BPK Temukan Banyak Masalah di Proyek Peningkatan Kapasitas dan Jaringan Listrik Bandara Soetta oleh Telkominfra


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan bahwa pekerjaan peningkatan kapasitas dan jaringan listrik Bandara Soekarno-Hatta oleh Telkominfra tidak sesuai ketentuan yang membebani keuangan perusahaan sebesar Rp30.713.068.690,00.
Hal itu berdasarakan hasil pemeriksaan kepatuhan PT Telkom tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I).
Bahwa dalam rangka melaksanakan pekerjaan peningkatan kapasitas dan jaringan listrik Bandara Soekarno-Hatta, PT SP menerbitkan PO Nomor 0025 PO/I111/2016 tanggal 14 Maret 2016 senilai Rp43.389.555.000,00 (termasuk PPN 10%) kepada Konsorsium Power Bandara Soekarno-Hatta PO ditandatangani oleh Direktur PT SP dan MSN selaku Afanaging Director Telkomuntra.
"PT SP mendapatkan pekerjaan Peningkatan Kapasitas dan Jaringan Listrik Bandara Sockarno-Hatta dari Nindya-Ana Joint Operation berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor 197/SPPB/NKAAIV/2016 dan PO Nomor 080/PO/NKA/III/2016 senilai Rp43.389.555.000,00 (termasuk PPN 10%)," tulis hasil pemeriksaan tersebut sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Sabtu (14/6/2025).
Nindya-Aria Joint Operation adalah main contractor atas pekerjaan Peningkatan Kapasitas dan Jaringan Listrik Bandara Sockarno-Hatta.
Konsorsium Power Bandara Soekarno-Hatta adalah konsorsium yang beranggotakan Telkominfra dan PT SP yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Konsorsium Nomor PKS 010 CLI/DIV SS 2403/1V/2016 tanggal 1 Maret 2016.
Perjanjian konsorsium ditandatangani oleh Direktur PT SP dan MSN selaku Managing Director Telkominfra.
Para pihak sepakat menunjuk Telkominfra sebagai pimpinan konsorsium dan berhak mewakili serta bertindak untuk dan atas nama konsorsium dan menandatangani semua dokumen penawaran dan kontrak serta turunannya dengan pihak ketiga
Telkominfra sebagai pimpinan konsorsium mengalihkan atau mensubkontrakkan seluruh pekerjaan kepada PT SP (sebagai mitra) berdasarkan Berita Acara Klarifikasi Teknis dan Kesepakatan Harga Nomor S.TI. 00355/PM2/SS2400/1V/2016 tanggal 11 April 2016 Telkomanfra kemudian menerbitkan PO kepada PT SP (sebagai mitra) dengan PO Nomor 1600427 tanggal 14 April 2016 sebesar Rp21.699 659.025,00 (termasuk PPN 10°o) dan PO Nomor 1600428 tanggal 14 April 2016 sebesar Rp17.350.940.475,00 (termasuk PPN 10%).
Dengan demikian, PT SP bertindak sebagai customer (pemilik pekerjaan), anggota konsorsium, dan sekaligus sebagai mitra/subkontraktomya Telkominfra .
Hasil pelaksanaan pekerjaan Peningkatan Kapasitas dan Jaringan Listrik Bandara Sockarno-Hatta oleh PT SP (sebagai mitra) kepada Telkominfra dan oleh Telkominfra kepada PT SP (sebagai customer) dituangkan dalam BA Rekonsiliast Nomor 073 CL3 COM/COM-2000/X11/2018 tanggal 3 Desember 2018.
"Kontrak PT SP (sebagai mitra) kepada Telkominfra mensyaratkan pengadaan peralatan berjumlah 51 unit, namun baru terealisasi 34 unit senilai Rp23.307.057.180,00 (termasuk PPN 10%)," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Kontrak Telkominfra kepada PT SP (sebagai customer) senilai Rp25.896.730.200,00 (termasuk PPN 10%) terdiri dari 13 unit peralatan di gudang PT SP dan 21 unit barang di gudang Ditjen Bea dan Cukai.
