Hakim Tergelincir Uang Migor Rp 60 M: Pintu Masuk Kejagung Garap Airlangga!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 April 2025 14:49 WIB
7 tersangka suap pada penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Airlangga Hartarto (Foto: Kolase MI/Aswan)
7 tersangka suap pada penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Airlangga Hartarto (Foto: Kolase MI/Aswan)

Jakarta, MI - Sempat dikabarkan mangkrak, pengusutan kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya periode 2021-2022 kembali diusut penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan mengungkap fakta baru. 

Kali ini Kejagung fokus pada dugaan suap terhadap tiga terdakwa korporasi yakni Permata Hijau Group, Wimar Group dan Musim Mas Group sehingga divonis lepas.

Dengan alat bukti yang cukup, pada pada Sabtu (12/4/2025) malam dan Minggu (13/4/2025) menetapkan 7 tersangka. Yakni mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta yang kini Ketua PN Jakarta Selatan, Pengacara Korporasi Marcella Santoso, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan dan AR alias Ariyanto.

Lalu, Majelis Hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat dan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU).

Dengan ditetapkannya sejumlah hakim pemvonis lepas di kasus ini menunjukkan telah tejadi "menangani perkara korupsi sembari korupsi".

Usai dijebloskannya 7 tersangka itu di sel tahanan, kini Kejagung didesak agar mengusut tuntas kasus tersebut. Memang diketahui bahwa Kejagung sebelumnya telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomina, Airlangga Hartarto sebagai saksi pada Senin 24 Juli 2023 silam.

Namun setelah diperiksa sebagai saksi, Airlangga tak pernah lagi terdengar dalam kasus tersebut. Sementara Kejaksaan Agung sendiri telah menetapkan tiga perusahaan itu menjadi tersangka dalam kasus korupsi izin ekspor minyak goreng hingga akhirnya divonis lepas berujung para hakim itu menjadi tersangka.

"Kejagung bisa saja mengembangkan kasus ini dengan cara-cara tertentu tapi jangan lupa juga kasus utamanya yang harus diusut tuntas. Dalam hal ini mulai memeriksa saksi-saksi, sekalipun dia sebagai Menteri (Airlangga Hartarto)," kata pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf kepada Monitorindonesia.com, Senin (14/4/2025).

Menurut Hudi yang juga advokat dari Justice Law Office (JLO) dengan terseretnya para hakim menyidangkan kasus ini membuka peluang kasus ini diusut lagi hingga menemukan siapa pelaku utamanya. Jika dimungkinkan dapat dilakukan persidangan ulang, putusannya pun bisa batal demi hukum.

Hudi Yusuf
Hudi Yusuf (tengah) (Foto: Dok MI)

"Selain itu kalau hakim terima suap terbukti, maka proses peradilannya sesat dan putusannya batal demi hukum harus sidang ulang," tegasnya.

Jika Kejagung tak bertindak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus tersebut. "Kalau sampai hari ini tidak ada kejelasan, maka KPK juga bisa mengambil alih kasus ini ini supaya Airlangga Hartarto diperiksa. Jangan 'anteng wae' saja kala mereka masuk sel tahanan," katanya.

Di lain sisi, Hudi juga mendesak Kejagung agar memeriksa bos perusahaan Wilmar Group, Musimas Group, dan Permata Hijau Group. "Mereka harus diperiksa lah, jika ada dugaan suapa berarti ada yang tidak beres di kasus ini. Ada apa, mengapa sehingga terjadi supa? Perlu ditelusuri siapa aktor utamanya," tegas Hudi lagi.

Diketahui bahwa Kejaksaan Agung saat ini tengah membongkar praktek jual beli vonis dalam penanganan kasus korupsi minyak goreng itu.

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG), serta pengacara Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto Arnaldo (AR) menjadi tersangka dalam kasus ini. 

Lalu hakim yang menangani perkara ini turut tersangka yakni Majelis Hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat dan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU).

Muhammad Arif Nuryanta merupakan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Tipikor) saat perkara korupsi minyak goreng yang melibatkan tiga terdakwa korporasi bergulir pada Januari-April 2022. 

Tiga korporasi yang terjerat dalam kasus itu adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. 

Permata Hijau Group terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo dan PT Permata Hijau Sawit. Korporasi ini diputus melalui Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 39/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Jkt.Pst Tanggal 19 Maret 2024. 

Sementara, Wilmar Group terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Wilmar Group diputus melalui Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Jkt.Pst Tanggal 19 Maret 2024.

Sedangkan, Musim Mas Group Group terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT. Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas dan PT Wira Inno Mas. Korporasi ini diputus melalui Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 41/Pid. Sus-TPK/2024/PN.Jkt.Pst Tanggal 19 Maret 2024.

Jaksa Penuntut Umum sebelumnya menuntut ketiga korporasi tersebut menggunakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jaksa Penuntut Umum menilai ketiga korporasi tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO secara bersama-sama. 

Kepada ketiganya, Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp 1 miliar. Jaksa juga menuntut pidana tambahan kepada tiga raksasa korporasi pengolah minyak sawit itu. Jaksa meminta Permata Hijau Group membayar uang pengganti sebesar Rp 937,5 miliar.  

Sementara Wilmar Group, dituntut jaksa membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara sebesar Rp11,880 triliun. Sedangkan Musim Mas Gorup diminta membayar uang Rp 4,89 triliun. 

“Namun terhadap tuntutan tersebut masing-masing terdakwa korporasi diputus terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging) oleh Majelis Hakim PN Tipikor,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kemarin.

Menanti Airlangga tergelincir

Nama Airlangga ikut terserat lewat Lin Che Wei yang merupakan anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. 

Diketahui bahwa dalam tim itu, Lin Che Wei mengurusi bidang pangan dan pertanian sehingga ia turut mengurus kelangkaan minyak goreng sebagai produk turunan kelapa sawit. 

Menurut para penyidik di Kejagung, para terdakwa korupsi minyak goreng, termasuk Lin Che Wei, berulang kali menyebut nama Airlangga Hartarto dan mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang berperan besar dalam membuat kebijakan penanganan kelangkaan minyak goreng.

Peran 7 Tersangka Suap Vonis Lepas Terdakawa Korupsi CPO
7 tersangka suap vonis bebas terdakwa korupsi CPO (Foto: Kolase MI/Aswan)

Penyidik mulai menggali peran Airlangga dan Lutfi dalam dalam pemeriksaan Lin Che Wei pada 13 Juni 2022.  Pertanyaan penyidik kepada Lin Che Wei hanya berfokus pada peran Airlangga dan Lutfi dalam kebijakan minyak goreng serta penggunaan dana pungutan ekspor sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). 

BPDPKS adalah lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang mengelola pungutan ekspor dari perusahaan sawit. Sementara Airlangga Hartarto menjabat Ketua Komite Pengarah BPDPKS.

Pada 2021 silam, dana yang terkumpul di BPDPKS mencapai Rp 71,6 triliun. Penentu penggunaan alokasi dana BPDPKS adalah Komite Pengarah BPDPKS. 

Namun dana BPDPKS belum sempat dikucurkan karena aturan pengendalian harga minyak goreng berganti. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2022 gagal mengembalikan stok minyak goreng.

Muhammad Lutfi sebagai Menteri Perdagangan saat itu menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 pada 24 Januari 2022. 
Aturan itu menerapkan larangan terbatas kepada produsen mengekspor minyak sawit mentah dan sejumlah produk turunannya untuk menjaga stok domestik. Namun demikian minyak goreng tetap langka.

Tak lama kemudian, keluarlah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 pada 15 Februari 2022. Aturan ini mewajibkan perusahaan memasok 20 persen total ekspor CPO mereka untuk kebutuhan dalam negeri, yang dikenal dengan sebutan domestic market obligation (DMO). 

Perusahaan yang memenuhi rasio itu akan mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah.

Kejaksaan Agung menemukan penyelewengan dalam pengambilan kebijakan penyelesaian kelangkaan minyak goreng. Dari aturan yang berganti-ganti itu, jaksa menilai ada kerugian negara. 

"Kami sedang mengusut perbuatan signifikan yang melawan hukum,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana kala itu kepada Monitorindonesia.com.

Bahwa Airlangga diduga mempengaruhi sejumlah kebijakan kelangkaan minyak goreng yang menguntungkan perusahaan kelapa sawit. Sementara Lutfi menjadi pelapis Airlangga dalam mengambil kebijakan. 

