Sukar Putus Korupsi di Tubuh PLN: UGC Pecatu – Nusa Dua Bali (2018) dan Jointing SKTT 20KV Distribusi Jabar Teranyar?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Desember 2024 11:20 WIB
Petugas PT PLN (Foto: Istimewa)
Petugas PT PLN (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola penyediaan listrik dan menyelenggarakan pelayanan terhadap kebutuhan energi listrik terutama untuk kebutuhan penerangan bagi masyarakat luas.

Hingga Oktober 2024, kinerja penjualan listrik tercatat tumbuh sebesar 16,36 TWh atau 6,88% atau lebih tinggi 6,9 TWh di atas target RKAP.

Sementara capaian laba usaha perusahaan pelat merah itu tercatat tembus hingga Rp 50,1 triliun. Capaian tersebut lebih tinggi 25,3% dari yang sudah ditetapkan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sebesar Rp 40 triliun. Adapun, capaian ini didukung oleh peningkatan pendapatan usaha yang sejalan dengan naiknya konsumsi energi listrik oleh pelanggan.

Selain laba usaha, PLN juga mencatatkan EBITDA sebesar Rp 94,7 triliun lebih tinggi 17% dibandingkan target RKAP yang dipatok sebesar Rp 80,9 triliun. Sedangkan untuk operating cash flow pun mengalami peningkatan hingga Rp 32,3 triliun atau 78,7% di atas target RKAP sebesar Rp 18,1 triliun.

PLN sering kali menjalankan proyek dengan nilai yang tidak sedikit. Seperti halnya belanja barang (kapital industrial) dan pengadaan barangnya mencapai ratusan triliun rupiah per tahunnya, yang digunakan untuk penyediaan infrastruktur, peningkatan layanan, dan terkait kebutuhan listrik nasional.

Korupsi Tower Transmisi PLN
Ilustrasi - Pekerja PT PLN (Foto: Dok MI)

Tidak heran jika PLN sebagai tangan panjang penyalur listrik yang merupakan kebutuhan dasar rakyat dan sekaligus mengerjakan proyek dengan nilai miliaran sampai triliunan rentan dikorupsi. 

Banyak proyek-proyek yang ‘lolos’ disebabkan regulasi yang ada berpotensi mendorong untuk melakukan penyimpangan. Tumpang tindih regulasi menyebabkan hilangnya arah bagi para pejabat PLN yang ingin membuat terobosan kebijakan.

Pola korupsi yang terjadi di PLN sebenarnya tak jauh-jauh dari penyimpangan dengan memanfaatkan celah kebijakan, sampai markup dan penggelapan berbagai macam proyek pengadaan alat pembangunan pembangkit listrik.

Sayangnya, masih dugaan rasuah yang belum tersentuh dan ada pula disidik tak kunjung ada tersangka. Mengutip pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW), bahwa sejak dulu PT PLN punya reputasi yang kurang baik terhadap proses pengadaan barang dan jasa.

Peneliti ICW, Egi Primayogha mengatakan, masalah pengelolaan serta pengadaan barang dan jasa di PLN kerap berpotensi berujung pada kasus korupsi.

Jointing SKTT 20KV 
Dari sumber yang dimiliki Monitorindonesia.com, menguak dugaan kecurangan – kecurangan yang sangat serius dalam penanganan kerusakan Jointing SKTT 20KV di PLN Distribusi Jawa Barat, UPT Cikarang di Lokasi Karangsari, Kecamantan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi. 

Kejadian ini telah berlangsung berkali – kali selama tahun 2024 dan semakin parah hingga saat ini. Kerusakan terjadi pada meterial Jointing Kabel 20 KV Merk Arlisco yang disuplai oleh PT. Arlisco Elektrika Perkasa (AEP).

Aparat penegak hukum (APK) perlu memelototi, kerusakan yang terjadi berupa terbakarnya jointing lebih dari 20 kali pada titik/tempat yang sama sejak bulan Februari sampai Agustus 2024 yang mengakibatkan kerugian material dan gangguan pada pelanggan PLN.

APH juga perlu mengusut dugaan pemalsuan barang yang dilakukan oleh PT. Arlisco Elektrika Perkasa (AEP) dimana sudah terbukti bahwa barang yang disuplai oleh Arlisco ke PLN bukan merupakan merk/produk dari Arlisco sendiri, melainkan merk pabrikan lain. 

Hal ini sudah diakui sendiri oleh PT. Arlisco kepada pihak PLN (pegawai PLN di UPT Cikarang). Tindakan PT. Arlisco ini ditengarai melanggar aturan kualitas atau SPM yang berlaku di PLN yang artinya sudah mengankangi aturan di PLN. 