Berdasarkan hasil pengujian dokumen kontrak dan permintaan keterangan kepada Telkominfra menunjukkan bahwa atas pekerjaan yang telah dikerjakan oleh PT SP (sebagai mitra) sebesar Rp23.307.057.180,00 (termasuk PPN 10%) telah dibayar oleh Telkominfra sebesar Rp29.623.395.670,00 (termasuk PPN 10%) sehingga terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp6.316.338.490,00 (Rp29.623.395.670,00 — Rp23.307.057.180,00).
Sedangkan atas realisasi pelaksanaan pekerjaan oleh Telkominfra sebesar senilai Rp25.896.730.200,00 (termasuk PPN 10%), Telkominfra masih menerbitkan invoice sebesar Rp21.731.895.762,50 (termasuk PPN 10%) sehingga masih terdapat kewajiban PT SP yang belum ditagihkan sebesar Rp4.164.834.437,50 (Rp25.896.730.200,00 - Rp21.731.895.762.50).
PT SP hanya melakukan pembayaran sebesar Rp 1.500 000 000,00 (termasuk PPN) sehingga Telkominfra belum menerma pembayaran sebesar Rp24.396.730.200,00 (Rp25.896.730.200,00 - Rp 1.500.000.000,00 (termasuk PPN 10%).
"Sehingga PT SP memiliki kewajiban kepada Telkominfra sebesar Rp30.713.068.690,00 (Rp24.396.730.200,00 + Rp6.316.338.490,00). Atas piutang tersebut, Telkominfra telah melakukan penyisihan piutang sebesar Rp20.231.895.762,00," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Permasalahan
Skema bisnis yang tidak wajar
Skema bisnis atas pekerjaan ini tidak wajar karena owner/customer yang mendapatkan pekerjaan dari main contractor, anggota konsorsium, dan mitra/subkontraktor merupakan perusahaan yang sama yaitu PT SP.
Selain itu perikatan antara PT SP (sebagat customer) dengan konsorsium hanya berdasarkan PO tanpa adanya kontrak yang secara detail mengatur hak dan kewayiban para pihak.
Telkominfra kurang cermat dalam memitigasi risiko pada perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan
Dokumen Justifikasi Nomor 006/DIV-2000/1V/2016 memuat latar belakang proyek, aspek strategis, aspek bisnis, ruang lingkup pekeryaan, waktu pelaksanaan serta rencana kebutuhan anggaran.
Namun belum dilakukan mitigasi atas risiko yang mungkin akan teryadi pada saat pelaksanaan proyek. Bahwa dokumen justifikasi tidak mewajibkan adanya jaminan pembayaran atau instrumen lain untuk menjamin kepastian pembayaran.
"Hal ini menimbulkan risiko kerugian bagi Telkominfra jika customer tidak menepati pembayaran karena Telkominfra telah melaksanakan pembayaran terlebih dahulu ke mitra," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Lalu, mekanisme pembayaran yang berbeda terhadap customer dan mitra menimbulkan risiko gagal bayar yang belum dimitigasi.
"Perlakuan atas mekanisme pembayaran antara Telkominfra dengan customer dan Telkominfra dengan mitra (tidak back to back) tidak seragam. PO dari PT SP (sebagai customer) menyebutkan adanya tiga kali pembayaran kepada Telkominfra dan PT SP (sebagai customer) tidak memberikan uang muka) kepada Telkominfra," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Di lain pihak, PO dari Telkominfra kepada PT SP (sebagai mitra) dan Berita Acara Klarifikasi Teknis dan Kesepakatan Harga menyatakan adanya lima kali pembayaran termasuk DP kepada PT SP (sebagai mitra).
Kemudian, Telkominfra telah merealisasikan pembayaran DP kepada PT SP (sebagai mitra) sebesar Rp5.918.088.825,00 (30% x Rp19.726.962.750,00) untuk PO Nomor 1600427 dan sebesar Rp4.732.074.675,00 (30% x Rp15 773 582 250.00) untuk PO Nomor 1600428.
Sehingga, uang muka yang sudah dibayarkan kepada PT SP (sebagai mitra) sebesar Rp10.650.163 500,00 (Rp5.918.088.825,00 + Rp4.732.074.675,00) belum termasuk PPN.
