Kasus Pagar Laut Macet, Mahfud Md: Seharusnya Sudah Diajukan sebagai Kasus Korupsi!


Jakarta, MI - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Mahfud MD mengaku kecewa atas pengusutan kasus pagar laut di Tangerang, Banten, tak kunjung tuntas hingga saat ini.
Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) itu, menilai bahwa kasus pagar laut merupakan kasus korupsi tergaduh di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Tetapi, kasus pagar laut tidak ada kejelasan hingga saat ini. "Saya kira peristiwa pidana yang paling gaduh dan membuang energi panjang untuk diskusi-diskusi, kasus pagar laut. Karena itu jelas pelanggaran undang-undang, mengkavling laut tuh tidak boleh, itu sudah ketentuan undang-undang dan putusan MK," kata Mahfud dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Rabu (2/7/2025).
Saat kasus ini mencuat, katanya, pemerintah sangat responsif. "Pak Prabowo memerintahkan sampai Angkatan Laut turun bongkar, sampai memerintahkan Menteri ATR agar itu dibatalkan semua gitu. Tiba-tiba sampai sekarang gak ada kabarnya. Ini yang paling buruk, ini yang paling buruk menurut saya," bebernya.
Pun, Mahfud mengatakan pernah berteori bahwa kalau satu kasus naik dengan penuh semangat lalu macet, biasanya ada benturan dengan dua pihak.
"Satu oligarki, pengusaha-pengusaha yang taruhlah mempunyai kepentingan yang tidak benar dari sudut aturan prosesnya. Kemudian yang kedua, politisi. Politisi yang mungkin ada semacam apa namanya, orang yang memberikan kontribusi, pejabat politik, pejabat pemerintah dan sebagainya," jelasnya.
Mahfud heran, kasus ini sudah membuat gaduh berbulan-bulan namun tidak terdengar siapa tersangkanya. "Padahal itu jelas, itu korupsi dari sudut apa pun itu seharusnya sudah diajukan sebagai kasus korupsi. Kejaksaan Agung bilang kasusnya kembalikan karena ini harusnya korupsi. Masuk ke Polisi tetap aja gak ada sampai waktunya habis," jelas Mahfud.
Menurutnya, arahan Presiden Prabowo harus terus disampaikan. "Sebaiknya disetel lagi perintah Pak Prabowo, pernyataan Menteri ATR dan sebagainya itu bahwa oleh Pak Prabowo itu harus diselesaikan, harus dibersihkan. Tapi yang sudah pasti kasus ini sampai sekarang gak jelas. Ini kasus yang mengecewakan," katanya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu berharap Prabowo kembali menegakkan perintahnya. "Agar membatalkan semua sertifikat itu, dan itu nampaknya sudah dilakukan. Tapi perkaranya kan tidak jalan. Nah, sekarang karena ini benar merusak kekayaan alam ini, satu korupsinya besar menyangkut kedaulatan atas teritori laut, lalu yang kedua sumber daya alam, lingkungan dan sebagainya dirusak semua, ekonomi masyarakat dirusak sehingga seharusnya ini diambil kasusnya sebagai kasus korupsi," beber Mahfud.
Mahfud menilai tidak sulit menjadikan kasus ini sebagai kasus korupsi. "Kan BPN sudah disebut pejabatnya ini loh yang mengeluarkan, yang mengurus ini loh perusahaannya kan sudah disebut di situ namanya juga sudah disebut, BPN tingkat yang dulu kepala BPN kabupaten di satu tempat, melakukan itu lalu pindah ke situ melakukan itu lagi."
Mahfud juga menilai seharusnya Prabowo tidak takut untuk menyelesaikan kasus pagar laut. "Kalau dari sumpah-sumpahnya tadi gak punya takut. Saya ini prajurit TNI itu, masa saya mau mengorbankan kesetiaan saya. Janji kalau tidak dipenuhi bagian dari korupsi kan, itu kata Pak Prabowo di bukunya itu," ungkap Mahfud.
Adapun Kejagung telah menemukan tiga indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus pagar laut di Tangerang, Banten, itu. Lebih detail, dugaan korupsi ini melibatkan pemalsuan dokumen yakni dugaan pemalsuan dokumen terkait izin pagar laut, termasuk SHGB dan SHM.
Lalu, suap dan gratifikasi. Bahwa ada indikasi aliran gratifikasi dan suap kepada pejabat terkait dalam proses penerbitan dokumen. Selanjutnya soal dugaan penyalahgunaan kewenangan. Bahwa indikasi penyalahgunaan kewenangan oleh oknum pejabat dalam penerbitan dokumen.
Setelah sempat meredup, kini perkara tersebut dilaporkan telah resmi masuk ke tahap penyidikan di bawah kewenangan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.
