PPATK Didesak Telusuri Aliran Dana Korupsi Pertamina Patra Niaga


Jakarta, MI - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyoroti kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina yang melibatkan direksi anak usaha dan pihak swasta yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung).
Awalnya kerugian negara diperkirakan sebesar Rp193,7 triliun, namun jika ditotal dari tahun 2018-2023 kerugian negara diperkirakan mencapai sebesar Rp968,5 triliun.
Sekjen FITRA, Misbah Hasan meminta agar BUMN memberhentikan secara tidak hormat sembilan tersangka dalam korupsi ini dan memberikan hukuman yang seberat-beratnya karena pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dengan Pertalite dilakukan juga pada masa Pandemi COVID-19.
Lantas dia mendesak agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turut membantu Kejagung dalam pengungkapan kasus ini.
"Mendesak PPATK melakukan penelusuran terhadap aliran dana hasil dugaan korupsi "bensin oplosan" dan menyampaikan informasi tersebut kepada publik," katanya, Kamis (6/3/2025).
Lalu, Kejagung juga dapat mengembangkan penyidikan aliran dana dugaan korupsi sehingga ditemukan tersangka lain yang ikut terlibat dan menikmati uang hasil korupsi tersebut.
FITRA juga meminta pihak Pertamina melakukan rekrutmen terhadap pejabat Pertamina atau anak perusahaan secara ketat (merit system) untuk menghindari konflik kepentingan dan nepotisme. "Fitra juga meminta untuk mengevaluasi kinerja Kementerian Badan Usaha Milik Negara dalam penyusunan regulasi dan pengawasan terhadap kinerja BUMN dan anak usahanya."
"Mendorong Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) agar intens melakukan monitoring dan evaluasi terhadap BBM yang beredar sehingga tidak merugikan masyarakat," timpalnya.
Kemudian, mendorong transparansi dan akuntabilitas tata kelola migas dengan mengembangkan sistem monitoring yang dapat dipantau oleh masyarakat sehingga dapat memastikan kualitas bensin yang dijual.
"Hal ini menjadi sikap yang harus dilakukan pemerintah agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat yang justru dengan kesadaran baik sudah membeli bensin non subsidi," katanya.
Belajar dari kasus korupsi ini, tambah dia, maka pentingnya segera mengesahkan Undang-undang Perampasan Aset agar menciptakan efek jera dan mempercepat pemulihan kerugian negara.
Diwartakan, bahwa Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, kerugian negara kasus korupsi Pertamina Patra Niaga sedang dihitung BPK. Sedangkan dari penyidik, diperkirakan mencapai Rp1.000 triliun.
"Kerugian negara yang disampaikan itu baru perhitungan penyidik, dan ini akan diperiksa dengan auditor BPK. Hingga saat ini kan masih didiskusikan. Apakah ini nanti bisa bertambah atau berkurang, Dilihat komponen-komponennya didiskusikan," kata Febrie kepada wartawan, usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Komisi III DPR RI untuk mendengarkan penjelasan terkait penanganan perkara-perkara pemberantasan korupsi yang menarik perhatian publik di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025).
Oleh karenanya, ia pun belum bisa memastikan apakah akan bertambah atau tidak terkait dengan kerugian negara atas perkara tersebut. "Nanti BPK secara resmi menyampaikan berapa kerugian negara terhadap kasus ini," katanya.
Kemudian, saat ditanyakan soal apakah adanya kemungkinan bertambahnya tersangka atas perkara tersebut. Hal ini masih menunggu perkembangan kasus yang masih ditangani pihaknya. "Oh iya nanti kan dalam pengembangan bisa kita lihat," pungkasnya.
Seperti diketahui, penghitungan penyidik Kejagung dalam korupsi Pertamina Patra Niaga senilai Rp193,7 triliun per tahun. Korupsi tersebut terjadi selama lima tahun, hingga total diperkirakan kerugian negara capai Rp1.000 triliun.
Kejagung tengah menyelidiki kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 akan diperiksa auditor BPK.
Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang tahun 2018–2023.
Mereka adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Lalu, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.Tersangka lainnya, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Topik:
Kejagung PPATK Pertamina Korupsi PertaminaBerita Sebelumnya
Sprindik Korupsi Bank BJB Terbit, Berikut Diduga Penikmat Dana Iklan
Berita Selanjutnya
Anies Baswedan Hadiri Sidang Korupsi Impor Gula Tom Lembong
Berita Terkait

Terima Rp 500 Juta Hasil Barang Bukti yang Ditilap, Jaksa Iwan Ginting Dicopot
3 jam yang lalu
![Pertamina Dukung UMKM Lokal Go Global Lewat Ajang Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025 Karyawati Nutsafir sedang menyiapkan kemasan-kemasan Nutsafir untuk Booth UMKM Pertamina di Pertamina Grand Prix of Indonesia. Nutsafir menjadi salah satu pilihan kue kering favorit pelanggan, di ajang balap internasional ini. [Foto: Doc. Pertamina]](https://monitorindonesia.com/index.php/storage/news/image/umkm-lokal-go-global-lewat-ajang-pertamina-grand-prix-of-indonesia-2025.webp)
Pertamina Dukung UMKM Lokal Go Global Lewat Ajang Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025
3 jam yang lalu

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
14 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB