Usut Tuntas Dugaan Korupsi TOP-Asiatel, TOP-Visiland dan VSC Indonesia Satu!


Jakarta, MI - Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI), Trubus Rahadiansyah, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus (DK) Jakarta agar mengusut tuntas semua kasus dugaan korupsi di tubuh PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk.
Trubus sangat menyayangkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu acap kali diselimuti dugaan rasuah berupa proyek fiktif. Maka tegas dia, pertanggungjawaban Direktur Utama (Dirut) Telkom, Ririek Rahardiansyah dibutuhkan dalam perkara ini.
"Dirut Telkom juga harus diperiksa soal kasus dugaan korupsi fiktif yang diusut Kejati DK Jakarta saat ini. Kasus yang mengenai Telkom itu kan banyak sekali ya terkait dengan tata kelola ya gitu yang menyimpang. Kalau kondisinya normal sebenarnya nggak masalah, tapi aparat penegak hukum (APH) ini kan mencium dugaan rasuah didalamnya," kata Trubus saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Selasa (13/5/2025) malam.
Menurut Trubus, Ririek lah merupakan pemegang kuasa anggaran tertinggi di perusahaan. Maka sebagai kepala eksekutif, Dirut Telkom memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan terkait anggaran dan penggunaan dana perusahaan, sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku.
"Itu tugas daripada APH untuk menjelaskan, jadi dalam hal ini pengusutan terkait Telkom ini harus dibuka secara terang benderan saja. Ya harus digantilah Dirut Telkom sekarang, di masa dia banyak sekali kasus dugaan korupsinya, ada apa ini kok dia tak pernah diperiksa?" kata Trubus dengan heran.
Banyak proyek bermasalah!
Sumber internal di lantai 36 Gedung Telkom Hub Jakarta mengklaim bahwa proyek bermasalah di tubuh PT Telkom Indonesia (Telkom) diduga lebih dari Rp 10 triliun. Atau lebih besar daripada kasus-kasus dugaan korupsi yang kini diusut APH itu.
“Total proyek bermasalah lebih dari 10 triliun. Saya akan buka satu per satu. Saya akan cicil,” kata sumber itu dikutip pada Rabu (14/5/2025).
Informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, ada lebih dari seratus proyek. Namun yang kian mencuat di lingkungan APH saat ini adalah:
1. Proyek PT Telering Onyx Pratama (TOP) dan Asiatel
Bahwa dalam proyek ini nilai kerugian Telkom tercatat ratusan miliar. Proyek ini adalah pengadaan perangkat tablet Samsung Tab S3 dengan Nilai Total Rp 322.871.362.500 yang dipecah kepada dua anak perusahaan Telkom, TelkomInfra dan TelkomSigma.
Telkom baru menerima pembayaran down payment (DP) proyek sebesar Rp 18,9 miliar. Sedangkan Telkom, melalui anak usahanya, sudah melunasi pembelian barang ke vendor EraKomp. Telkom sempat menerima pembayaran berupa cek dari TOP.
Tapi ternyata itu hanya cek bodong yang tak bisa dicairkan. Belakangan diketahui vendor EraKomp terafiliasi dengan bowheer TOP. Mereka bekerja sama dengan pejabat tinggi Telkom untuk merampok uang Telkom.
Catatan Monitorindonesia.com, bahwa dalam penyidikan, KPK pada Selasa (23/7/2024) silam menjadwalkan pemeriksaan terhadap Komisaris PT Asiatel Globalindo, Tan Heng Lok (THL).
Pemilik PT Telemedia Onyx Pratama itu diperiksa sebagai saksi terkait dugaan rasuah pengadaan barang dan jasa serta kerja sama antara PT Telkom dengan PT Telemedia Onyx Pratama (TOP). "Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, atas nama THL (Komisaris PT Asiatel Globalindo)," kata Jubir KPK, Tessa Mahardhika melalui keterangannya kepada wartawan, Selasa (23/7/2024).
