Tersangka Korupsi X-ray Barantan Rp 82 M dan Pemenang Tender

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Januari 2025 22:39 WIB
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto (Foto: Dok MI)
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin X-ray di Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kementan) tahun anggaran 2021 yang merugikan negara Rp 82 miliar.

Penyidikan kasus ini dimulai sejak Senin, 12 Agustus 2024. Catatan Monitorindonesia.com, bahwa pada 15 Agustus lalu, KPK telah mencegah enam orang untuk bepergian ke luar negeri dalam kasus ini. Pencegahan itu tertuang dalam surat keputusan nomor 1064 tahun 2024.

Keenam orang tersebut berinisial WH, IP, MB, SUD, CS dan RF. "Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh penyidik karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang sudah tadi dijelaskan dan berlaku untuk enam bulan ke depan," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto.

Dari 6 inisial itu, baru WH alias Wisnu Haryana selaku mantan Sekretaris Barantan yang diketahui sebagai tersangka. Penetapan ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tertanggal 12 Agustus 2024. Sementara inisial lainnya masih dirahasiakan KPK.

Adapun nilai proyek pengadaan x-ray statis dan mobile x-ray, serta pengadaan x-ray trailer atau kontainer itu mencapai Rp 194,2 miliar. KPK menduga proyek ini dikorupsi, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 82 miliar.

KPK hingga saat ini masih belum menahan para tersangka, sebab masih menunggu perhitungan kerugian negara dan masih berkutat pada pemeriksaan saksi untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara. "Penahanan para tersangka menunggu selesainya perhitungan kerugian negaranya, serta pemberkasan," kata Tessa kepada Monitorindonesia.com.

Pemenang tender

Pengusutan kasus ini berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Bahwa dalam auditnya, BPK mencatat bahwa perencanaan pengadaan X-Ray senilai Rp194,29 miliar di Badan Karantina Pertanian tidak sesuai ketentuan.

Pengadaan tersebut meliputi X-Ray Kontainer, X-Ray Statis, dan Mobile X-Ray yang dimenangkan oleh PT Mitra Karya Seindo (MKS) dan PT Rajawali Nusindo dengan kontrak senilai Rp98,66 miliar dan Rp95,63 miliar masing-masing.

MONITOR JUGA: Membongkar Jejak PT Rajawali Nusindo dalam Pengadaan X-Ray Kementan

Namun, kedua proyek tersebut tidak selesai tepat waktu. Beberapa perubahan kontrak terkait waktu pelaksanaan dan spesifikasi teknis diperlukan karena barang dengan spesifikasi awal tidak lagi diproduksi.

Denda keterlambatan sebesar Rp1,38 miliar sudah disetor ke kas negara untuk proyek X-Ray Kontainer, namun belum ada denda yang dibayarkan untuk X-Ray Statis dan Mobile.

BPK juga menemukan bahwa perencanaan kebutuhan X-Ray belum sesuai ketentuan. Tidak ada identifikasi yang memadai dalam penetapan penerima, jenis, dan jumlah X-Ray.

Misalnya, peralatan X-Ray Kontainer yang awalnya direncanakan untuk Pelabuhan Bakauheni dipindahkan ke Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, lalu dialihkan lagi ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya tanpa alasan justifikasi yang kuat.

Selain itu, observasi menunjukkan bahwa peralatan X-Ray Kontainer di Tanjung Perak belum bisa dimanfaatkan secara optimal karena belum adanya Prosedur Operasional Standar (POS) yang jelas dan kurangnya sumber daya manusia serta anggaran yang memadai.

Badan Karantina Pertanian juga belum memiliki rencana matang terkait penggunaan X-Ray Statis dan Mobile, dengan beberapa alat ditempatkan di lokasi yang tidak sesuai, seperti di dalam kantor, bukan di pintu masuk dan keluar produk pangan.

Badan Karantina Pertanian berjanji akan menyusun road map pemanfaatan X-Ray pada Mei 2022, termasuk POS dan revisi anggaran pada Juni 2022. Namun, hingga pemeriksaan BPK berakhir, implementasi ini belum berjalan optimal.

Topik:

KPK Barantan X-Ray