Menurut perhitungan awal bahwa negara sudah dirugikan sekitar Rp 25  miliar akibat ketidakmampuan dari PLN untuk menjamin mutu produk perusahaan  tersebut.

"Dari sudut pandang kami, kerugian yang besar ini bukan lagi kelalaian, tetapi kesengajaan dari banyak pihak untuk mengambil keuntungan dari kesengsaraan PLN dan masyarakat Indonesia," tegas Direktur Investigasi Indonesian Ekatalig Watch (INDECH), Hikmat Siregar, Jum'at (6/12/2024).

Sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku di PLN, seharusnya PT. Arlisco sudah diputus kontrak dan dimasukkan ke dalam daftar hitam black list PLN. Namun kenyataannya, tidak pernah ada tindakan punisment dari PLN kepada perusahaan tersebut. 

Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo

"Kami juga meminta Direktur Utama PLN Darmawan Prasojo bisa memeriksa jajaran anak buah bapak apakah ada keterlibatan mereka terkait kasus ini dan pembiaran dari kecurangan PT Arlisco," jelasnya.

Dari hasil temuan itu, INDECH meminta Dirut PLN Darmawan Prasojo mengedepankan kepentingan umum.  Direktur Utama segera menindaklanjuti masalah ini demi kebaikan dan kelancaran tugas PLN dalam melayani konsumennya dan juga agar PLN tetap mendapat kepercayaan dari seluruh stakeholdernya dan masyarakat Indonesia. 

"Tindakan Dirut Darmawan Prasojo sangat penting dalam memberantas setiap tindakan vendor dan anak buah bapak yang melanggar aturan," kunci Hikmat.

Lantas apa saja yang dilakukan Dirut PLN saat ini? Catatan Monitorindonesia.com, Dirut PLN Darmawan Prasojo belum lama ini mencopot anak buahnya diduga tidak mampu memenuhi keinginan direksi.

Mereka adalah Karyawan Adji, Direktur Manajemen Human Capital PLN Nusantara Power; Muhammad Reza, Direktur Pengembangan Bisnis dan Niaga PLN Nusantara Power; Agung Nugraha Putra, Executive Vice President Operasi Distribusi Sumatera Kalimantan; Abdul Muchlis, Executive Vice President Operasi Distribusi Jawa Madura Bali; Eric Rossi Priyo Nugroho, General Manager UID Sumatera Barat; dan Maria I Gunawan, Executive Vice President Customer Experience.

HDD PT PLN 
Dugaan mark up pada pembangunan Saluran Kabel Tekanan Tinggi (SKTT) UGC Pecatu – Nusa Dua Bali Tahun 2018.

Proyek yang dikerjakan Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Timur-Bali itu sebagai pintu masuk aparat penegak hukum untuk mengungkap kasus-kasus korupsi besar di PT PLN.

Merujuk pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 847/Pid.B/2020/PN.Jak.Sel, tanggal 26 Oktober 2020. PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Timur Dan Bali, telah melaksanakan Pekerjaan SKTT UGC Pecatu Nusa II Tahun 2018.

Bahwa, dalam melaksanakan Pekerjaan SKTT UGC Pecatu Nusa Dua, PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Timur Dan Bali telah menunjuk PT Kabel Metal Indonesia (KMI).

PT Kabel Metal Indonesia (KMI) memberikan Pekerjaan SKTT UGC Pecatu Nusa Dua, kepada PT CME. Selanjutnya, PT CME memberikan Pekerjaan SKTT UGC Pecatu Nusa Dua, kepada PT Ida Iasha Nusantara (IIN).

PO sebagai bentuk SPK pemberian kerja dari PT. CME kepada PT. IIN dengan Nomor :162/PT-CME/V/2018, tanggal 4 Mei 2018 perihal PO jasa HDD untuk pengerjaan UCG Pecatu - Nusa Dua Bali senilai Grand total Rp. 31.185.000.000. Nomor :163/PT-CME/V/2018, tanggal 4 Mei 2018 perihal PO jasa HDD untuk pengerjaan UCG Pecatu - Nusa Dua Bali senilai Grand total Rp. 27.720.000.000.

Pada kenyataannya PT. Ida Iasha Nusantara hanya mengerjakan pekerjaan di 9.636.35 meter HDD dari kontrak di 12.600 meter yang menjadi objek pekerjaan. Harga per meter Rp 4.400.000 (Rp. 31.185.000.000 + Rp 27.720.000.000) dibagi 12.600 meter.

