Banyak Perusahaan BUMN Tersangkut Korupsi, Sudah Saatnya Erick Thohir Dicopot

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 6 Maret 2025 02:44 WIB
Menteri BUMN, Erick Thohir (Foto: Dok MI)
Menteri BUMN, Erick Thohir (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Desakan agar Presiden Prabowo Subianto dapat menonaktifkan sementara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terus nyaring menyusul penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Pun Erick Thohir diminta bertanggungjawab terkait dugaan korupsi Pertamina Patra Niaga itu. Bahkan Presiden Prabowo didesak mencopotnya.

"Selama Erick Thohir menjabat sebagai Menteri BUMN ada banyak perusahaan BUMN yang melakukan korupsi, yakni Pertamina, PT Timah, Garuda Indonesia, PTPN, Krakatau Steel, Asabri, Jiwasraya, Waskita Karya, ASDP, PTBA hingga PGN," kata pengamat kebijakan publik Fernando Emas saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Rabu (5/3/2025) malam.

Fernando menegaskan bahwa dalam kasus dugaan korupsi di Pertamina yang saat ini diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) tak bisa lepas dari tanggungjawab Menteri BUMN dan mantan Dirut Pertamina.

"Maka dari itu, Kejagung jangan pandang bulu memeriksa pihak-pihak yang memiliki keterkaitan bisnis pada Pertamina itu, sekalipun dia sebagai sebagai menteri. Namun untuk mempermudah pemeriksaan dan lepas dari segala dugaan intervensi, Erick ya harus diberhentikan dulu," jelas Fernando.

Sebelumnya, Erick membantah Kementerian BUMN kecolongan terkait dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang yang menyeret Pertamina subholding (Pertamina Patra Niaga) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) senilai Rp193,7 triliun periode 2018-2023 itu.

Namun bagi Fernando, bantahan itu tak cukup. Lantas dia mempertanyakan maksud di balik pertemuannya dengan Jaksa Agung belum lama ini sekitar jam 11 malam.

"Pertemuan itukan memunculkan sepkulasi, ada apa? Setelah pertemuan itu Kejagung lantas membantah tudingan adanya bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang dioplos dengan BBM jenis Pertalite. Tapi diblending katanya. Nah ini kan buat kita curiga juga. Jika Kejagung gak berani periksa Erick ya patut ditanyakan juga ada apa di balik itu kan," beber Fernando.

Sementara itu, salah satu netizen di media sosial X dengan akun @KangManto123 membeberkan perbedaan terkait Oplos dan Blending.

Menurut akun tersebut, oplos berasal dari Bahasa Jawa yang berarti mencampur.

Ini juga memiliki makna yang sama dengan bahasa Blending yang berasal dari Bahas Inggris. “Oplos itu bahasa Jawa artinya mencampur,” tulis akun tersebut, Selasa, (4/3/2025). “Blending itu bahasa inggris artinya mencampur, melebur dsb dsb…,” tambahnya.

Dia juga menyoroti terkait klarifikasi Kejaksaan Agung yang menyebut Pertamina itu melalukan blending bukan mengoplos.

“Terus sekarang kejaksaan klarifikasi kalau Pertamina itu ngeblending bukan ngoplos. Aneh…!,” katanya.

Dengan blak-blakkan, ia menyinggung Kejagung yang menurutnya sudah mulai ngaco usai pertemuan dengan Menteri BUMN, Erick Thohir.

“Setelah bertemu Erick Thohir jadi ngaco ini @KejaksaanRI ,” ungkapnya.

Di lain pihak, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyampaikan beberap rekomendasi dalam mengatasi kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina yang melibatkan direksi anak usaha dan pihak swasta yang diungkap Kejaksaan Agung RI.

"Awalnya kerugian negara diperkirakan sebesar Rp193,7 triliun, namun jika ditotal dari tahun 2018-2023 kerugian negara diperkirakan mencapai sebesar Rp968,5 triliun," ujar Sekjen FITRA, Misbah Hasan, Rabu (5/3/2025).

Delapan rekomendasi tersebut adalah memberhentikan secara tidak hormat sembilan tersangka dalam korupsi "bensin oplosan" dan memberikan hukuman yang seberat-beratnya karena pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dengan Pertalite dilakukan juga pada masa Pandemi COVID-19.

"Mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan penelusuran terhadap aliran dana hasil dugaan korupsi "bensin oplosan" dan menyampaikan informasi tersebut kepada publik," katanya.

Mereka juga mendesak Kejagung dan Aparat Penegak Hukum lain mengembangkan penyidikan aliran dana dugaan korupsi sehingga ditemukan tersangka lain yang ikut terlibat dan menikmati uang hasil korupsi "bensin oplosan".

FITRA  juga meminta pihak Pertamina melakukan rekrutmen terhadap pejabat Pertamina atau anak perusahaan secara ketat (merit system) untuk menghindari konflik kepentingan dan nepotisme.

Fitra juga meminta untuk mengevaluasi kinerja Kementerian Badan Usaha Milik Negara dalam penyusunan regulasi dan pengawasan terhadap kinerja BUMN dan anak usahanya.

"Mendorong Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) agar intens melakukan monitoring dan evaluasi terhadap BBM yang beredar sehingga tidak merugikan masyarakat," katanya.

Kemudian, mendorong transparansi dan akuntabilitas tata kelola migas dengan mengembangkan sistem monitoring yang dapat dipantau oleh masyarakat sehingga dapat memastikan kualitas bensin yang dijual.

"Hal ini menjadi sikap yang harus dilakukan pemerintah agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat yang justru dengan kesadaran baik sudah membeli bensin nonsubsidi," katanya.

"Belajar dari kasus korupsi "bensin oplosan" yang terjadi, pentingnya segera mengesahkan Undang-undang Perampasan Aset agar menciptakan efek jera dan mempercepat pemulihan kerugian negara," imbuhnya.

Topik:

Erick Thohir Korupsi Pertamina Kejagung BUMN