalam laporan itu, BPK menemukan penerbitan PI gula kristal mentah (GKM) kepada PT Adikarya Gemilang, dalam rangka uji coba kegiatan industri, sebanyak 108.000 ton juga tak didukung data analisis kebutuhan.
Tak hanya penerbitan PI yang bermasalah, BPK pun menemukan jumlah alokasi impor untuk sejumlah komoditas sepanjang 2015 hingga semester I 2017 yang ditetapkan dalam PI tak sesuai dengan data kebutuhan dan produksi dalam negeri. Komoditas itu yakni gula kristal putih (GKP), beras, sapi, dan daging sapi.
Untuk izin impor beras yang belum sesuai ketentuan, terjadi pada impor beras sebanyak 70.195 ton. Impor itu dinilai tak memenuhi dokumen persyaratan, melampaui batas berlaku, dan bernomor ganda. Ada pula impor beras kukus sebanyak 200 ton yang tidak memiliki rekomendasi dari Kementerian Pertanian.
Komoditas lain yang juga diduga terindikasi terjadi pelanggaran adalah penerbitan PI sapi kepada Perum Bulog pada 2015. Sebanyak 50.000 ekor sapi diimpor tidak melalui rapat koordinasi.
Penerbitan PI daging sapi pada 2016 sebanyak 97.100 ton dan realisasi sebanyak 18.012,91 ton atau senilai Rp737,65 miliar juga tak sesuai atau tanpa rapat koordinasi dan tanpa rekomendasi Kementerian Pertanian (Kementan).
Peran tersangka
Mengutip Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Abdul Qohar, dalam jumpa pers di Kanto Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024), bahwa Tom Lembong telah memberikan penugasan kepada perusahaan untuk mengimpor gula kristal mentah menjadi gula yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih dalam rangka stabilisasi harga gula di masyarakat.
Qohar menjelaskan, impor gula saat itu dilakukan pemerintah untuk menstabilisasi harga karena gula langka dan harga gula di Indonesia melambung tinggi. Impor gula seharusnya dilakukan oleh BUMN yang ditunjuk Menteri Perdagangan.
"Padahal seharusnya yang berhak melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri dalam rangka stabilisasi harga adalah BUMN yang ditunjuk oleh Menteri Perdagangan," kata Qohar.

Tidak semua jenis gula diperbolehkan untuk diimpor. Gula yang boleh diimpor adalah gula kristal putih. "Itupun adalah seharusnya gula kristal putih, bukan gula kristal mentah," kata Qohar.
Tom Lembong memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP. Gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih. Negara disebut Qohar rugi kurang lebih Rp 400 miliar akibat kasus ini.
Delapan perusahaan gula swasta yang terlibat dalam pembuatan kristal mentah itu di antaranya PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
"Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang diperbolehkan impor gula kristal putih adalah BUMN. Tetapi berdasarkan persetujuan impor yang dikeluarkan tersangka TTL, impor tersebut dilakukan oleh PT AP".
"Dan impor gula tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait, serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri," tutur Qohar.
Topik:
Bulog Kejagung Tom Lembong Impor GulaBerita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
8 jam yang lalu

Wamentan Sudaryono: Kementan Garda Terdepan Wujudkan Swasembada Pangan Nasional
15 jam yang lalu

Nasim Khan: Perpres Tata Niaga Gula Penting Selamatkan Petani dan Konsumen
30 September 2025 12:44 WIB