Dalam sebuah pemeriksaan, Lin Che Wei mengaku kerap berkomunikasi dengan Airlangga mengenai persoalan minyak goreng. Pada 27 Januari 2022, misalnya, dia diminta Airlangga membuat presentasi implementasi distribusi minyak goreng serta penghitungan kebutuhan dana BPDPKS. 

Lin Che Wei juga melaporkan berbagai hasil rapat dengan pengusaha kelapa sawit yang membahas kelangkaan minyak goreng. 

Lin Che Wei juga mengaku menghadiri berbagai rapat bersama Komite Pengarah BPDPKS yang dipimpin Airlangga. Rapat itu mengundang narasumber utama BPDPKS pada periode Januari-awal Februari 2022. 

Kala itu, narasumber utama BPDPKS terdiri atas empat pengusaha kelapa sawit, yakni Franky Oesman Widjaja dari Sinar Mas Group; Martias Fangiono dari First Resources; Martua Sitorus, pendiri Wilmar Group; dan Arif Patrick Rahmat dari PT Triputra Agro Persada. Dalam rapat itu, Airlangga memimpin keputusan menyalurkan Rp 7 triliun subsidi minyak goreng dari dana BPDPKS.

Penyidik Kejaksaan Agung menyebut Lin Che Wei sebagai penghubung pengusaha kelapa sawit dengan Airlangga dan Lutfi. Misalnya, dalam perubahan kebijakan menjadi skema larangan terbatas pada rapat 24 Januari 2022. Lutfi meminta Lin Che Wei menyampaikan perubahan itu kepada Airlangga. 

Tiga hari kemudian, Lutfi membahas perubahan kebijakan tersebut bersama para narasumber utama BPDPKS tersebut.

Seorang sumber di Kejaksaan Agung mengatakan Airlangga mengetahui semua isi rapat antara Lin Che Wei, Kementerian Perdagangan, dan para pengusaha kelapa sawit. 

Meski jaksa belum menemukan Airlangga mendapatkan keuntungan finansial dari perannya dalam kasus ini, kebiiakan-kebijakannya cenderung menguntungkan pengusaha sawit.

Dengan kesaksian dan pernyataan Lin Che Wei, jaksa meluaskan pertanyaan untuk Airlangga. Tak hanya mengenai dampak kerugian negara akibat kelangkaan minyak goreng, jaksa juga bertanya ihwal penggunaan dana sawit BPDPKS untuk subsidi produksi biodiesel B30. 

Subsidi ini diberikan kepada pengusaha sebagai insentif produksi campuran solar dan minyak nabati dengan rasio 70:30 persen itu.

Dua jaksa mengatakan kerugian negara akibat penggunaan dana sawit ini mencapai triliunan rupiah. Ketika dimintai konfirmasi soal ini, Ketut tidak menampik hitungan jaksa. "Tapi saya belum mendapatkan informasi detailnya," katanya.

Dengan fakta tersebut, pakar hukum pidana dari UBK Hudi Yusuf menegaskan bahwa tidak alasan bagi Kejagung untuk tidak memeriksa Airlangga lagi. Bahkan pejabat-pejabat dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga harus diselidik.

"Semua yang terkait di kasus ini harus diperiksa. Saya percaya Kejagung di bawah komandi ST Burhanuddin mengungkap tuntas kasus ini tanpa pandang bulu sekalipun dia orang dalam lingkaran keuasaan saat ini," harapnya.

Di lain sisi, dia juga mendesak Kejagung untuk mengungkap aliran uang korupsi dan siapa saja yang mendapatkan keuntungan dari praktik korupsi ini.

"Fakta-fakta baru harus terus digali. Para pelaku mungkin saja menggunakan cara licik untuk menyembunyikan jejak korupsinya. Sebelum hal itu terjadi segeralah mulai periksa saksi-saksi di kasus ini," tandas Hudi.

Hingga berita ini diterbitkan, konfirmasi Monitorindonesia.com kepada Airlangga Hartarto pada beberapa waktu belum direspons. (wan)

Topik:

Kejagung Airlangga Hartarto Korupsi CPO Minyak Goreng