BPK Ungkap Kerugian Rp459 M dari Pinjaman Telkom ke PINS

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Juni 2025 15:45 WIB
PT PINS (Foto: Dok MI/Wikipedia/Istimewa)
PT PINS (Foto: Dok MI/Wikipedia/Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan kerugian di  PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) akibat memberikan pembiayaan atau bridge financing kepada anak usaha PT PINS pada 2018.

"Dukungan keuangan PT Telkom ke PINS melalui bridge financing merugikan keuangan perusahaan sebesar Rp459,29 miliar," tulis hasil pemeriksaan kepatuhan PT Telkom Tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I) sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Senin (16/6/2025).

BPK menjelaskan bahwa pada tanggal 3 April 2018, Direktur Keuangan Telkom menerima pengajuan permohonan Bridge Financing dari Dirut PINS sebesar Rp400.888.848.700,00.

Dana tersebut akan digunakan oleh PINS untuk membiayai program sinergi new sales broadband Telkomsel yang merupakan usulan dari Dirut PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (Tiphone).

Dalam proposal program sinergi disebutkan bahwa skema transaksi yang ditawarkan adalah PINS menerima order dan customer (perusahaan terindikas) afiliasi Tiphone) kemudian PINS membeli fandset dan e-voucher dari mitra (subsidiary Tiphone) untuk kemudian dijual kepada customer yang telah melakukan order ke PINS. 

PINS telah menyusun Justifikasi Pengembangan Bisnis Organik (PBO) Program Sinergi Bisms New Sales Broadband Telkomsel yang diinisiasi oleh VP Strategic Planning & Investment (Sdrt RRO). 

"Dalam Justifikasi PBO tersebut disebutkan bahwa PINS memerlukan dana sebesar Rp400.888.848.700.00 dengan skema bridge financing dari Telkom," jelas BPK.

Justifikasi PBO tersebut di-review oleh VP Legal & Compliance (Sdr RNU) dan VP Corporate Secretary (Sde HY A), serta disetujui oleh Durektur Sales (Sdr BAO), Direktur Operation (Sdr ISO), Direktur Finance & Busness Support (Sd NRI), dan Direktur Utama (Sdr MFS) PINS.

Justifikasi PBO tersebut tidak memiliki keterangan tanggal penyusunan, pe-review-an, dan persetujuan Justifikasi PBO tersebut dijadikan dasar pengajuan permohonan Bridge Financing ke Direktur Keuangan PT Telkom. 

Seluruh nilai yang diajukan tersebut disetujui sebagai plafond pinjaman dengan jangka waktu pinjaman maksimal sampai dengan 31 Desember 2018 dan suku bunga sebesar JIBOR3M + 1,85%.

"PINS wajib membayar kembali pinjaman berikut bunga secara sekaligus pada saat jatuh tempo," ungkap BPK.

BPK menjelaskan bahwa persetujuan BF oleh Direktur Keuangan Telkom dibuat dalam dokumen Nota Regularisasi (Noreg) tanggal 11 Met 2018 yang ditandatangani oleh VP EBIS, Direktur EBIS, dan Direktur Keuangan Dalam Noreg tersebut juga disetujui untuk mengesampingkan beberapa ketentuan PR.304.01/2016 di antaranya adalah dana BF seharusnya digunakan untuk proyek internal Telkom Group namun digunakan untuk perusahaan afiliasi PINS.

"Selain itu PINS juga belum memenuhi persyaratan Debt to EBITDA Ratio dan Debt Service Coverage Ratio Persetujuan Noreg tersebut tidak didukung dengan dokumen review dari unit fungsional risk dan unit fungsional legal," jelas BPK.

Dari plafond pinjaman sebesar Rp400.888.848.700.00, PINS telah memperoleh pencatran sebesar Rp300.000.000.000,00 yang dibayarkan dalam tiga tahap yaitu pada tanggal 5 Jum 2018, 29 Juni 2018, dan 27 Juli 2018 dengan nilai masing-masing sebesar Rp100.000.000 000.00.

"Atas pinjaman tersebut, PINS dikenakan bunga JIBOR+1,85%. Dana tersebut digunakan untuk bekerjasama dengan mitra dalam rangka memenuhi order E-lVoucher dan Handset dar customer dengan nilai sebesar Rp300.001.135.893.00. Sementara nilai kontrak dengan customer sebesar Rp320.750.627.540,00," ungkap BPK.

Menurut BPK, pekerjaan tersebut sudah selesai dilaksanakan oleh PINS dan barang sudah diserahterimakan, namun pembayaran oleh customer terlambat dan tidak sesuat dengan perjanjian.

Dari nilai kontrak dengan customer senilai Rp320.750.627.540,00 (termasuk PPN), PINS baru menerima pembayaran dari customer sebesar Rp109.100.435.663,00 sehingga masih menyisakan piutang kepada customer sebesar Rp211.650.191.877,00.

"Sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 29 Desember 2022, Telkom belum menerima pengembalian dana bridge financing dari PINS sebesar Rp459.293 708 174,00 yang terdiri dari pokok pinjaman sebesar Rp300.000.000.000,00, bunga pinjaman sampai dengan Desember 2018 sebesar Rp13.862.477.694,00 dan denda keterlambatan sampai dengan November 2022 sebesar Rp145.431.230.480,00," beber BPK.

Permasalahan

Hasil pemeriksaan BPK dan laporan internal audit Telkom menunjukkan permasalahan sebagai berikut: 

1. Telkom belum menerima pengembalian pokok, bunga, dan denda pinjaman bridge financing dari PINS 

Sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 29 Desember 2022, PINS belum mengembalikan pokok pinjaman sebesar Rp300.000.000.000,00 dan bunga sampai dengan Desember 2018 sebesar Rp13.862.477.694,00.

Selain itu berdasarkan klausul perjanjian BF, PINS dikenakan denda keterlambatan sebesar JIBOR+2% (11,67%). Nilai akumulasi denda keterlambatan sampai dengan bulan November 2022 sebesar Rp145.431.230.480,00.

"Seluruh piutang kepada PINS sebesar Rp459.293.708.174,00 (Rp300.000.000.000,00 + Rp113.862.477.694,00 + Rp145.431.230.480,00) tersebut dicatat PT Telkom pada piutang non usaha anak perusahaan dan belum pernah dilakukan penyisihan," lanjut BPK.

2. Tujuan dari pemberian bridge financing untuk sinergi new sales broadband tidak tercapai

Hasil reviu internal audit PT Telkom menunjukkan tidak ada dokumen yang menunjukkan kuantitatif measurement atas pertumbuhan new sales broadband.

Target dalam surat permohonan BF berupa additional net income PINS sebesar Rp5.633.457.109,00 hanya tercapai Rp4.586.204.907,00.

Selain itu diungkapkan juga bahwa atas transaksi terkait new sales broadband tersebut, PINS telah melakukan pembayaran kepada mitra (PT Telesindo Shop, PT Perdana Mulia Makmur, dan PI Poin Multimedia Nusantara) sebesar Rp300,00 miliar yang bersumber dari dana BF.

Barang tersebut kemudian diserahkan kepada customer sesual dengan PO dan kontrak yang telah ditandatangam sebelumnya.

Nilai total penjualan E-Voucher dan Handset kepada customer tersebut adalah sebesar Rp320,75 miliar (termasuk PPN) namun PINS baru menerima pembayaran dari customer sebesar Rp 107,00 miliar dan masih menyisakan piutang kepada customer sebesar Rp213,75 miliar.

BPK Ungkap Kerugian Rp459 M dari Pinjaman Telkom ke PINS

BPK Ungkap Kerugian Rp459 M dari Pinjaman Telkom ke PINS
Atas saldo piutang sebesar Rp213.750 191 877,00, PINS telah melakukan impairment per 31 Desember 2020. Selanjutnya, pada tahun 2021, terdapat pembayaran atas piutang PT Setra Utama Distrindo, PT Setra Utama Towerindo, dan PT Modern Mitraindo Telekomumikasi dengan total sebesar Rp2.100.000 000,00 sehingga sisa tagihan PINS kepada afiliasi Tiphone per 31 Desember 2021 adalah sebesar Rp211.650.191 877,00 (Rp213 750.191 877,00 - Rp2 100.000 000,00). 

3. Risiko Bridge Financing dau transaksi sinergi belum dimitigasi secara memadai 

Hasil reviu menunjukkan bahwa tidak terdapat analisis pengukuran atas pencapaian new sales broadband, penahapan dan pengukuran atas hasil setiap tahap implementas) dart transaksi, serta monitoring implementasi transaksi untuk memastikan target yang direncanakan bisa dicapai

Rincian temuan Internal Audit Telkom terkait risiko, mitigasi, dan realisasi BF

BPK Ungkap Kerugian Rp459 M dari Pinjaman Telkom ke PINS

4. Terdapat beberapa ketentuan terkait bridge financing yang belum terpenuhi 

Pemberian BF kepada PINS tidak sesuai dengan Peraturan Direktur Keuangan Telkom terkait skema pendanaan, mekanisme pembenian BF, dan evaluasi/monitoring pemberian BF.

Terdapat beberapa ketentuan yang tidak dapat dipenuhi, namun hal tersebut dikesampingkan melalui mekanisme Noreg.

Persetujuan Noreg tidak didukung dengan dokumen review dari unit fungsional risk dan unit fungsional fega/ Ketentuan BF yang belum terpenuhi diantaranya adalah. 

