Besaran Tarif Pemerasan Pengurusan TKA di Kemnaker Ditentukan Oleh Dirjen


Jakarta, MI- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa praktik pemerasan dalam kasus dugaan suap pengurusan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dilakukan secara sistematis mulai dari staf hingga Direktur Jendral (Dirjen).
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo menjelaskan bahwa besaran tarif dalam praktik pemerasan pengurusan TKA tersebut di tentukan oleh Dirjen dan akan dilaksanakan oleh bawahanya.
Oknum-oknum staf ditingkat paling bawah diperintahkan oleh atasanya untuk memungut tarif yang telah ditentukan untuk pengeluaran izin bekerja di Indonesia kepada para pekerja asing.
“Oknum-oknum tadi yang staf paling bawah tadi, atas perintah dari atasannya, berjenjang sampai dengan Dirjennya itu menentukan tarif-tarifnya, berapa yang harus dipungut ketika perizinan bisa dikeluarkan,” kata Budi.
Budi mengatakan bahwa modus yang digunakan oleh para tersangka adalah dengan cara mengulur atau tidak memperoses dokumen izin kerja serta mengancam denda terhadap TKA jika tidak mau membayar uang suap yang telah ditentukan.
Budi menyebut bahwa bagi TKA yang telah melakukan pembayaran pengurusan izin kerja akan dihubungi secara tidak resmi atau melaui aplikasi Whatsapp melalui pengurus maupun agen TKA.
“Pemberitahuannya tidak secara online, tetapi, diberikan secara pribadi melalui WhatsApp kepada para pengurus atau agen,” ungkapnya.
Sebagai informasi, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo mengatakan bahwa kedelapan tersangka tersebut diduga melakukan pemerasan kepada TKA yang meminta Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) untuk bekerja di Indonesia.
"Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap tenaga kerja asing yang akan melakukan pekerjaan di Indonesia dengan cara yaitu para tenaga kerja asing ini apabila akan masuk ke Indonesia untuk melakukan kerja mereka akan meminta izin berupa RPTKA.
Budi menyebut bahwa celah pemerasan dalam kasus dugaan suap ini terletak dalam pembuatan Izin RPTKA. Ia menjelaskan pengeluaran izin RPTKA tersebut merupakan wewenang dari Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK). Adapun dua tersangka dalam kasus ini merupakan mantan Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker.
"Nah, kewenangan pengeluaran RPTKA ini ada di Dirjen Binapenta. Dari sini ternyata ada celah-celah di dalam pembuatan RPTKA," kata Budi saat konferensi pers.
Berikut identitas kedelapan tersangka kasus dugaan suap TKA di Kemnaker:
1. Suhartono selaku Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker periode 2020-2023,
2. Haryanto selaku Direktur PPTKA periode 2019-2024 yang juga menjabat sebagai Dirjen Binapenta dan PKK periode 2024-2025.
4. Devi Angraeni selaku Direktur PPTKA tahun 2024-2025.
3. Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA tahun 2017-2019.
5. Gatot Widiartono selaku Koordinator Analisis PPTKA tahun 2021-2025.
6. Putri Citra Wahyoe selaku Petugas Hotline RPTKA periode 2019-2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat PPTKA tahun 2024-2025.
7. Jamal Shodiqin selaku Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024-2025.
8. Alfa Eshad selaku Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018-2025.
KPK juga telah menyita uang senilai Rp 1,9 miliar dalam kasus ini. Uang itu disita penyidik dari salah satu tersangka dalam kasus tersebut.
"KPK hari ini (Rabu, 4/6) melakukan penyitaan uang dari salah satu tersangka sebesar Rp 1,9 miliar, yang mana uang tersebut diduga terkait dengan perkara dimaksud," kata Jubir KPK Budi Prasetyo, Rabu (4/6/2025).
Topik:
KPK Kementerian Ketenagakerjaan Pemerasan Pengurusan TKA