Pejabatnya Diperiksa KPK, Apa Peran PT AKR Corporindo (AKRA) dalam Digitalisasi SPBU?


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) PT Pertamina tahun 2018-2023. Program digitalisasi SPBU dilakukan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyaluran bahan bakar minyak (BBM) terutama yang bersubsidi.
Apa lacur, alih-alih meningkatkan efisiensi peyaluran BBM Bersubsidi, digitalisasi ini justru menjadi ladang bancakan. 3 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
3 orang tersebut diduga Direktur Enterprise & Bussines Service PT Telkom periode 2017-2019, Dian Rachmawan (DR); SGM SSO Procurement PT Telkom Indonesia periode 2012 – 2020, Weriza (W); Direktur PT Pasific Cipta Solusi Elvizar (E).
Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, bahwa ketiga orang tersebut sempat dipanggil penyidik lembaga anti rasuah itu pada Jumat (24/1/2025) lalu. Sementara merujuk pada pernyataan Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto bahwa tiga tersangka itu terdiri dari 2 pejabat Telkom dan 1 pihak swasta. "Dua orang merupakan penyelenggara negara dari Telkom dan satu orang swasta,” kata Tessa belum lama ini.
Pun ketiga tersangka itu sudah dicegah bepergian ke luar negeri. “Sudah dicekal," kata Tessa.
Dalam upaya memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara, penyidik lembaga anti rasuah itu terus berkutat pada pemeriksaan saksi sebelum mengumumkan jelas siapa saja tersangkanya dan duduk perkara kasus tersebut.
Anggota Komisi IV DPR RI Asep Wahyuwijaya berharap KPK dapat mengungkap kasus korupsi digitalisasi SPBU PT Pertamina bersama PT Telkom tahun anggaran 2018-2023 ini agar terang benderang.
“Banyaknya pihak yang dipanggil menjadi saksi mencerminkan proyek yang bernilai triliunan ini bisa saja melibatkan banyak pihak. Saya tentu berharap mudah-mudahan KPK pun bisa mengungkap semuanya dengan terang benderang,” kata Asep pada Selasa (28/1/2025) lalu.
Asep menegaskan pentingnya agar kasus korupsi ini dapat diusut tuntas. Asep menduga, kerugian yang ditimbulkan akibat kasus korupsi ini cukup besar lantaran menyeret dua perusahaan pelat merah besar ini. “Mengingat kerugiannya yang cukup besar, baik secara material maupun sosial, modus operandi dan perilaku koruptif yang terjadi dalam kerjasama bisnis dua BUMN besar ini apapun alasannya memang harus diusut tuntas,” tegasnya.
Asep menyebut bila kasus korupsi ini menunjukkan kegagalan dari sinergi BUMN yang digagas Erick Thohir. Menurutnya, bila melihat kasus ini sinergi BUMN pun rasanya tak perlu diagung-agungkan bila pada akhirnya terdapat dugaan kasus korupsi yang besar.
Politikus Partai NasDem ini memandang, mencuatnya kasus korupsi digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero) tahun anggaran 2018-2023 juga telah menunjukkan Telkom tidak kompeten. “Kemampuan perusahaan sekelas Grup Telkom saja yang kita pikir mereka amat kompeten dalam melakukan transformasi digital ternyata tak punya kemampuan dan malah merugikan negara juga. Ironis,” ujarnya.
Dengan demikian, Asep meminta, ke depan Pertamina harus lebih prudent lagi dalam menentukan mitranya. Selain itu kedepan Pertamina juga tak harus terjebak untuk bermitra dengan BUMN bilamana berujung pada kasus korupsi.
“Tak harus terjebak selalu bermitra dengan BUMN jika beranjak dari pengalaman ini saja sesama BUMN pun malah merugikan triliunan selain reputasi, nama baik dan kepercayaan publik yang juga turut dirusak,” bebernya.
Adapun digitalisasi SPBU menjadi cara BPH Migas untuk mengawasi penyaluran BBM bersubsidi, karena keputusan besaran volume minyak yang disubsidi dan bakal disalurkan Pertamina mesti melalui restu BPH Migas.
Digitalisasi SPBU juga sejalan dengan Surat Menteri ESDM kepada Menteri BUMN Nomor 2548/10/MEM.S/2018 tanggal 22 Maret 2018, hal peningkatan akuntabilitas data penyaluran jenis BBM tertentu.
Beleid internal Kementerian ESDM itu merujuk Perpres No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Fungsi sejumlah regulasi diproyeksikan menghindari kelangkaan BBM bersubsidi di pasaran.
Setelah melalui proses seleksi pada beberapa Badan Usaha Baru/Swasta, BPH Migas menilai hanya 2 Badan Usaha yang memenuhi syarat administrasi dan teknis untuk menyalurkan BBM subsidi.
Berdasarkan sidang komite diputuskan bahwa penugasan penyediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi untuk tahun 2020 hanya diberikan kepada 2 Badan Usaha yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk.
Sebab itulah, penyidik KPK pada Jumat (24/1/2025) lalu memeriksa External Relation PT AKR Corporindo, Tri Margono.
Terkait hal pemeriksaan itu, Suresh Vembu, Direktur & Corporate Secretary PT AKR Corporindo Tbk menyatakan bahwa Tri Margono diperiksa hanya sebagai saksi. Pun pihaknya mengohormati proses hukum yang berlangsung di KPK.
"Bapak Tri Margono hanya dipanggil sebagai saksi untuk memberikan keterangan mengenai proses digitalisasi yang dilakukan oleh PT AKR Corporindo Tbk, bukan sebagai pihak yang diperiksa dalam dugaan korupsi," kata Suresh kepada Monitorindonesia.com, pada 17 Februari 2025 lalu dinukil Kamis (27/3/2025).
