Wow! 85 Pegawai Kemnaker Keciprat Uang Korupsi Izin TKA

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Juni 2025 20:58 WIB
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) (Foto: Dok MI/Aswan/Istimewa)
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) (Foto: Dok MI/Aswan/Istimewa)

Jakarta, MI - Sekitar 85 orang pegawai di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA), Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen Binapenta dan PKK) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), menerima jatah atau kecipratan uang hasil korupsi pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kemnaker.

Plh. Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Sukmo Wibowo mengatakan bahwa uang yang dikumpulkan dari hasil tindak pidana ini sekitar Rp 53,7 miliar.

"Ada juga digunakan sebagai uang makan dari para staf, terutama di Dirjen Binapenta dan PKK, yaitu kurang lebih 8 miliar yang dinikmati bersama," ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis, 5 Juni 2025 kemarin.

Budi menyatakan sejumlah saksi yang telah menjalani pemeriksaan di KPK dan ikut menerima aliran dana mengembalikan sebagian uang tersebut dengan nominal sekitar Rp 5 miliar. "Yang diterima oleh OB (office boy), kemudian staf-staf lainnya, mereka telah mengembalikan yang kurang lebih 5 miliar rupiah," katanya.

Dari total yang sebesar Rp 53,7 miliar itu, sebagian besar mengalir ke delapan tersangka. Adalah: HY sekitar Rp 18 miliar, PCW sekitar Rp 13,9 miliar, GW sekitar Rp 6,3 miliar, DA sekitar Rp 2,3 miliar, ALF sekitar Rp 1,8 miliar, JMS sekitar Rp 1,1 miliar dan WP sekitar Rp 580 juta.  

Sisa dana lainnya digunakan sebagai uang dua mingguan bagi para pegawai di direktorat tersebut. Uang tersebut kemudian dipakai untuk kepentingan pribadi, termasuk membeli berbagai aset atas nama sendiri maupun anggota keluarga.

Budi menjelaskan, para tersangka melakukan korupsi dengan memeras para TKA yang akan bekerja di Indonesia. Mereka memeras lewat verifikasi dokumen TKA. Izin rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) ini merupakan kewenangan Ditjen Binapenta dan PKK.

Budi mengatakan bahwa pihak Kemenaker akan memverifikasi kelengkapan dokumen usai TKA mengajukan izin secara online. Jika ada berkas yang kurang, seharusnya TKA tersebut akan diberi tahu dalam waktu lima hari untuk memperbaikinya. Proses inilah yang dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan pemerasan dengan dalih mempercepat atau memuluskan perizinan.

"Contohnya ketika syarat administrasi tidak lengkap, bagi para agen yang mengurus TKA ini telah menyerahkan sejumlah uang," kata dia.

Pemberitahuan soal hasil verifikasi, kata Budi, tidak disampaikan melalui sistem online, melainkan secara pribadi lewat WhatsApp kepada para agen atau pengurus. Dengan cara ini, TKA yang membayar sejumlah uang akan segera diberi tahu oleh Kemenaker untuk melengkapi kekurangan dokumen. Sebaliknya, pihak yang tidak memberikan uang, tidak akan mendapatkan informasi soal kelengkapan dokumen.

Pemohon yang izinnya tidak diproses biasanya akan mendatangi langsung kantor Kemenaker dan menemui petugas. Dari situ, para oknum mulai dari staf paling bawah hingga pejabat tinggi termasuk dirjen mulai menetapkan tarif yang harus para TKA bayar agar izin dapat diterbitkan.

Selain itu, izin RPTKA harus segera terbit karena keterlambatan dapat membuat TKA terkena denda harian yang besar. Kata Budi, situasi ini membuat para agen terpaksa membayar karena denda yang ditanggung bisa lebih besar daripada biaya pelicin yang diminta.

Topik:

KPK TKA Kemnaker