"Untuk pembayaran uang muka, PT SP (sebagai mitra) wajib menyediakan surety bond sebesar uang muka yang telah diterima. PT SP (sebagai mitra) telah menyerahkan surety bond sebelum pembayaran uang muka,"
Telkominfra menyampaikan bahwa dokumen justifikasti inistasi disusun mengacu pada Prosedur Validasi Bisnis Prosedur Validasi Bisnis Nomor ISC2-1 Revisi 02 tanggal berlaku 30 Oktober 2016 bertujuan menerangkan mekanisme validasi dari proyek atau pekerjaan yang diterima untuk memastikan pekerjaan feasible dan profitable bagi Telkominfra.
"Namun demikian, alur proses pada prosedur ini tidak membahas aktivitas mitigasi risiko secara spesifik," .
Pekerjaan peningkatan kapasitas dan jaringan listrik Bandara Soekarno-Hatta berpotensi tidak terbayar sebesar Rp24.396.730.200,00
Telkominfra telah melaksanakan pekerjaan dengan mengirimkan barang yang telah diterrma oleh PT SP selaku customer sebesar Rp25.896.730.200.00 (termasuk PPN 10%).
"Jumlah pembayaran yang diterima di rekening bank Telkominfra sebesar Rp1.500.000.000,00, sehingga PT SP (sebagai customer) masih mempunyai kewajiban kepada Telkominfra — sebesar Rp24.396.730.200,00 (Rp25.896.730.200,00 - Rp1.500.000.000,00) termasuk PPN," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Telkominfra telah menerbitkan invoice Nomor 18080018 tanggal 01 Agustus 2018 senila) Rp21.731.895.762,00 (termasuk PPN 10%) berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pekeryaan Nomor S TI 480 INF-3000/VI 2016 tanggal 24 Juni 2016.
"Namun, Telkominfra belum menerbitkan invoice atas barang yang telah diadakan dan belum diserahtermakan sebesar Rp4.164.834.438,00 (Rp25.896.730.200,00 - Rp21.731.895.762,00) termasuk PPN," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Telkominfra dan PT SP (sebagat mitra dan customer) menyepakati dalam Berita Acara Rekonsiliasi tentang serah terma 34 unit barang. Namun BA Rekonsihiasi tersebut belum ditindaklanjuti dengan Perjanjian Restrukturisasi Penyelesaian Kewajiban.
PT SP (sebagai customer) telah mengirimkan Surat Nomor 0095B/LO/1/2017 tanggal 20 Februari 2017 kepada Telkominfra perihal Penangguhan Penerbitan Invoice, yang pada intinya PT SP (sebagai customer) masih melengkapi administrasi dan dokumen penagihan kepada Nindya-Ana Joint Operation selaku Kontraktor Utama dan memohon kesediaan Telkominfra untuk menangguhkan penerbitan invoice.
Selain itu, PT SP juga menyampatkan Surat Nomor 0008 LO/X1I/2017 tanggal 11 Desember 2017 perihal Surat Kesanggupan, yang pada intinya PT SP (sebagai customer) menegaskan kesanggupan untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada Telkominfra pada tahun 2018 Pengecekan barang terakhir kal dilakukan Telkominfra pada tahun 2018 dengan tujuan sebagai dasar melakukan rekonsiliasi akhir antara Telkominfra dengan PT SP.
"Setelah itu, tidak ada lagi upaya untuk memastikan keberadaan dan pengamanan barang," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Upaya yang dilakukan Teikominfra adalah melalui somasi dan gugatan perdata atas keterlambatan pembayaran oleh PT SP dengan menunjuk kuasa hukum K&K Advocates.
BPK melakukan konfirmasi kepada PT NK sebagai bagian dari Nindya-Ara Joint Operation PT NK menyampaikan bahwa PT SP adalah salah satu penyedia barang/jasa (subkontraktor) PT NK terkait Pekerjaan Peningkatan Kapasitas dan Jaringan Listrik Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2016 dengan nilai SPK sebesar Rp43.389.555.000,00 (termasuk PPN 10%), akan tetapi PT SP tidak melaksanakan kontrak pekerjaan dengan progres pekerjaan 0%.