Turut diperiksa sebagai saksi yaitu Direktur PT Erakomp Infonusa, Fery Tan (FT); Direktur PT Asiatel Globalindo, Victor Antonio Kohar (VAK); dan Direktur PT. Telering Onyx Pratama, Somad Tjuar (ST).
Tan Heng Lok sebelumnya juga pernah diperiksa tim penyidik KPK. Tan Heng Lok bersama Victor Antonio Kohar dan Fery Tan telah dicegah berpergian ke luar negeri.
KPK juga sempat memeriksa Direktur PT Trikomsel Oke, Sugiono Wiyono Sugialam terkait korupsi di lingkungan PT Telkom Group (Telkom TOP).
“Hari ini Selasa, 9 Juli 2024, KPK melakukan pemeriksaan terkait dugaan TPK di lingkungan PT Telkom Group (Telkom TOP). Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jl Kuningan Persada Kav. 4,” demikian dikutip dari siaran pers Jubir KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto.
Sugiono sendiri sebelumnya juga pernah dijadwalkan pemeriksaan oleh KPK pada tanggal 21 Juni 2024 lalu. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai kebutuhan penyidik dalam mengusut perkara yang merugikan negara hingga miliaran rupiah tersebut.
Selain bos PT Trikomsel KPK juga memanggil 4 saksi lain yang terdiri dari Dewi Hidayat selaku pihak swasta, Natalia Gozali selaku Direktur PT Mitra Buana Komputindo. Meyce Gani selaku pengurus PT Asiatel Globalindo & PT Telering Onyx Pratama, dan Jessica Febriani Oetojo selaku Finance Rigel Telecom.
Di lain sisi KPK telah melakukan penggeledahan terhadap 10 lokasi yang diduga terdapat sejumlah barang bukti dalam kasus tersebut. Rincian penggeledahan dilakukan terhadap enam rumah atau kediaman pribadi dan empat kantor yang dua diantaranya adalah Gedung Telkom Landmark Tower dan Menara MT Haryono, Jakarta Selatan.
Dalam penggeledahan itu, Penyidik berhasil menemukan sejumlah barang bukti berupa dokumen dan alat elektronik. Barang tersebut diduga merupakan alat yang digunakan untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
Adapun konstruksi perkara dalam kasus ini ditengarai adanya proyek fiktif pada pengadaan sejumlah perangkat keras alat elektronik berpotensi merugikan negara Rp250 miliar. PT TOP sendiri tercatat sebagai penyedia alat elektronik tersebut.
Tersangka dalam kasus ini adalah mantan EVP DES PT Telkom, Siti Choirina; dan mantan Direktur Utama PT Infrastruktur Telkom atau Telkom Infra, Paruhum Natigor Sitorus; Selain itu, Pemilik PT TOP, Tan Heng Lok; Direktur PT Asiatel Globalindo, Victor Antonio Kohar; Direktur Utama PT Mitra Buana Komputindo, Natalia Gozali; dan Direktur PT Erakomp Infonusa, Fery Tan.
2. Proyek TOP-Visiland
Ini mirip dengan proyek sebelumnya. Telkom seolah mendapat order pengadaan PC All In One Lenovo senilai Rp 95.874.678.500. Telkom lantas menunjuk anak usaha, TelkomSigma, untuk menjalankan proyek. Penunjukan anak usaha ini diduga kuat agar mudah untuk pengaturan konkalikong dengan pihak vendor.
TelkomSigma kemudian menunjuk Visiland sebagai vendor pemasok komputer. Anehnya, meski Telkom baru menerima down payment (DP) sebesar Rp 9,5 miliar, Telkom meminta TelkomSigma untuk melunasi pembelian komupter ke Visiland.
