Jaksa Agung Tegaskan Korupsi BBM hanya Periode 2018-2023

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 6 Maret 2025 13:29 WIB
Direktur Utama PT Pertamina, Simon Aloysius Mantiri (kanan) dan Jaksa Agung, ST Burhanuddin (kiri) (Foto: Dok MI/Aswan)
Direktur Utama PT Pertamina, Simon Aloysius Mantiri (kanan) dan Jaksa Agung, ST Burhanuddin (kiri) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Penyidikan kasus dugaan korupsi bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi di PT Pertamina hanya berlaku untuk periode 2018 hingga 2023.

Jaksa Agung ST Burhanuddin, menegaskan bahwa penegakan hukum ini terkait dengan temuan bahwa ada oknum yang melakukan penyelewengan dalam distribusi BBM, namun sudah ditangani dengan baik.

“Bahwa penyidikan ini temponya adalah pada rentang waktu 2018 hingga 2023," kata ST Burhanuddin dalam konferensi pers bersama Simon Aloysius Mantiri Direktur Utama PT Pertamina (Persero) di kantor Kejagung, Jakarta, Kamis (6/3/2025).

"Artinya, sejak 2024 hingga sekarang, tidak ada kaitannya dengan apa yang sedang kami selidiki. Kondisi Pertamax yang ada saat ini sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pertamina,” timpalnya.

Saat ini BBM yang dipasarkan oleh Pertamina dalam kondisi baik dan sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditentukan. Semua persediaan BBM yang sudah terdistribusi pada 2018-2023 sudah habis dan tidak ada kaitannya dengan kondisi pasokan atau distribusi BBM saat ini.

Burhanuddin juga menjelaskan bahwa dalam penyidikan ini, ditemukan adanya oknum yang melakukan pembelian BBM dengan standar yang lebih rendah, yakni Ron 88 atau 90, yang seharusnya Ron 92.

“Perbuatan ini dilakukan oleh segelintir oknum yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan kini dalam proses hukum. Tindakan ini tidak terkait dengan kebijakan perusahaan Pertamina secara keseluruhan,” bebernya.

Tak lupa, dia juga menekankan bahwa penegakan hukum yang dilakukan merupakan bentuk sinergitas antara Kejaksaan Agung dan PT Pertamina dalam rangka memperbaiki tata kelola di BUMN tersebut.

“Kami berharap masyarakat memahami situasi ini dan tidak ada lagi hal-hal yang menimbulkan kesalahpahaman. Kami terus bekerja sama dengan Pertamina untuk memastikan tata kelola yang lebih baik menuju Pertamina yang bersih dan transparan,” pungkas Burhanuddin.

Saat ini Kejagung tengah menyelidiki kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Adapun penghitungan penyidik Kejagung dalam korupsi Pertamina Patra Niaga senilai Rp193,7 triliun per tahun. Korupsi tersebut terjadi selama lima tahun, hingga total diperkirakan kerugian negara capai Rp1.000 triliun.

Di lain sisi, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang tahun 2018–2023.

Mereka adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

Lalu, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.Tersangka lainnya, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. 

Topik:

Kejagung Pertamina BBM