Nindya-Aria Joint Operation juga belum pernah merealisasikan pembayaran kepada PT SP, dan telah melakukan pemutusan surat perjanjian pengadaan dengan PT SP pada tanggal 27 Juli 2016.
"Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan tanggal 29 Desember 2022, belum terdapat kelanjutan pembayaran darn PT SP (sebagai customer) dan Telkominfra telah melakukan penyisthan piutang kepada PT SP (sebagai customer) sampai dengan 30 Juni 2022 sebesar Rp20.231.895.762,00 (Rp21.731.895.762,00 - Rp1.500.000.000,00)," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Kelebihan pembayaran kepada mitra sebesar Rp6.316.338.490,00
Telkominfra dalam melakukan pembayaran kepada mitra tidak berdasarkan realisasi pengadaan barang BA Rekonstliasi menyebutkan realisasi pengadaan seyumlah 34 unit peralatan oleh PT SP (sebagai mitra) sebesar Rp23.307.057.180,00 termasuk PPN 10%.
Telkominfra telah merealisasikan pembayaran atas PO Nomor 1600427 dan PO Nomor 1600428 kepada PT SP (sebagai mitra) sebesar Rp29.623.395 670,00 termasuk PPN 10%, sehingga terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp6.316.338.490,00 (Rp29.623.395.670,00 —Rp23.307.057.180,00).
BA Rekonsiliasi juga menyepakati bahwa Telkominfra akan menerbitkan invoice reimbursement (atas kelebihan pembayaran kepada PT SP sebagai mitra) dan perjanjian restruktunsasi penyelesaian kewajiban.
"Namun, Telkomintra belum menerbitkan mvoice remmbursement karena belum terdapat perjanjian restrukturisasi kewajiban PT SP kepada Telkomininfra," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Sampai pemeriksaan berakhir tanggal 29 Desember 2022, belum terdapat penyelesaian atas kelebihan pembayaran kepada PT SP (sebagai mitra)
Dugaan pelanggaran
Menurut BPK, Hal-hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip Business Judgement Rules yang diatur dalam Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Praktik tersebut di atas tidak memenuhi persyaratan-persyaratan business sudgment rules antara lain keputusan yang diambil dan dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku, dilakukan dengan kehati-hatian (due care) dan dilakukan dengan cara terbaik (best interest) bagi perseroan.
Lalu, Peraturan Menteri Negara BUMN Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PF R-15 MBU/2012 tanggal 25 September 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PI R05 MBU/2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara pada Pasal 2 ayat (1) poin f menyatakan bahwa pengadaan barang dan jasa wayitb menerapkan prinsip-prinsip akuntabel, berarti harus mencapai sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menjauhkan dar) potensi penyalahgunaan dan penyimpangan.
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN Pasal 25 Ayat 1 dan 2.
Peraturan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telkom Nomor PD 614.00/r.01/HK.200.COP-1D0030000/2021 tentang Manayemen — Ristko Perusahaan (Telkom Enterprise Risk Management) pada Pasal 16 tentang Tanggung Jawab Pimpinan Unit/Senor Leader;
Lalu, Keputusan Dureksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telkom Nomor KD 12 HK220/COO-D0030000/2011 tentang Kebijakan Tata Kelola Pengelompokan Pelanggan Stream Personal Line, Business Line dan Corporate Line, pada Poin 21 tentang Stream Pelanggan menyatakan bahwa perusahaan menetapkan tiga stream pelanggan, yaitu Personal Line (PL) adalah pelanggan yang dikelola oleh Duirektorat Konsumer, Divisi Consumer Service (DCS).
Lalu, Business Line (BL) adalah pelanggan yang dikelola oleh Direktorat Enterprise & Wholesale, Divisi Business Service (DBS), dan Corporate Line (CL) adalah pelanggan yang dikelola oleh Direktorat Enterprise & Wholesale, Divisi Enterprise Service (DIVES).