Selanjutnya, PT Ida Iasha Nusantara memberikan Pekerjaan SKTT UGC Pecatu Nusa Dua, kepada PT. Surya Cipta Teknik (SCT). Harga HDD yang disepakati oleh PT IIN dengan PT SCT sebesar Rp 3.400.000. Dan perkiraan Direktur PT IIN, biaya maksimal pekerjaan HDD hanya Rp 2.100.000 per meter.

Selengkapnya di sini

Di lain sisi, dari penelusuran Monitorindonesia.com, proyek-proyek PT PLN (Persero) di sejumlah titik sudah diatur sedemikian rupa. Anggaran bahkan diduga mark up hingga 100 persen.

Sebagai contoh, dalam proyek penataan kabel-kabel listrik yang menjuntai di sepanjang jalan protokol di Jakarta, PT PLN Persero menganggarkan hingga Rp 12 juta per meter.

Proyek itu juga "dijual" ke sub kontraktor dengan nilai penawaran Rp 5-6 juta per meter dengan menggunakan Mesin boring HDD (Horizontal Direct Drilling).

"Dengan harga Rp 5 juta saja kami masih ada sisa, padahal, yang kita tahu dari PLN ke main kontraktor angkanya cukup besar antara Rp 10-12 juta per meter," ungkap salah seorang perusahaan sub kontraktor yang menggunakan mesin HDD di Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

Ketika ditanya kenapa hanya bekerja sebagai sub kontraktor kalau bisa mengerjakan proyek HDD di harga Rp 5 juta per meter, dia mengatakan sangat sulit perusahaannya masuk berkompetisi di PT PLN Persero.

Rangkap Jabatan Langgar UU, Erick Thohir Didesak Beri Klarifikasi
Erick Thohir kian gencar besih-bersih BUMN dan dana pensiun BUMN dari korupsi. Erick bahkan menggandeng Kejaksaan Agung dan KPK. Erick juga tak segan memecat bos-bos BUMN yang tersangkut kasus korupsi. (Foto: Dok MI)

"Enggak mungkin kami bisa menang tender sekalipun harga penawaran kami jauh lebih murah. Separuh dari harga yang dibuat PLN saja kami masih ada untung kok. Ini yang kami kerjakan selama ini. Proyek-proyek PLN itu sudah diatur (PLN) bersama pembesar-pembesar. Perusahaan seperti kami gak bakalan menang tender, sekalipun kami sebenarnya yang banyak mengerjakan proyek-proyek (PLN) selama ini," jelasnya.

Bisa dibayangkan, dari proyek penataan kabel menggunakan mesin bor HDD yang ada di Jakarta saja bisa mencapai puluhan kilometer setiap tahun. Nilai proyeknya mencapai triliunan rupiah.

"Sekalipun proyeknya seperti itu, aman-aman saja toh. Memang sangat jarang penegak hukum bongkar kasus-kasus korupsi di proyek PLN," katanya.

Mesin HDD merupakan mesin boring bawah tanah secara horizontal yang dapat dikendalikan, untuk penanaman pipa HDPE, sebagai saluran kabel XLPE.

Keunggulan penggunaan mesin HDD adalah untuk memudahkan dalam gelar kabel Tegangan Menengah (TM). Juga mempermudah proses penarikan kabel dari satu titik ke titik lainnya.

Sedangkan untuk pipanya menggunakan Pipa HDPE (high density polyethylene) yang merupakan pipa elastis,lentur,kuat terhadap tekanan, mengikuti pergerakan tanah, yang digunakan sebagai jalur masuknya kabel dan melindungi kabel XLPE tersebut dari tekanan tanah.

Sehingga pasokan listrik selalu terjaga dengan handal karena Mesin HDD mampu mengebor hingga jarak 300 meter tanpa merusak fasilitas diatasnya. 

Tengah disidik-nihil tersangka

Dugaan korupsi di PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. 

Dugaan korupsi itu menyangkut pekerjaan penggantian komponen suku cadang guna mendukung produksi uap di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bukit Asam. Pekerjaan ini disebut dengan istilah retrofit sistem sootblowing. Proses pengadaannya dilakukan pada 2017 sampai dengan 2022.

Tersangka dalam kasus ini adalah General Manager PT Pembangkit Listrik Negara atau PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (UIK SBS) tahun 2017-2022 Bambang Anggono. 

Selain Bambang, KPK juga menetapkan Manajer Enjiniring pada PT PLN UIK SBS Budi Widi Asmoro dan Direktur PT Truba Engineering Indonesia (TEI) Nehemia Indrajaya sebagai tersangka.