1) Tidak terdapat dokumen terkait persetuyuan Direktur Keuangan Telkom atas pemenuhan kebutuhan BF 

2) Tidak ada AKI/ analisa kelayakan proyek dam unit fungsional SBA. Fungsi unit SBA melekat di masing-masing VP Financial Controller CFU EBIS dan CFU Non EBIS & FU.

3) Tidak ada AKI/ analisa kelayakan proyek dari CFUE. Hanya ada dokumen Review Strategic Fit CFU Enterprise yang ditandatangani VP EBO tanggal 11 April 2018 (sebelum NOREG), yang menyatakan bahwa Program Sinergi New Sales Broadband Telkomsel yang diajukan PINS telah sesuai dengan strategi bisnis Telkom Group 

4) Tidak terdapat informasi mengenai ketetapan rasio keuangan yang harus dipenuht oleh PINS dari unit fungsionat SBA 

5) Tidak terdapat informasi hasii analisa rasio keuangan PINS


5. Perusahaan Mitra dan Customer merupakan perusabaan terafiliasi dengan PT Tiphone 

Laporan pemeriksaan IA mengungkap bahwa adanya indikasi hubungan kepemilikan antara PINS, Tiphone, mitra dan customer.

BPK Ungkap Kerugian Rp459 M dari Pinjaman Telkom ke PINS

Tabel di atas menunjukkan adanya keterkaitan antar perusahaan dan kemungkinan konflik kepentingan di antara para pthak yang terlibat dengan transaksi tersebut.

6. Perbedaan mekanisme pembayaran antara PINS ke Mitra dan PINS ke Customer menimbulkan risiko gagal bayar 

Hasil analisis perbandingan pasal kontrak terkait pembayaran PINS ke Mitra dan PINS ke Customer yang sama-sama terafiliasi dengan PT Tiphone menunjukkan bahwa mekanisme pembayarannya menimbulkan risiko gagal bayar.

Mekanisme pembayaran kepada mitra dilakukan dengan cara 

1) Untuk e-voucher dilakukan dengan Cash Before Delivery (CBD) sebesar 100% nila kontrak, dan 

2) Untuk handset dilakukan setelah persyaratan pembayaran dinyatakan lengkap, akurat, benar, dan sah oleh unit keuangan PINS. Selambat lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen-dokumen tagihan.

Sementara, mekanisme pembayaran dari customer dilakukan secara Term Of Payment (TOP) secara sekaligus (Bullet Payment) selambat-lambatnya tanggal 21 Desember 2018, sehingga terdapat jeda waktu sekitar 5 bulan dari serah terima barang.

Pengujian terhadap dokumen BASIB dan Pembayaran PINS dengan Mitca/Suppler diketahui pembayaran kepada TS dilakukan sebelum BASTB sedangkan pembayaran kepada PMM dan PMN dilakukan setelah BASTB.

PINS telah melaksanakan kewajiban pembayaran kepada mitra dan pengiriman barang pesanan customer namun PINS belum menerima seluruh pembayaran hasil penyualan dari customer.

PINS hanya melakukan upaya penagihan dengan mengirimkan surat kepada customer sebanyak tiga kali sejak akhir Desember 2018 sampai dengan bulan Juli 2019 dan customer hanya mengirimkan surat balasan sampai bulan April 2019.

Sejak saat itu, tidak diperoleh dokumen surat balasan atas surat PINS yang ketiga kepada customer Per 31 Desember 2020, PINS masih mencatat piutang kepada empat perusahaan afiliasi Tiphone sebesar Rp213.750.191.877,00.

PT.PINS telah melakukan penyisthan seluruh piutang sentlai Rp213.750.191.877,00 tersebut. Pada tahun 2021, terdapat pembayaran atas piutang PT Setia Utama Distrindo, PT Setia Utama Towerndo, dan PT Modern Mitraindo Telekomuntkast dengan total sebesar Rp2.100.000.000,00 sehingga sisa Piutang PINS kepada afiliasi Tiphone per 31 Desember 2021 adalah sebesar Rp211.650.191.877,00 (Rp213.750.191.877,00 - Rp2.100.000.000,00) 

Menurut BPK hal tersebut tidak sesuai dengan Prinsip Business Judgement Rules yang diatur dalam Pasal 97 ayat (5) UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Praktik tersebut di atas tidak memenuhi persyaratan-persyaratan business yudgment rules antara lain keputusan yang diambil dan dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku, dilakukan dengan kehati-hatian (due care), dan dilakukan dengan cara terbaik (best interest) bagi perseroan.