Poin 22 tentang Tahapan Penetapan Stream Pelanggan menyatakan bahwa penetapan pelanggan stream BL menjadi CL dan sebaliknya mempergunakan kritena value, function, area, product dan industry.
Poin 221 tentang Penetapan Stream Pelanggan Baru menyatakan bahwa Penetapan stream pelanggan baru adalah pelanggan baru perorangan untuk pertama kalinya ditetapkan ke dalam stream PL, dan pelanggan baru berbadan hukum untuk pertama kalinya ditetapkan ke dalam stream BL
Selain itu, menurut BPK tidak sesuai dengan keputusan Direksi Telkominfra Nomor 015/CS 0/CEO/CSO1000/X/2016 tentang Pedoman Pengelolaan Good Corporate Governance (CGC), pada BAB Il Membangun Sistem Tata Kelola pada Angka 3.3. Pengawasan dan Pengendalian Internal, Angka 6.6 Integrasi Manayemen Risiko, dan Angka 68 Tata Kelola Pelaporan Keuangan,
Kemudian tidak sesuai dengan prosedur Validasi Bisnis Nomor 1S-C2-1 Revtst 02 tanggal berlaku 30 Oktober 2016 pada angka (6) Alur Proses yang menyatakan bahwa Divisi Business Solution terima informasi pekeryaan dan Sales melalui email.
"Business Solution/ Financial Planning & Analysis melakukan analisis kelayakan dilakukan untuk melihat apakah project tersebut menguntungkan secara financial Business Solution menyusun Justifikasi Pengadaan Barang/Jasa memuat antara lain: Alasan pemilihan metode pengadaan yang dipilih, Target waktu pengadaan, Jumlah anggaran yang tersedia, dan Tanda tangan Tim pengadaan Business Solution melaksanakan Sirkulasi & approval antara lain pada Business Solution, Finance Planning & Analysis, Service Operation, dan BoD”," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Menurut BPK, permasalahan-permasalahan tersebut terindikasi terjadi karena adanya praktik-praktik bisnis yang lebih memprioritaskan pencapatan target pendapatan bisnis namun belum mengedepankan persyaratan persyaratan busmess judgment rules antara lain keputusan yang diambil dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dilakukan dengan kehati-hatian (due care), dan dilakukan dengan cara terbaik (best interest) bagi perseroan.
"PT Telkom tidak konsisten dalam melaksanakan peraturan investasi yang dibuat sendiri yaitu terkait; melakukan perikatan dengan pihak ketiga yang tidak sesuai dengan kriteria pengelompokan pelanggan, tidak konsisten dalam melakukan penagihan yang telah diatur sesuai kesepakatan dalam kontrak," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Lalu, tidak melakukan validasi Jaminan Pembayaran dan tidak optimal dalam mengupayakan pencairannya sehingga jaminan pembayaran hanya menjadi kelengkapan administrasi dan dalam kasus di atas pada akhirnya jaminan tersebut tidak dapat dicairkan sampai dengan masa berlakunya habis, dan tidak melaksanakan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kontrak kepada subsidiaries yang mengganggu hkuiditas subsidiaries.
PT Telkom dan subsdraries secara umum menggunakan skema asuransi sebagal jaminan pembayaran kontrak yang dalam praktik pengadaan di pemerintah sudah jarang digunakan mengingat sering teryadinya kasus gagal bayar.
"Dengan tidak adanya aturan yang mengatur paymem bond di PT Telkom, maka payment bond ditujukan hanya untuk memenuhi kelengkapan admuinistrasi tanpa verifikasi kevalidannya," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Direksi Telkominfra tidak hati-hati dalam melakukan perikatan dengan PT AWB yang secara bisnis tidak terkait bidang telekomunikasi, melakukan perikatan dengan PT SP tanpa memperhatikan status owner/cusfomer yang mendapatkan pekeryaan dan main contractor, anggota konsorsium, dan mitra/subkontraktor merupakan perusahaan yang sama.