Informasi ini dikonfirmasi dari sumber terpercaya dan memperkuat komitmen Kejaksaan Agung dalam membongkar kasus-kasus besar yang merugikan negara.
Bahwa Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, yang sempat melaporkan kasus tersebut menyebut bahwa memang Kejagung tengah melakukan penyidikan yang dibarengi dengan penggeledahan sejumlah tempat pada beberapa waktu lalu.
"Pidsus Kejagung akhirnya melakukan penyidikan dugaan perkara korupsi kasus pagar laut Kohod setelah petunjuk JPU Kejagung kepada Bareskrim untuk menjerat korupsi tidak dipenuhi atau diabaikan," kata Boy sapaannya kepada Monitorindonesia.com belum lama ini, dikutip Senin (23/6/2025).
Sementara sejumlah tempat yang digeledah yakni kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga kantor di Pemerintah Kabupaten Tangerang.
"Penyidik Pidsus Kejagung telah geledah beberapa tempat, yakni BPN Kabupaten Tangerang; rumah mantan Kepala BPN Kabupaten Tangerang inisial JS; kantor Konsultan Jasa Pengukur swasta; dan beberapa kantor di Pemkab Tangerang," jelas Boy.
Sementara sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pihaknya akan segera mengeceknya. "Aku cek dulu ya, soalnya bukan kita penyidiknya," kata Harli saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Rabu (7/5/202) subuh.
Penting dicatat bahwa kasus ini akan mengungkap praktik kejahatan yang tak biasa, bahwa lautan milik negara diduga disertifikasi dan diubah statusnya menjadi hak milik privat.
Modus ini dimulai dengan penggunaan sekitar 150 KTP penduduk, untuk membuat sertifikasi lahan laut, yang kemudian beralih kepemilikan ke dua korporasi besar.
Dua perusahaan yang disebut dalam kasus ini adalah PT Intan Agung Makmur, dengan 234 sertifikat HGB dan PT Cahaya Inti Sentosa, yang memiliki 20 bidang HGB
Adapun pemilik saham dari perusahaan-perusahaan tersebut diduga terkait dengan grup besar properti nasional, seperti PT Agung Sedayu Group, PT Tunas Mekar Jaya, dan PT Pantai Indah Kapuk Dua.
Awalnya, laporan atas kasus ini disampaikan ke tiga institusi hukum: Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung. Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Umum sempat menetapkan Kepala Desa Kohod, Arsin, sebagai tersangka pemalsuan.
Namun saat berkas perkara dilimpahkan ke Jampidum (Jaksa Agung Muda Pidana Umum), pihak kejaksaan menolak dengan alasan substansi perkara merupakan tindak pidana korupsi, bukan pidana umum.
Jampidum mengembalikan berkas dan menyarankan agar penanganan dialihkan ke Jampidsus atau melalui Kortas Tipikor Mabes Polri.
Setelah tarik-ulur, perkara sempat senyap. Namun perkembangan terbaru menyebutkan bahwa Jampidsus kini mengambil alih secara penuh dan menaikkan kasus ke tahap penyidikan.
Sumber terpercaya dari Kejaksaan menyebutkan bahwa tim penyidik Jampidsus telah melakukan langkah proaktif, termasuk kemungkinan penggeledahan di beberapa lokasi strategis pekan lalu.
Meski belum ada pernyataan resmi dari pihak Jampidsus, langkah ini memperkuat sinyal bahwa kasus ini akan terus didalami hingga tuntas.
Ketika dimintai konfirmasi oleh media, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Febrie Adriansyah, tidak memberikan penegasan, namun tidak membantah bahwa kasus tersebut telah masuk tahap penyidikan.
Jika benar lahan laut yang merupakan barang milik negara (BMN) diubah statusnya untuk kepentingan pribadi, maka potensi kerugian negara dalam kasus ini bisa sangat besar. Tak hanya secara finansial, tetapi juga dari sisi kerusakan lingkungan dan pelanggaran tata ruang wilayah pesisir.
Topik:
Kejagung Polri Pagar Laut Mahfud Md Korupsi Pagar LautBerita Sebelumnya
Usut Korupsi Laptop Chromebook, Kejagung Periksa Eks Direktur PT Synnex Metrodata Indonesia 'RS'
Berita Selanjutnya
KPK Respons Tantangan Bobby soal Kirim Surat Panggilan
Berita Terkait

Terima Rp 500 Juta Hasil Barang Bukti yang Ditilap, Jaksa Iwan Ginting Dicopot
6 jam yang lalu

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
18 jam yang lalu