Seperti diduga, hingga hari ini Telkom tak pernah menerima pelunasan pembayaran proyek. “Puluhan miliar mengalir sampai jauh. Saya tahu siapa saja direksi yang bermain,” kata sumber itu.
Dalam penyidikan KPK soal kasus dugaan korupsi di PT Industri Telekomunikasi Indonesia/INTI (Persero). Direktur PT Visiland Dharma Sarana, sempat dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi pada Selasa (6/5/2025).
Kasus tersebut berkaitan dengan dugaan korupsi dalam proyek kerja sama pengadaan komputer dan laptop pada tahun 2017–2018 di PT INTI (Persero).
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama DH," ujar anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Selasa.
KPK juga di hari itu memeriksa Danny Harjono yang diketahui merupakan Direktur PT Visiland Dharma Sarana.
Sebelumnya, KPK pada 29 Oktober 2024 mengumumkan telah memulai penyidikan kasus dugaan korupsi di PT INTI (Persero). KPK pada saat itu juga mengatakan bahwa belum ada tersangka yang ditetapkan terkait kasus pengadaan komputer dan laptop tersebut.
Sementara itu, KPK untuk sementara memperkirakan potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp120 miliar.
3. Proyek VSC Indonesia Satu
Proyek ini adalah soal pengadaan manajemen layanan visa Arab Saudi Untuk PT VSC Indonesia Satu. Awalnya VSC dan Telkom membuat perjanjian proyek recurring Rp 20,22 miliar per 3 bulan, dengan masa kontrak dua tahun.
Pada proyek ini Telkom sudah membayar setidaknya Rp 67 miliar untuk pengadaan perangkat proyek.
Sayangnya, hingga saat kesepakatan dengan pihak Arab Saudi, layanan tersebut tak bisa diselenggarakan. Karena berulang kali wanpretasi, pihak Arab Saudi memutuskan kontrak dengan VSC-Telkom, dan memindahkan pekerjaan ke pihak Biometrik Kharisma Universal.
Kini layanan ini sudah beroperasi dengan baik. Telkom, selain kehilangan dana investasi puluhan miliar, juga dianggap tak cakap di mata pihak Arab Saudi.
Tak akan sampai disitu saja, sumber Telkom menyatakan membongkar kasus-kasus lainnya. “Ada yang lebih besar. Ratusan juta dolar melibatkan Direksi. Pekan depan saya bocorkan. Tunggu saja,” tegasnya.
Dalam penyidikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus (DK) Jakarta, terungkap bahwa PT. VSC Indonesia Satu menjadi salah satu dari 9 perusahaan yang bekerja sama dengan PT Telkom soal pembiayaan proyek fiktif. Telkom diketahui menunjuk 4 anak usahanya dalam proyek tersebut yakni PT Infomedia; PT Telkominfra; PT Pins dan PT Graha Sarana Duta.
Tercatat bahwa perusahaan itu melaksanakan penyediaan layanan total solusi multi chanel pengelolaan visa Arab, dengan total nilai proyek sebesar Rp33.000.000.000.
8 perusahaan lainnya yakni:
1. PT. ATA Energi, melaksanakan pengadaan Baterai Lithium Ion dan Genset dengan total nilai proyek sebesar Rp64.440.715.060;
2. PT. International Vista Quanta, melaksanakan penyediaan Smart Mobile Energy Storage dengan total nilai proyek sebesar Rp22.005.500.000;
3. PT. Japa Melindo Pratama, melaksanakan pengadaan material, mekanikan (HVAC),belektrikal dan elektronik di proyek Puri Orchad Apartemen, dengan total nilai proyek sebesar Rp60.500.000.000;
4. PT. Green Energy Natural Gas, melaksanakan pekerjaan BPO instalasi sistem gas processing plant-Gresik well head 3, dengan total nilai proyek sebesar Rp45.276.000.000;
5. PT. Fortuna Aneka Sarana Triguna, melaksanakan pemasangan smart supply change management, dengan total nilai proyek sebesar Rp13.200.000.000;
6. PT. Forthen Catar Nusantara, melaksanakan penyediaan resource dan tools untuk pemeliharaan civil, mechanical & electrical (CME), dengan total nilai proyek sebesar Rp67.411.555.763;
7. PT. Cantya Anzhana Mandiri, melaksanakan pengadaan smart café dan pekerjaan renovasi ruangan The Foundry 8 Kawasan Niaga Terpadu (SCBD) Lot 8, dengan total nilai proyek sebesar Rp114.943.704.851;
8. PT. Batavia Prima Jaya, melaksanakan pengadaan hardware dashboard monitoring service & pengadaan perangkat smart measurement CT scan, dengan total nilai proyek sebesar Rp10.950.944.196.