Melakukan perikatan dengan PT SP (sebagai customer) dan bagian konsorsium hanya berdasarkan PO tanpa adanya kontrak yang secara detail mengatur hak dan kewayiban para pihak, menyetujui dokumen justifikasi inisiasi bisnis yang belum memasukkan aspek mitigasi risiko, dan menyusun kontrak yang tidak mensyaratkan jjaminan pembayaran dan menyetujui adanya mekanisme pembayaran yang berbeda dan praktik umum terhadap customer dan mitra yang pada akhirnya tidak dapat mengantisipasi terjadinya gagal bayar.
"Tak hanya itu, PT Telkom dan Telkominfra tidak optimal dalam merencanakan dan mengendalikan pelaksanaan kontrak termasuk dalam mengenakan denda keterlambatan sesuai kesepakatan dalam kontrak," tulis hasil pemeriksaan tersebut.
Tangapan Telkom
Atas temuan pekerjaan peningkatan kapasitas dan jaringan listrik bandara Soekarno-Hatta oleh Telkomintra tidak sesuat ketentuan yang membebani keuangan perusahaan sebesar Rp30.713.068.690.00, PT Telkom sependapat dengan temuan BPK.
PT Telkom menyampaikan langkah-langkah diantaranya mengajukan gugatan perdata melalui Pengadilan Negen Jakarta Barat dan telah dilaksanakan sidang pada tanggal 25 Januari 2023 dan 8 Februari 2023.
Karena pihak PT SP tidak hadir, maka pihak pengadilan akan melakukan pemanggilan dan menunda persidangan sampai dengan tanggal 8 Maret 2023.
Rekomendasi BPK
BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar menerapkan peraturan operasional terkait perikatan dengan pihak ketiga yang telah disusun di Telkom Group secara konsisten.
Melakukan kajian atas kelayakan penggunaan asuransi sebagai jaminan pembayaran kontrak dalam seluruh Telkom Group terutama mempertimbangkan risiko teryadinya gagal bayar.
Memperbaiki pedoman pelaksanaan pekerjaan atas pelanggan enterprise di Telkom Group dengan menekankan pada penilaian dan mitigasi risiko pada seluruh tahap pekerjaan.
Melakukan upaya-upaya yang optimal untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar atas masing-masing permasalahan,
Mengenakan sanksi sesuai ketentuan perusahaan kepada Direksi Telkominfra yang tidak hati-hati dalam melakukan perikatan dengan PT AWB dan PT SP.
Mengenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada EVP DES satas pekerjaan seat management yang terindikasi lalai dalam perikatan dengan pelanggan dan mitra yang memiliki hubungan terafiliasi dan berisiko terjadinya konflik kepentingan, ketiadaan antisipasi risiko gagal bayar oleh customer dengan tidak meminta adanya persyaratan jaminan pembayaran oleh customer yang valid dan dapat dicairkan dan kelemahan pengendalian pelaksanaan pekerjyaan sesuai dengan kontrak,
Menyusun rencana dan mengendalikan pelaksanaan kontrak di seluruh Telkom Group secara memadai termasuk dalam mengenakan denda keterlambatan sesuat kesepakatan dalam kontrak.
Terakhir, BPK merekomendasikan kepada Direksi Telkom agar berkoordinasi dengan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan terkait Pekerjaan Seat Management kepada Aparat Penegak Hukum.
Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023.
Namun saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Selasa (10/6/2025) soal apakah rekomendasi tersebut telah selesai ditindaklanjuti, Ririek tidak menjawab.
Sementara Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya akan selalu menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. "Yang pasti Telkom akan selalu menindaklajuti temuan dan rekomendasi BPK," kata Sabri kepada Monitorindonesia.com.
Topik:
BPK Telkom Telkominfra Bandara Soekarno-Hatta SoettaBerita Sebelumnya
Kejagung Didesak Usut Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia Rp 8,3 T
Berita Selanjutnya
Membidik Dugaan Pidana Tambang Nikel Raja Ampat
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
18 jam yang lalu

Gandeng Pandawara, Telkom Gelar River Clean Up di Sungai Cioray Bandung
25 September 2025 17:19 WIB

Ekonom Dorong Audit Investigasi Dugaan Patgulipat Pengambilalihan BCA oleh Djarum Group
27 Agustus 2025 09:17 WIB