WNA Tersangka Korupsi Satelit Navayo Berpotensi Sidang In Absentia

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Juni 2025 23:01 WIB
Jampidmil Kejaksaan Agung (Kejagung), Mokhamad Ali Ridho (Foto: Istimewa)
Jampidmil Kejaksaan Agung (Kejagung), Mokhamad Ali Ridho (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Jampidmil Kejaksaan Agung (Kejagung), Mokhamad Ali Ridho, menuturkan penegakan hukum kasus dugaan korupsi proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 123 BT (bujur timur) pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang terjadi pada 2016 berpotensi disidangkan secara in absentia.

Ali menyampaikan bahwa pihaknya membuka opsi sidang secara in absentia dikarenakan satu di antara tersangka dalam kasus ini, yakni GK (Gabor Kuti) selaku CEO Navayo International AG, tidak memenuhi panggilan penyidik atau tidak bersedia datang ke Indonesia.

Adapun Gabor Kuti merupakan warga negara (WN) Hungaria. “Sudah tiga kali (dipanggil). Selama pemanggilan-pemanggilan itu, tidak ke sini,” katanya, Sabtu (21/6/2025).

Dia mengatakan bahwa berdasarkan hukum acara, pemanggilan tersangka dilaksanakan maksimal tiga kali. Apabila dalam panggilan keempat tersangka Gabor Kuti tidak kembali memenuhi panggilan penyidik, Ali mengatakan bahwa pihaknya akan tetap melanjutkan proses penanganan perkara hingga ke persidangan dengan cara in absentia.

“Yang penting kami sudah patut memanggil tersangka yang di luar negeri. Karena kalau hanya menunggu terus, enggak rampung-rampung. Kalau enggak datang-datang, enggak selesai-selesai perkara Navayo ini,” katanya.

Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 123 BT (bujur timur) pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada tahun 2016.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan kasus yang mulai diusut sejak beberapa tahun lalu ini bakal segera dilimpahkan ke pengadilan. Dia pun bilang tidak menutup kemungkinan pengembangan kasus mengarah kepada tindak pidana pencucian uang. "Penting bagi penyidik untuk melacak aliran dananya," kata Harli kepada Law-justice, Rabu (14/5/2025).

Harli menuturkan bahwa ketiga pelaku kongkalikong untuk membuat pengadaan palsu kendati tahu betul Kementerian Pertahanan tidak memiliki anggaran belanja satelit angkasa. Walhasil, pengadaan bodong ini berujung digunakan alas hukum untuk menggugat Indonesia secara arbitrase internasional di International Chamber of Comerce (ICC).  

Adapun keberadaan invoice palsu ini terbongkar setelah penyidik menelusuri alur peristiwa dan kerja sama yang dijalin oleh Navayo dengan Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi. Sang purnawirawan saat kejadian menjabat sebagai Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). "Mulanya karena permufakatan jahat antara oknum Kemenhan dan perantara," kata Harli.

Topik:

Kejagung