Dalam perbincangan singkat melalui sambungan telepon (WhatsAap) Suresh tak begitu banyak menjelaskan soal posisi AKR dalam proyek digitalisasi SPBU itu.
"AKR mendukung BPH Migas untuk distribusi BBM bersubisidi sejak tahun 2010, AKR melakukan digit lintasi lah kalau subisidi mau klaim dari pemerintah, pemerintah minta tanggung jawab ya, kepada siapa, siapa yang berhak untuk mendapat subisidi dan kalau pun kita dapat subisidi dari pemerintah kita kasi bukti," beber Suresh.
Suresh mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan beberapa digitalisasi dari tahun 2012. "KPK cuman minta penjelasan dari pak Tri Margono apa yang dilakukan AKR untuk digitalisasi, tidak ada hubungan dengan kontrak kepada siapapun dari perusahaan BUMN lah," jelas Suresh.
Pemerintah, ungkap Suresh, memberikan subisidi tepat sasaran. "Kalau AKR sebagai perusahaan publik ya sejak tahun 2010 sudah lakukan hal yang benarlah jangan sampai kita salah untuk seluruh subisidi. Kami sudah catat misalnya platnya, mobilnya dimana yang mana dia sudah dapat itu kami langsung lapor ke BPH Migas gitu. Langsung online gitu," ungkap Suresh.
Dia menegaskan lagi, bahwa pihaknya menghormati panggilan terhadap Tri Margono oleh KPK. "Dia memberikan penjelasan, oh ini yang kita lakukan. Kita nggak tahu kasus yang ada di BUMN gitu . KPK minta penjelasan, AKR sebagai dampingan dengan Pertamina untuk seluruh subsidi, kita sudah jelasin beberapa terjadi sampai ke MPR, ke komisi-komisi juga ada panggilan ada itu," jelas Suresh.
"KPK kemarin meminta Tri Margono untuk memberikan penjelasan apa yang dilakukan pihak AKR sebagai perusahaan yang sudah tanggung jawab soal distribusi BBM. Bukan subsidi yang di AKR, non subsidi juga AKR juga kami catat itu siapa namanya," imbuhnya.
Dengan pengalaman selama puluhan tahun, PT AKR Corporindo Tbk telah dikenal sebagai perusahaan penyedia jasa logistik, supply chain, dan infrastruktur terkemuka di Indonesia.
Dengan jaringan logistik yang luas, AKR menjadi salah satu distributor swasta terkemuka untuk Bahan Bakar Minyak dan kimia dasar di Indonesia. AKR memiliki sistem teknologi yang dapat memonitor produk yang didistribusikan sejak keluar dari tangki penyimpanan maupun dari nozzle dispenser SPBU AKR, hingga sampai ke tangan konsumen.
Sistem monitor digital yang AKR miliki, digunakan untuk mengendalikan pendistribusian BBM bersubsidi agar tepat mencapai sasaran.
Dengan kompetensi yang dimiliki, AKR telah dipercaya oleh pemerintah untuk mendistribusikan BBM bersubsidi sejak tahun 2010. AKR telah mengoperasikan 137 SPBU berlogo AKR yang menjual diesel dan bensin berkualitas tinggi untuk kendaraan bermotor dan nelayan di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. 10 SPBU di antaranya, ditujukan untuk pendistribusian BBM Satu Harga di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Temuan BPK
Kasus ini terjadi pada periode 2018-2023. Dalam kurun waktu itu, BPK sempat melaporkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2022 yang menyebutkan bahwa penyusunan owner estimate pada pengadaan digitalisasi SPBU Pertamina tidak sepenuhnya sesuai dengan term of reference (TOR).
Bahkan, BPK juga mencatat hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh PT Telkom Indonesia belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh Pertamina.
"Hal ini mengakibatkan pemborosan keuangan pada PT Pertamina c.q. PT PPN (Pertamina Patra Niaga) sebesar Rp 196,43 miliar dan potensi pemborosan keuangan perusahaan sebesar Rp 692,98 miliar," tulis BPK dinukil Monitorindonesia.com, Kamis (27/3/2025).
BPK lantas merekomendasikan direksi Pertamina agar menginstruksikan PT Pertamina Patra Niaga untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian kontrak dengan PT Telkom Indonesia, sesuai dengan kondisi aktual yang terjadi di SPBU. "Dan memastikan bahwa pengadaan digitalisasi SPBU telah dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan," tulis BPK.
Terkait temuan BPK itu, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting sempat mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sistem IT untuk membantu pencatatan, siapa saja konsumen yang berhak membeli BBM bersubsidi.
"QR Code ini pencegahan kecurangan-kecurangan subsidi BBM di lapangan. Sudah bisa dilihat sendiri, betapa banyak penyelewengan yang terjadi," kata Irto beberapa waktu lalu.
Sementara itu, dalam telekonferensi di Rapat Paripurna DPR RI, Selasa 24 Mei 2022 lalu, Ketua BPK RI, Isma Yatun menyatakan bahwa permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan digitalisasi SPBU belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan dan berpotensi merugikan PT Telkom.
"Sehingga mengakibatkan PT Telkom kehilangan kesempatan menerima pendapatan sewa digitalisasi SPBU selama tahun 2019 kepada PT Pertamina sebesar Rp193,25 miliar," kata Isma.
Selain itu, terdapat duplikasi penggunaan perangkat network SPBU yang mengakibatkan pemborosan keuangan PT Telkom sebesar Rp50,49 miliar. (an)
Topik:
KPK Digitalisasi SPBU