PPATK Perlu Dilibatkan dalam Kasus Dugaan Suap SPK Fiktif Kemenperin

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 14 Februari 2025 17:27 WIB
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi (Foto: Dok MI/Pribadi)
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi (Foto: Dok MI/Pribadi)

Jakarta, MI - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perlu dilibatkan dalam penelusuran aliran dana kasus surat perintah kerja (SPK) fiktif yang dibuat oleh mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berinisial LHS. 

Kasus dugaan suap penerbitan SPK fiktif itu telah dilaporkan pihak Kementerian Perindustrian baru-baru ini ke Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri.

"Peran PPATK dalam kasus ini sangat dibutuhkan, Kortas Tipikor Polri dapat menggandengnya untuk menelusuri ke mana saja dana itu mengalir," kata Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi kepada Monitorindonesia.com, Jumat (14/2/2025).

Adapun LHS diduga telah menyalahgunakan kewenangan yang diberikannya sebagai PPK untuk membuat SPK fiktif, menerima dana dari vendor, wakil investor atau investor, dan menggunakan dana tersebut untuk melaksanakan kegiatan yang seakan-akan merupakan kegiatan resmi Kemenperin.

Uchok menegaskan bahwa dengan fakta tersebut menjadi pintu masuk pihak Kortas Tipikor Polri untuk segera menyelidikinya dengan memeriksa para saksi. Sekalipun dia menteri, Uchok menegaskan, tetap harus diperiksa agar kasus tersebut terang benderang.

"Saya kira dengan dimulainya penyelidikan nanti, pihak Polri tentunya dapat mendalami siapa yang memberi perintah soal penerbitan SPK fiktif itu. Tidak mungkin juga gak ada angin, gak ada hujan, oknum PPK itu berani menerbitkan SPK itu. Ya Menperin ya harus diperiksa juga sepanjang diperlukan demi kepentingan pengusutan kasus tersebut," papar Uchok.

Namun demikian, soal tuduhan bahwa Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasmita dianggap memberi perintah pada oknum ASN tersebut untuk membuat SPK fiktif, pihak Kemenperin telah membantahnya.

Dengan dalih bahwa pendelegasian kewenangan pengelolaan anggaran dari Menteri Perindustrian sebagai Pengguna Anggaran kepada Kuasa Pengguna Anggaran atau pengangkatan yang bersangkutan sebagai PPK di Direktorat Kimia Hilir, Ditjen IKFT telah sesuai dengan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Pengangkatan yang bersangkutan ditujukan untuk tugas sebagai PPK dalam pengelolaan anggaran pada Direktorat Kimia Hilir dan bukan memberi kewenangan atau tugas membuat SPK fiktif.

“Tuduhan terhadap Menperin adalah tuduhan tidak benar. Perbuatan oknum ASN tersebut merupakan perbuatan pribadi tanpa ada perintah dari Menteri Perindustrian," kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (13/1/2025) lalu.

"Silakan ungkap bukti atas tuduhan tersebut. Kalau tidak ada bukti maka kami mempertimbangkan proses hukum atas pihak-pihak yang melontarkan tuduhan yang tidak benar tersebut,” imbuh Febri.

Berdasarkan hasil pemeriksaan internal, diketahui seluruh paket pekerjaan yang diadukan ke Kortas Tipikor Polri tersebut tidak terdaftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tahun 2023 karena paket pekerjaan dimaksud memang tidak terdapat dalam alokasi DIPA Kemenperin Tahun Anggaran 2023. 

"Sehingga tidak benar tuduhan bahwa ada koordinasi gelap di internal Kemenperin tentang penerbitan SPK tersebut, karena SPK fiktif merupakan dokumen yang dipalsukan atau direkayasa," jelas Febri.

Dalam kesempatan terpisah Febri berharap penyidik Kortas Tipikor melacak aliran dana dalam kasus SPK fiktif ini terutama terkait dengan pasal penyuapan dan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus ini.

"Meliputi dana yang berhasil ditampung oleh LHS dan kemudian digunakan untuk membayar vendor yang mendapatkan SPK fiktif sebelumnya, juga sumber dana beberapa vendor," kata Febri, Jumat (14/2/2025).

Dikatakan dia, berdasarkan bukti dokumen yang dilaporkan, diduga ada penampungan dana dari beberapa vendor ke rekening LHS dan rekannya. Dari rekening LHS tersebut, sebagian besar mengalir ke beberapa vendor yang telah mendapatkan SPK fiktif sebelumnya atau seperti skema ponzi.

Sebagian lagi digunakan oleh LHS dan rekannya untuk kepentingan pribadi, serta ada beberapa transaksi yang diduga mengalir ke artis atau selebgram berinisial M mencapai lebih dari Rp400 juta.

Febri mengatakan penyidik Kortas Tipikor diharapkan juga melacak sumber dana yang diberikan vendor kepada rekan LHS. Dalam kasus SPK Fiktif diduga sumber dana vendor berasal dari beberapa investor. Investor tersebut diduga berasal dari perorangan, lembaga keuangan dan juga pejabat negara. 

Kin Kemenperin terus mengimbau masyarakat, termasuk para penyedia jasa, untuk memperhatikan secara seksama kegiatan-kegiatan pengadaan barang jasa di Kemenperin melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). (an)

Topik:

Kortas Tipikor Polri Kemenperin CBA PPATK SPK Fiktif