Kejati Sumsel Cekal Direktur PT Magna Beatum Aldrin Tando, Kasusnya Seret Mantan Gubernur

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 Juli 2025 22:00 WIB
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasepenkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari (kanan) (Foto: Dok MI/Kejati Sumsel)
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasepenkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari (kanan) (Foto: Dok MI/Kejati Sumsel)

Palembang, MI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) mencekal Dirketur PT Magna Beatum (MB), Aldrin Tando (AT), tersangka kasus dugaan korupsi  pekerjaan kerja sama Mitra Bangun Guna Serah antara Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan PT MB tentang pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah di Jalan Sudirman Kawasan Pasar Cinde Palembang Tahun 2016-2018.

Kasus ini telah menyeret mantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin (AN), Ketua Panitia Pengadaan Badan Usaha Mitra Kerja Sama Bangun Guna Serah, Edi Hermanto (EH) dan Rainmar Yosandi (RY) selaku Kepala Cabang PT MB.

"AT tidak hadir memenuhi panggilan penyidik dan telah dilakukan pencekalan karena tersangka AT berada di luar negeri," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasepenkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari kepada Monitorindonesia.com, Rabu (2/7/2025).

Pada hari ini, penyidik langsung menjebloskan Rainmar Yosandi ke sel Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Palembang. Dia akan ditahan selama 20 hari ke depan. Sementara Alex Noerdin dan Edi Rahmanto merupakan terpidana dalam perkara lain.

Vanny menjelaskan bahwa kasus ini bermula adanya rencana pemanfaatan aset milik Pemprov Sumsel untuk pembangunan fasilitas pendukung Asian Games 2018. Kemudian disetujui Pasar Cinde berpotensi dilakukan pengembangan dengan mekanisme Bagun Guna Serah (BGS). 

"Bahwa dalam pelaksanaan proses pengadaan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dan Mitra Bangun Guna Serah (BGS) tidak memenuhi kualifikasi panitia pengadaan," lanjut Vanny.

Kemudian dilakukan penandatanganan kontrak yang mana kontrak tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Akibat kontrak tersebut mengakibatkan hilangnya bangunan cagar budaya pasar cinde," ungkap Vanny.

Serta terdapat juga aliran dana dari mitra kerjasama ke pejabat terkait pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

"Ditemukan takta dari bukti elektronik (chatting handphone) yaitu adanya usaha untuk menghalang-halangi proses penyidikan yaitu ada yang bersedia pasang badan dengan kompensasi sejumlah uang senilai kurang lebih Rp 17 miliar serta ada upaya mencarikan pemeran pengganti untuk menjadi tersangka," jelasnya.

Kata Vanny, tidak menutup kemungkinan para tersangka dikenakan pasal penghalangan penyidikan (obstruction of justice). "Penyidik akan terus mendalami alat bukti terkait keterlibatan pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya, serta akan segera melakukan tindakan hukum lain yang diperlukan sehubungan dengan penyidikan dimaksud," tuturnya.

Atas perbuatannya, 4 tersangka tersebut dijerat dengan Primair Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;

Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Atau Kedua: Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Topik:

Kejati Sumsel Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin PT Magna Beatum