KPK Ultimatum Presdir PT Round De Globe Airlines Gibbrael Isaak untuk Kooperatif

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 16 Juni 2025 13:25 WIB
Gibbrael Isaak (Foto: Istimewa)
Gibbrael Isaak (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum Presiden Direktur PT Round De Globe (RDG) Airlines, Gibbrael Isaak (GI) untuk kooperatif memenuhi panggilan penyidik terkait kasus dana operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah Provinsi Papua tahun 2020-2022. 

Penyidik KPK sangar membutuhkan keterangan Warga Negara Asing (WNA) asal Singapura itu agar konstruksi perkara menjadi lebih lengkap. 

"Ya, kami meminta saudara GI yang dipanggil sebagai saksi dalam perkara terkait dengan Papua ini untuk kooperatif memenuhi panggilan berikutnya karena ini menjadi kewajiban hukum setiap warga negara, dan keterangan serta informasi dari saksi GI tentu dibutuhkan untuk membuat terang dari perkara ini," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Senin (16/6/2025). 

KPK akan menjadwalkan ulang pemanggilan Gibrael Isaak. Pun, KPK juga akan mempertimbangkan penjemputan paksa jika Gibrael terus mangkir dari panggilan KPK. "Nanti akan dipertimbangkan (penjemputan paksa)," tandasnya

Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, penyidik terus mendalami private jet yang diduga hasil korupsi dana operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah Provinsi Papua tahun 2020-2022. 

Setyo mengungkapkan, penyidik juga tengah melacak jet pribadi tersebut. "Yang pertama, kami membutuhkan juga informasi dari masyarakat barang itu ada di mana, pesawat itu ada di mana, karena kami sedang juga melacak lah posisinya itu," kata Setyo, di Gedung C1 KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025). 

Setyo mengatakan, penyitaan private jet tersebut mudah dilakukan apabila KPK sudah mengetahui lokasi pesawat tersebut. Penyitaan tersebut, kata dia, bisa dilakukan dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya. 

"Barang bukti sekiranya memang bisa di sana, aman, bisa dititipkan, misalkan ada aparat negara atau aparat pemerintah di sana, apakah itu di luar negeri atau di mana, yang bisa dikerjasamakan dan menjamin bahwa secara status quo tidak ada yang berubah," ujar dia. 

Setyo enggan menyebutkan kode detail dari private jet tersebut. Meski demikian, dia mengatakan penyidik mulai mendapatkan informasi terkait keberadaan pesawat tersebut. 

"Ya, nanti detilnya saya enggak hafal kodenya, tapi sementara sih kami sudah sedikit banyak terinformasi, tinggal memastikan saja. Tapi, sementara, ya statusnya masih kita rahasiakan. Ada di suatu tempat," ucap dia. 

KPK sebelumnya menduga aliran uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk pembelian private jet. Berdasarkan hal tersebut, KPK memanggil Presiden Direktur PT RDG Airlines, Gibrael Isaak (GI), sebagai saksi dalam perkara tersebut, pada Kamis (12/6/2025). 

Dalam perkara ini, KPK mengungkapkan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi tersebut mencapai Rp 1,2 triliun. Tersangka dalam perkara ini adalah Dius Enumbi (DE) selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua dan Lukas Enembe (almarhum) selaku Gubernur Papua. 

KPK juga mengupayakan perampasan aset dari pihak Lukas Enembe dalam rangka asset recovery atau pemulihan kerugian keuangan negara.

Topik:

KPK