Korupsi PLN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadirkan tiga tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait pekerjaan retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam pada PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (UIK SBS) tahun 2017-2022, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2024).

Perlu diketahui, pengusutan dugaan korupsi di tubuh PLN tak hanya dilakukan KPK, namun Kejaksaan Agung (Kejagung) juga melakukan itu.

Pada 2022 lalu, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa banyak saksi terkait dugaan korupsi pengadaan tower transmisi di PLN pada tahun 2016. Hingga saat ini belum ada yang tersangka.

Adapun keputusan menaikkan kasus ke tahap penyidikan kasus itu, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.

Menurut Jaksa Agung, kejaksaan telah menemukan sejumlah fakta perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang, kesempatan dan sarana dalam kasus tersebut.

Ia mengatakan, PT PLN Persero tahun 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan sebesar Rp2,25 triliun.

Dalam pelaksanaannya, PT PLN, Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia atau Aspatindo, serta 14 penyedia pengadaan tower di tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada.

Lebih lanjut, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodasi permintaan dari Aspatindo sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan, yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo.

Meski begitu, hingga kini Kejaksaan Agung belum menetapkan satupun tersangka. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah mengatakan, hingga kini Kejaksaan Agung masih fokus dalam pemeriksaan saksi-saksi dari unsur PLN maupun pihak swasta guna mencari siapa pihak yang paling bertanggungjawab untuk dijadikan tersangka.

"Kita masih mencari kesesuaian di kontrak-kontrak yang ada dengan pekerjaannya, kemudian fisiknya adalah proses ketika proses pekerjaan itu, apakah melalui penunjukkan atau apa," ujar Febrie.

Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah
Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah (Foto: Dok MI)

Terkait itu, Jampidsus membuka kemungkinan banyak pihak yang akan diperiksa terkait kasus tersebut. Dan ia mengatakan, bila perlu Kejagung akan memeriksa Direktur Utama PT PLN priode 2014-2019, Sofyan Basir dalam kasus yang merugikan negara Rp 2,2 triliun lebih ini. “Kepentingan penyidikan perlu ya pasti kita periksa, intinya kepentingan penyidikan,” singkatnya.

Selain itu, Febrie juga membuka satu lagi kemungkinan. Karena proses pemeriksaan masih berjalan dan semua keterangan dan bukti-bukti masih dihimpun, Febrie mengatakan, jumlah kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan akan bisa bertambah.

Selengkapnya di sini

Deretan Kasus Korupsi yang 'Menyetrum' Petinggi PT PLN, Siapa Berikutnya? Sudah ada kasus dugaan korupsi yang menyetrum petinggi PT PLN itu. Mulai dari mantan Direktur Utama PLN Eddie Widiono dijatuhi hukuman lima tahun penjara hingga Direktur Utama PT PLN (Persero) 2016-2019 Sofyan Basir terseret dalam perkara suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Selengkapnya di sini

Catatan: Konfirmasi Monitorindonesia.com menyoal kasus di atas hingga saat ini dicueki Dirut PLN Darmawan Prasojo.

Utang Rp138,88 T tanggung jawab siapa?

Dirut PLN Darmawan Prasodjo harus bertanggung jawab atas utang perusahaan yang tercatat Rp138,88 triliun per Juni 2024.

"Jumlah utang PLN per Juni 2024 tembus Rp138,88 triliun, ini menjadi catatan buruk kepemimpinan Darmawan Prasodjo," kata, Kamaluddin Mujaddid Aliansi Mahasiswa Pejuang Demokrasi (Ampera) saat menggelar aksi damai di depan Kantor Pusat PLN, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (30/10/2024) lalu.

Mujaddid Ampera memandang Darmawan Prasodjo tidak mampu lagi memimpin perusahaan pelat merah sebesar PLN. Menurutnya, Darmawan sejauh ini hanya piawai menampilkan segala cara untuk PLN terlihat baik-baik saja di depan pemangku kepentingan negara.

"Begitu juga menggelontorkan CSR yang sebesar-besarnya dalam rangka membungkam mata publik sehingga menjadikannya masih langgeng sampai sekarang," tuturnya.

Untuk itu, Kamaluddin mendesak Menteri BUMN Erick Thohir mengambil langkah dengan mengevaluasi posisi Darmawan Prasodjo sebagai Dirut PLN.

"Menteri BUMN perlu mencopot Darmawan Prasodjo karena tidak mampu secara signifikan menyelamatkan PLN dari jeratan utang yang sewaktu-waktu menjadi ancaman masa depan PLN," tandasnya.

Topik:

Korupsi PLN PLN PT PLN