Lalu, tidak sesuai dengan perjanyian Kerja Sama antara PINS dan Mitra pada pasal 6 ayat (1) dan (2), Perjanjan Kerja Sama antara PINS dan Customer pada pasal 6 ayat (2) dan (3) serta pasal 13 ayat (2), 

Kemudian, juga tidak sesuai dengan Keputusan Direksi PT PINS Indonesia Nomor KD 387/HK 260 PIN 00 00/2013 tentang Pedoman Penjualan Barang dan/atau Jasa pada Lampiran | Pedoman Penjualan dan Distribusi Barang Pilar Bisnis Premises Equipment (Customer Premises Equipment/PE huruf B dan Lampiran 4 Pembagian Wewenang Persetuyuan Penjualan & Distribus: Barang dt PT PINS Indonesia, 

Peraturan Direktur Keuangan Telkom Nomor PR 304 01/r.03 HK200/COPD0020000/2016 tanggal 30 Desember 2016 tentang Pengelolaan Pendanaan Telkom Group pada Poin 2.2.1 tentang Skema Pendanaan Bridge Financing pada nomor 1, 2 poin b (1), 3, dan 13, Poin 23 tentang Mekanisme Pembertan Pendanaan TELKOM Group pada huruf c dan huruf d nomor 7, Poin 27 tentang Kewajiban Anak Perusahaan, dan Poin 2.1.1 tentang Evaluasi dan Monitoring pada huruf a dan b, dan 

Keputusan Direksi Telkom nomor KD 58/HK 000/COP-0002 1000/2007 tanggal 18 Desember 2007 tentang Nota Regularisasi pada Lampiran 4 yang menyatakan bahwa regularisasi yang tidak menggunakan verbal approval untuk kebijakan yang dikesampingkan berupa Keputusan Direktur maka secara dokumen harus ada review/tanda tangan imusiator, persetujuan prinsip, risk review compliance checklist, dan persetujuan regularisasi.

"Hal tersebut mengakibatkan kerugian keuangan bagi PT Telkom sebesar Rp459.293.708.175,00 atas dana bridge finanacing yang belum dibayar oleh PINS, dan membebani keuangan PINS sebesar Rp211.650.191.877,00 atas impairment piutang tidak lancar dari perusahaan afiliasi Tiphone," jelas BPK.

Hal tersebut, lanjut BPK, disebabkan VP CFU EBIS dan VP unit fungstonal SBA PT Telkom tidak melakukan pengawasan atas penggunaan dana Bridge Fimancing, VP EBIS PT Telkom dalam penyusunan Nota Regularisasi lalai tidak melaksanakan sesuai peraturan Nota Regularisasi;

Dureksi PINS lalai, tidak melakukan mitigasi risiko sesuai Pedoman Penjualan Barang dan/atau Jasa diantaranya melakukan perikatan dengan pelanggan dan mitra yang memiliki hubungan terafiliasi dan berisiko terjadinya konflik kepentingan antara para pihak yang terlibat dalam transaksi, dan  VP Strategic Planning & Investment PINS kurang berhati-hati dalam menyusun Justifikasi sesuai Pedoman Pengembangan Bisnis Organik. 

Atas hal tersebut, PT Telkom menyatakan sependapat dengan permasalahan yang diungkap atas hasil pemeriksaan BPK dan akan menyusun langkah-langkah perbaikan yang efekf untuk mencegah risiko kerugian perusahaan yang lebih besar.

Rekomendasi BPK

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar Memerintahkan Direksi PINS untuk memperbaiki tata kelola perusahaan khususnya terkait mitigasi risiko proyek.

Kemudian melakukan upaya-upaya yang optimal penagihan untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar dan melakukan upaya hukum yang diperlukan untuk memulihkan kerugian keuangan perusahaan dan memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan berlaku kepada VP Strategic Planning & Investment.

Selain itu, BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar berkoordinastidengan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan ini kepada aparat penegak hukum (APH).

Menyoal itu, Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023.

Namun saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Selasa (10/6/2025) soal apakah rekomendasi tersebut telah selesai ditindaklanjuti, Ririek tidak menjawab.

Pada Selasa (5/12/2023) silam Ahmad Reza, SVP Corporate Communication & Investor Relation Telkom sempat menyatakan bahwa perusahaan selaku BUMN sekaligus perseroan terbuka, senantiasa menjunjung tinggi peraturan dan perundangan yang berlaku, termasuk atas hasil pemeriksaan BPK. 

"Secara detail tentu kami akan berkoordinasi secara internal serta bekerja sama lebih lanjut dengan pihak BPK untuk pendalaman sebagaimana yang diberitakan," kata Reza.

Secara prinsip, dia menjelaskan Telkom menjalankan operasional perusahaan selalu berupaya mengedepankan aspek tata kelola perusahaan yang berlaku.

Sementara Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya akan selalu menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. "Yang pasti Telkom akan selalu menindaklajuti temuan dan rekomendasi BPK," kata Sabri kepada Monitorindonesia.com pada 10 Juni 2025.

Topik:

BPK Telkom PINS PT Telkom Temuan BPK