Senior Vice President Group Sustainability & Corporate Communication PT Telkom Indonesia Ahmad Reza mengatakan bahwa perkara tersebut merupakan hasil audit internal Telkom yang kemudian diserahkan ke penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus atau Jampidsus Kejaksaan Agung.
“Terkonfirmasi (oleh legal perusahaan), hasil audit yang diberikan ke kejaksaan,” katanya, Selasa (13/5/2025).
Sebelum ditangani oleh penyidik Kejati Jakarta, kasus ini memang ditangani oleh Kejaksaan Agung. Kemudian dilimpahkan perkaranya ke Kejati Jakarta. Reza menjelaskan, jika hal itu merupakan bentuk upaya perbaikan tata kelola perusahaan.
Menurut Reza, penyidikan tersebut berkaitan dengan salah satu divisi di Telkom yang terjadi pada periode 2016-2018. “Terkait duduk perkara atas keterlibatan Telkom Group kami sama-sama menunggu proses yang tengah berlangsung di Kejati DK Jakarta,” ungkapnya.
Sementara Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta Syahron Hasibuan menjelaskan kasus ini merupakan hasil kerja sama fiktif antara PT Telkom Indonesia lewat empat anak usahanya dan sembilan perusahaan swasta.
Kerja sama seputar pengadaan barang yang sejatinya tidak pernah ada, namun dibuat-dibuat demi mencairkan uang dari PT Telkom Indonesia. Total ada sembilan proyek fiktif dengan perusahaan yang berbeda. Nilai proyeknya mulai dari Rp 64,4 miliar hingga Rp 114,9 miliar.
Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi soal kasus tersebut di atas kepada Direktur Utama Telkom, Ririek Adrianysah. Namun hingga tenggat artikel berita ini diterbitkan, Ririek belum merespons.
Namun dalam kesempatan lain, Dirut Telkom Ririek Adriansyah mengakui bahwa memang secara substansi terjadi masalah dan Grup Telkom akan mengikuti proses hukum yang berlaku.
“Tapi ke depannya tentu kami akan melakukan perbaikan dari berbagai proses sehingga diharapkan hal tersebut tidak terjadi lagi di masa depan,” kata Ririek, Senin (5/5/2025).
Lantas Ririek sebagai bos utama di Telkom itu mengaku tidak ikut mengambil keputusan. "Kasus yang terjadi ada di level cucu, bahkan saya juga tidak ikut mengambil keputusan," tegas Ririek.
Adapun, kasus dugaan rasuah yang menyeret namanya itu makin menyeruak menjelang Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 27 Mei mendatang. Namun Ririek tak banyak komentar soal pergantian direksi. "Ditunggu saja hasil RUPST nanti," demikian Ririek. (ap)
Topik:
Kejati DKI Jakarta KPK Telkom Korupsi TelkomBerita Terkait

KPK Panggil Wabup Juli Suryadi terkait Kasus Korupsi Proyek Jalan di Mempawah
9 menit yang lalu

KPK Ungkap Alasan Kembalikan Mobil yang Disita dari Ridwan Kamil ke Ilham Habibie
36 menit yang lalu