Geledah Rumah Komisaris PT Navigator Khatulistiwa Dimas Werhaspati, Kejagung Sita Rp 400 Juta!


Jakarta, MI - Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita sejumlah uang saat menggeledah rumah tersangka Dimas Werhaspati yang merupakan Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa penggeledahan itu berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah oleh Pertamina.
"Semalam juga penyidik menemukan uang 20 lembar mata uang pecahan 1.000 dollar Singapura. Kemudian ada 200 lembar mata uang pecahan 100 dollar Amerika dan 4000 lembar mata uang pecahan 100 ribu rupiah," kata Harli dalam konferensi pers di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025).
Penggeledahan juga dilakukan di enam lokasi lain yang merupakan kediaman seluruh tersangka. Selain uang, penyidik menyita dokumen, laptop, dan telepon genggam.
"Jadi ada yang di Taman Bintaro, ada yang di ruangan kantor di Kecamatan Gambir, ada yang di rumah di Kecamatan Pondok Aren, ada yang di daerah Cimanggis, ada yang di rumah dinas di Cilandak, ada rumah yang di Kebayoran Lama, dan ada rumah yang di Kelurahan Cipete Selatan," jelas Harli.
Kejagung juga menggeledah rumah M. Riza Chalid di Jalan Jenggala 2 Nomor 1, Kelurahan Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penggeledahan tersebut dilakukan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengungkap bahwa penggeledahan ini keempat kalinya dilakukan sejak penyidikan dimulai. Namun, tiga penggeledahan lain dilakukan di tempat berbeda.
"Penyidik sekarang sedang melakukan upaya penggeledahan dan ini masih berlangsung karena tadi dilakukan pukul 12.00 WIB dan masih akan berlangsung di Plaza Asia lantai 20, Jalan Jenderal Sudirman. Kemudian, yang kedua di Jalan Jenggala 2, Kebayoran Baru," kata Harli, dalam konferensi pers, Selasa (25/2/2025).
Dia menjelaskan, penggeledahan tersebut dilakukan guna mendalami bukti-bukti lain yang akan memperkuat tindak pidana yang terjadi. "Itu (lokasi geledah) adalah kantor dan rumah pihak yang tadi sudah disampaikan Pak Kasubdit tadi (Riza Chalid)," tandas Harli.
Dalam kasus yang merugikan negara Rp 193,7 triliun Kejagung telah menetapkan 7 tersangka pada Senin (24/2/2025) kemarin. Adalah Gading Ramadhan Joedo (GRJ) Komisaris PT Jengga Maritim; Riva Siahaan (RS), selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin, selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi (YF), selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.
Lalu, Agus Purwono (AP), selaku VP; Feedstock Management PT Kilang Pertamina International; Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa; dan Dimas Werhaspati, (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.
Ketujuh tersangka ditetapkan usai gelar perkara pada Senin, 24 Februari 2025 kemarin. Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP.
Adapun kasus ini berawal dari pemenuhan pasokan minyak mentah dalam negeri, yang wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan Pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri, sebelum merencanakan impor. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan di Dalam Negeri.
"Namun berdasarkan fakta penyidikan yang didapat, tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam Rapat Optimalisasi Hilir atau OH yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya," kata Qohar.
Akibatnya, pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor. Qohar mengatakan saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak dengan berbagai fakta.
Pertama, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan oleh KKKS masih masuk range harga atau harga perkiraan sendiri (HPS). Kedua, produksi minyak mentah KKKS ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dengan spek.
"Namun faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai dengan spek kilang dan dapat diolah atau dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya," jelas Qohar.
Qohar menyebut atas tindakan itu kerja sama antara pemerintah dengan pihak KKKS untuk kerja pelaksanaan ini terbagi. Ada bagian minyak yang sebagian bagian KKKS dan sebagian bagian negara atau Pertamina. Namun, kualitasnya sama berdasarkan presentase yang disepakati.
Penolakan itu lah menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor. Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
"Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan," jelas Qohar.
Qohar menerangkan saat KKKS mengekspor bagian minyaknya karena tidak dibeli oleh PT Pertamina, maka pada saat yang sama PT Pertamina mengimpor minyak mentah dan produk kilang. Selanjutnya, untuk kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya perbuatan jahat atau mens rea antara penyelenggaraa negara.
"Yaitu tersangka SDS, AP, RS, dan YF bersama dengan demut atau broker yaitu tersangka MK, DW, dan GRJ," kata Qohar.
Para tersangka melakukan kesepakatan harga bertujuan untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara. Permufakatan tersebut diwujudkan dengan adanya tindakan atau actus reus pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang.
"Sehingga, seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara mengkondisikan pemenangan DMUT atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," katanya.
Qohar membeberkan cara-cara kotor para pelaku. Tersangka RS, SDS, dan AP memenangkan demut atau broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
Kemudian, tersangka DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP, untuk dapat memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi. Lalu, mendapatkan persetujuan dari saudara SDS untuk impor minyak mentah dan dari tersangka RS untuk produk kilang.
Sementara itu, dalam pengadaan produk kilang yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian atau pembayaran untuk RON 92. Padahal, sebenarnya yang dibeli adalah RON 90 atau lebih rendah. Kemudian, dilakukan blending di depo untuk menjadi RON 92. Hal tersebut tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada.
Selanjutnya, saat dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya markup kontrak shipping atau pengiriman yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping. Sehingga, negara mengeluarkan fee sebesar 13-15% secara melawan hukum. "Sehingga, tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut," beber Qohar.
Ia melanjutkan saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh oleh produk impor secara melawan hukum, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar, bahan bakar minyak untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal atau lebih tinggi.
"Sehingga, dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi bahan bakar minyak setiap tahun melalui APBN," tandas Qohar.
Topik:
Kejagung Korupsi Minyak mentahBerita Sebelumnya
Pejabat Ditjen Pajak Muhamad Haniv Tersangka Gratifikasi, Begini Modus Operandinya
Berita Selanjutnya
Kantor dan Rumah Saudagar Minyak Riza Chalid Digeledah Kejagung
Berita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
4 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB

Korupsi Blok Migas Saka Energi Naik Penyidikan, 20 Saksi Lebih Diperiksa!
29 September 2025 20:05 WIB